Sebuah koper berisi pakaian dan barang pribadi Daffa sudah siap di dekat lemari. Fauzia sudah selesai mengepak pakaian untuk sang suami. Daffa keluar dari walk in closet. Pria itu sudah berpakaian dan siap untuk pergi. "Berapa lama Mas di Sydney?" "Seminggu, tapi bisa juga lebih." Nada suara Daffa terdengar dingin. Fauzia seperti terlempar ke masa awal perkenalannya dengan Daffa. Tidak ada kehangatan lagi dalam nada bicaranya. Hati Fauzia mencelos melihat sikap suaminya yang jauh dari biasanya. Lamunan Fauzia buyar ketika Daffa menarik koper lalu keluar dari kamar. Wanita itu segera mengikuti suaminya. Supir yang hendak mengantarkan Daffa ke bandara, mengambil koper lalu memasukkan ke dalam bagasi. "Mas, apa aku boleh main ke rumah Om Faisal?" "Boleh. Kamu boleh kemana saja sesukamu. Aku tidak melarang mu." "Apa Mas marah padaku?" "Tidak. Aku mengerti kalau pernikahan kita terlalu cepat. Sepertinya kamu masih butuh waktu untuk menjalani pernikahan kita. Aku mau kepergi
Ditemani Daffa, Fauzia mendatangi lapas di mana Anita ditahan. Wanita itu datang dengan membawa kebenaran menyakitkan untuk Anita. Selain mereka, Salim juga ikut datang bersama Reza. Keyla berinisiatif menemani kekasihnya, dan tidak ada penolakan dari Reza. Daffa meminta pada kepala lapas untuk menyediakan ruangan khusus bagi mereka untuk menemui Anita. Selain Anita, Imron juga ikut dipanggil. Mereka mem.av berada di lapas yang sama, hanya berbeda blok saja. Setelah menunggu selama sepuluh menit, akhirnya orang yang ditunggu tiba juga. Anita dan Imron masuk ke dalam ruangan dalam waktu yang hampir bersamaan. Ketua lapas mempersilakan keduanya untuk duduk lalu meninggalkan ruangan tersebut. "Mau apa kalian ke sini? Apa kalian mau menghinaku?" tanya Anita dengan sorot mata tajam. "Aku hanya ingin memberitahukan sebuah kebenaran padamu," ujar Fauzia. "Kebenaran apa?" "Ini lihatlah sendiri." Fauzia menyerahkan sebuah amplop bertuliskan nama laboratorium ternama. Tanpa merasa curiga
"Apa kamu menemui Salim dan mengakui identitasmu yang sebenarnya?" Pertanyaan Faisal tidak bisa langsung dijawab oleh Reza. Pria itu nampak berpikir sejenak. Kenyataan soal identitas yang baru diketahuinya, tak ayal membuat pria itu sedikit shock. Selama ini Reza menang tidak mencari tahu keberadaan orang tua kandungnya. Menurut Melly, sejak lahir dia sudah berada di panti. Itu artinya kedua orang tuanya memang tak menginginkan dirinya. Namun kebenaran ternyata tak sesuai pikirannya. Dia harus dipaksa percaya kalau dirinya adalah anak tunggal Salim dengan Mitha. Itu artinya dia masih sepupu dari Angga, mendiang suami Fauzia, adik angkatnya. "Aku ngga tahu, Pa. Aku masih perlu waktu untuk memikirkan semuanya." "Papa tahu jni semua pasti mengejutkan untukmu. Pikiran baik-baik. Apapun keputusanmu, Papa akan mendukungnya." "Setelah Papa tahu semua kenyataan ini, apa Papa masih menganggap ku anak? Apa Papa akan tetap menyayangiku?" Faisal memandangi Reza tanpa berkedip. Dia bing
"Siapa orang tuaku, Bu?" "Nama Ibumu adalah Mita dan ayahmu adalah Salim.""Mita," gumam Fauzia pelan.Nama Mita sama dengan nama Ibu dari Angga. Begitu pula dengan nama ayah yang disebutkan Melly. Mendengar nama yang disebut terdengar familiar, Fauzia pun penasaran."Apa nama lengkapnya Salim Wiguna?" tanya Fauzia sambil menatap dalam pada Melly."Iya, dari mana kamu tahu?"Jawaban Melly membuat Fauzia tersentak. Bukan hanya wanita itu, tapi Daffa, Faisal bahkan Reza sendiri ikut terkejut. "Ibu Mita dan Pak Salim adalah orang tua dari Kang Angga. Mereka hanya punya satu anak, bagaimana mungkin kalau Bang Reza anak mereka.""Kamu mengenal Angga?" kali ini giliran Melly yang terkejut."Angga ada mendiang suami Uzi," jawab Reza."Apa? Kenapa bisa ada kebetulan seperti ini," gumam Melly tak percaya."Ibu.. saya minta tolong ceritakan dengan jelas. Apa benar Reza adalah anak Pak Salim? Lalu bagaimana dengan Angga?" Daffa yang sedari tadi diam, tak bisa menahan rasa penasarannya lagi.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sepasang pengantin baru masih terbaring di atas kasur berukuran king size. Tubuh polos keduanya hanya tertutup selimut saja. Sehabis shubuh tadi, keduanya kembali mengulang percintaan panas mereka. Daffa seolah tengah memuaskan rasa dahaganya, pria itu langsung tancap gas melampiaskan hasratnya yang sudah lama tertahan. Terhitung sudah tiga kali dia menggarap tubuh istrinya. Kelopak mata Fauzia bergerak-gerak, sesaat kemudian kedua matanya mulai terbuka. Wajah tampan Daffa langsung menyapa indra penglihatannya. Fauzia terus menelusuri wajah pria yang saat ini masih terlelap dalam tidurnya. Pipi Fauzia merona ketika mengingat malam panas mereka dan percintaan mereka tadi shubuh. Ternyata Daffa yang kerap bersikap dingin, begitu panas di ranjang. Saat ini memang masih belum ada perasaan cinta di hati Fauzia. Namun wanita itu berusaha menjalankan perannya sebagai seorang istri, termasuk memberikan pelayanan ranjang pada suaminya. Tapi rasa
"Saya terima nikah dan kawinnya Fauzia Safarina binti Ahmad Faidhan dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan logam mulia seberat 500 gram dibayar tunai!" "Bagaimana saksi?" "SAH!!" Semua yang menyaksikan akad tersebut langsung mengucapkan hamdalah. Tanda syukur kalau akad nikah sudah berlangsung lancar tanpa hambatan berarti. Daffa melirik Fauzia yang duduk di sampingnya. Segurat senyum tercetak di wajah Daffa. Kebahagiaan begitu terasa ketika akhirnya dia membayar tunai wanita yang perlahan memasuki dan menempati ruang tersendiri di hatinya. Lamunan Daffa terhenti ketika Reza memberikan kotak beludru berisi cincin pernikahan mereka. Daffa mengambil sebuah cincin putih bertahtakan berlian lalu memasangkannya di jari manis Fauzia. Wanita itu pun melakukan hal sama, memasangkan cincin dengan bahan berbeda ke jari manis suaminya. Kemudian Fauzia mencium punggung tangan Daffa dengan takzim. Hati Daffa bergetar mendapatkan ciuman tanda bakti seorang istri pada suami. Sud