Mayla turun dari mobil merahnya, ia hanya mengamati rumah yang berada tepat di hadapannya. Entahlah Mayla langsung jatuh cinta ketika melihat rumah bercat putih dengan halaman yang tidak begitu luas tapi terlihat sangat nyaman. Apalagi halaman rumah itu di tanami berbagai macam tanaman yang menambah kesejukan mata.Rumah ini terlihat bertema minimalis modern. Aku harus mencari informasi kemana tentang rumah ini. Tidak ada nomor telepon atau alamat yang bisa aku datangi atau hubungi. Apa jangan-jangan rumah ini tidak di sewakan. Mayla masih berdiri sejak tadi masih berharap ada yang bisa ditanyainya. Pos satpam kenapa juga tak ada yang jaga, atau mungkin satpam perumahan ini sedang keluar. Cobalah aku tunggu siapa tahu aku bisa dapat informasi tentang rumah ini.“Sedang apa berdiri disini?” Sontak Mayla terjaga dari lamunannya. Dia langsung menengok kearah suara yang menegurnya.“Maaf, Pak saya cuma mau tanya informasi tentang rumah ini,” jawab Mayla sopan pada laki-laki yang berdiri d
Tak seperti biasa Saka keluar ruangan lebih cepat dari jam kerja yang di tentukan di kantornya. Kebetulan Ayu yang nerjalan dari pantry melihat Saka yang berjalan menuju lobi.“Pak Saka udah mau pulang,” teriak Ayu begitu melihat Saka.Saka menghentikan langkahnya karena mendengar suara Ayu yang mengurnya.Dia menghembuskan nafasnya kasar. “Lain kali engak usah teriak bisa enggak. Lagian kamu ini enggak sopan banget,” jawab Saka.“Ma---maaf, pak tadi saya spontan saja menegur Bapak.”“Iya sudah kamu ikut saya sekalian. Ada yang mau saya bicarakan dengan kamu,” ucap Saka.Seketika semua mata tertuju pada Ayu. Ayu terlihat salah tingkah di tatap seperti itu oleh karyawan lainnya. Tapi Ayu juga tak mampu menolak perintah Pak Saka. Perlahan Ayu melangkahkan kakinya.“Baik, Pak saya ambil tas dulu.”Ayu pun segera berjalan menuju ruangannya dari pada menjadi pusat perhatian. Ayu pun meyadari akan kesalahan sikapnya yang barusan ia lakukan.Sepanjang perjalanan Ayu lebih banyak diam, dia ma
“Tumben kamu di rumah?” sapa Mama yang melihat Arun masih berdiam di rumah.“Arun agak enggak enak badan,” jawab Arunika.“Kalau sakit cepat minum obat atau berobat ke dokter. Jangan suka melihara sakit,” saran Mama datar.“Cuma kecapekan, Ma. Nanti juga baikan. Arun mau ke kamar dulu ya, Ma.”Katanya enggak enak badan. Di suruh berobat enggak mau.TOK! TOK! TOK!“Pasti itu Bu Ijah.” Mama Arun langsung melengkah dan membukakan pintu.“Sudah saya tunggu dari tadi, Bu. Bu, Arun lagi di kamarnya jadi nanti kita harus hati-hati buat kuenya jangan sampai dia tahu rencana kita,” bisik Bu Erika.Bu Ijah dan Bu Erika segera ke dapur dan segera mempersiapkan suprise buat Arunika. Beruntunglah Arunika tak keluar sama sekali.“Akhirnya selesai juga ya, Bu.b Sekali lagi makasih ya atas bantuannya. Pokoknya bulan ini gaji Bu Ijah saya kasih dobel,” ujar Mama dengan wajah sumringah karena rencananya berjalan lancar.“Bu, tapi saya kok kawatir ya sama Mbak Arun,” celetuk Bu Ijah.Bu Erika mengeryit
Ting...Sebuah pesan masuk ke ponsel Ayu. Ayu lalu meraih ponselnya. [Saya cuti tiga hari, tolong cancel semua janji saya] Saka.Ayu meletakkan potonagn roti sarapannya hari ini, sesaat ia pandangi pesan yang tertera di layar ponselnya.Pak Saka kenapa ya? kok mendadak gini cuti. Apa dia sakit, tapi kemarin baik-baik aja kok. Ingin sekali Ayu menghubungi atasannya itu, tapi tiba-tiba ada keraguan di hatinya. Enggak usah sajalah nanti di kira aku kepo sama urusan Pak Saka. Dia ‘kan orang anehnya aneh. Ayu pun mengurungkan niatnya dan segera menghabiskan sarapan paginya..Karena Saka cuti hari ini Ayu agak sedikit santai.[jangan mentang-mentang saya cut kamu berangkat ke kantor seenakknya] SakaMata Ayu membulat membaca pesan di ponselnya. Pak Saka kenapa bisa tahu kalau aku punya niat berangkat ke kantor agak siang. Ayu pun bergegas mengambil tas kerjanya dan meninggalkan rumahnya. “Bu Ayu, Pak Saka tumben belum datang. Ini ada berkas yang harus di tanda tangani,” ucap salah saty ka
Dari awal aku sebenarnya ragu untuk menuruti kemauan Mas Karto, tapi karena keadaan ekonomi dan aku juga harus membayar utang keluarga akibat ulah Mas Karto aku tak punya pilihan lain. Saat itu Mas Karto mengenalkanku pada Pak Dirga. Mas Karto bilang kalau Pak Dirga adalah orang yang akan mencarikanku kerja. Aku pun mengikuti semua perintah Pak Dirga, dan ketika Pak Dirga memberiku sebuah kain putih yang aku tak tahu isinya apa aku tak mampu menolaknya. Pak Dirga hanya mengatakan jika aku tak boleh melepas kain itu dari leherku. Bungkusan kain kecil itu memang di beri tali sehingga aku bisa menggunakannya seperti kalung. Saat itu aku yang benar-benar bodoh tak tahu menahu apa itu jimat atau segala klenik hanya mengikuti semua kemauan Pak Dirga. Awal datang ke rumah Pak Saka aku berusaha menutupi rasa gugupku, aku tak menyangka jika orang yang harus aku awasi sebaik ini. Pak Saka menyambutku dengan baik, bahkan dia langsung menerimaku bekerja di rumahnya. Pak Saka juga memberikanku s
“Gimana keadaanmu?” tanya Mama Arun yang melihat Arun duduk di belakang rumah sambil menikmati udara pagi.“Udah baikan, Ma. Besok Arunudah ke toko,” jawabnya.“Jangan dipaksakan lagian di sana juga sudah ada Winda.”“Iya, Bu, tapi di rumah terus bosan,’ sahut Arun.Bu Erika hanya menatap anaknya. “Run, bagaimana kalau kita menambah karyawan untuk membuat kue,” usul Mamanya. “Terserah Mama saja,” jawab Arun datar. “Kamu marah sama Mama, karena kemarin Mama bersama Saka,” ucap Mama. “Arun tak punya alasan apapun untuk marah ke Mama, Arun tahu semua di luar dugaan Mama. “Mama juga kaget ketika ketemu Saka,” lirih Mama. “Sebelumnya Arun sudah tahu kalau Saka tinggal di kota ini, kalau enggak salah dia tinggal di perumahan dekat toko roti kita,” jelas Arun pada Mamanya.Mama Arun menautkan kedua alisnya. “Lalu apa rencana kamu, Run?” “Maksud Mama tanya seperti itu?” “Iya dulu kamu pergi ‘kan tanpa pamit dan sekara
“Permisi,” ucap Asih pada Winda.“Eh, kalau enggak salah kamu yang kemarin kesini beli kue ‘kan? tabya Winda begitu melihat Asih yang berdiri di hadapannya.“Kamu masih ingat saya,” ucap Asih.“Ingat lah karena kamu bingung mau milih kue,” ucap Winda sambil tertawa.“Apa benar toko ini butuh karyawan?” tanya Asih dengan wajah ragu“Ya iyalah menurut kamu Mbak Arun bercanda. Tapi yang mau kerja sampai malam,” jelas Winda.Aku ingin sekali kerja di sini, lagian kerjaan di rumah Pak Saka juga tidak terlalu banyak. “Gimana, apa Mbak berminat kerja di sini?” “Iya, saya berminat. Besok saya kabari lagi ya, Mbak. Semoga rejeki saya,” ucap Asih penuh harap. Asih langsung pergi meninggalkan toko roti milik Arunika. Asih mengurungkan niatnya untuk belanja di toko swalayan langganannya. Saat ini yang ada dalam pikirannya Pak Saka akan memberinya ijin bekerja di toko roti.*** Asih masih tak bergeming dari tempatnya dia sedang memikirkan cara bagaimana menyam
Entah yang keberapa kali Asih pindah tempat duduk. Perasaannya tak karuan menunggu Arunika datang. Pembeli yang sedari tadi datang membuat Winda tak bisa menemani Asih. Air mineral yang Asih bawa pun sudah tandas tak bersisa. “Kamu kenapa gelisah gitu?” tanya Winda setelah tak ada pembeli yang datang. “Enggak apa-apa. Saya cuma takut aja kalau enggak keterima kerja.” “Belum juga ketemu Mbak Arun, tapi aku yakin kamu di terima kerja di sini karena sejak lowongan kerja di sini di buka cuma kamu yang datang melamar,” jelas Winda. “Kamu enggak bohong ‘kan?’ tanya Asih begitu mendengarr penjelasan Winda. “Memang wajahku ada tampang pembohong ya?” tanya Winda balik. “Bukan gitu maksudku. Cuma aneh aja.”Winda hanya mengangkat kedua bahunya mendengar perkataan Asih. “Tu, yang kamu tunggu datang juga,” ucap Winda sambil menunjuk kearah perempuan yang datang menuju toko roti. “Hai, Win. Maaf ya aku