“Bagaimana bisa ada seorang siren yang tinggal di sini? Lalu peri yang kemarin bahkan belum berhasil tertangkap! Aku enggak mengerti kenapa kita harus mengerjar spesies-spesies aneh itu.”
“Sial, aku pasti bakal dipecat jika aku enggak bisa menemukan mereka sekarang. Kalau saja aku enggak butuh uang, aku enggak akan mengambil pekerjaan kayak gini.”
Namika sontak menarik tangan Aruna. Dia tidak tahu apa yang terjadi namun entah mengapa dia merasa jika orang-orang itu mengincar Aruna. Namika juga tidak yakin dia bisa menghadapi mereka.
Kedua remaja itu kemudian berjalan masuk ke dalam villa Namika. Gadis itu menutup pintu villa dengan jantung yang berdebar. Apakah dia harus menghubungi Tante Mutia?
Namika menelan ludahnya. Jika Tante Mutia mengetahui masalah ini, kemungkinan besar tantenya itu akan menyuruhnya untuk kembali. Namika masih belum mau berpisah dengan Aruna.
Ia pun mengambil beberapa bahan masakan dan mulai mengolah makanan itu. Dia bahkan tidak sadar jika Aruna sudah membantunya sejak tadi. Laki-laki itu tampaknya sadar jika Namika masih berada di dalam dunianya sendiri.
“Kamu mau bikin nasi goreng ya?” tanya Aruna. Namika tersentak dan mengangguk pelan.
“Orang-orang tadi memang sering pergi ke sini ya? Mereka kelihatannya mencurigakan,” celetuk Namika.
Aruna mendesah pelan. “Aku hanya bisa mengatakan kalau kamu harus menghindari orang-orang itu. Aku enggak bisa memberi tahu apa yang terjadi untuk saat ini.”
Namika tahu jika dia tak boleh memaksa Aruna untuk memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dari pikiran mereka, ada sesuatu yang harus Namika tanyakan pada tantenya.
Tante Mutia memang pernah memberi tahu jika makhluk selain manusia itu ada, namun Namika tak pernah mempercayainya. Namika menganggap jika makhluk seperti itu hanya berada di dimensi lain.
Agak ironis memang. Namika mempercayai adanya multiverse, namun dia menganggap makhluk seperti siren dan peri itu mustahil.
Aruna memutuskan untuk memasak nasi goreng itu dan menghidangkannya pada dua buah piring. Namika mengucapkan terima kasih dan segera memakan nasi goreng itu. Matanya melihat Aruna yang sedang makan dengan tenang.
“Ini baru pertama kalinya kamu masuk ke villaku ya? Maaf ya tadi aku kepikiran sesuatu, jadi aku enggak bisa fokus masak,” ucap Namika dengan nada merasa bersalah.
“Santai aja. Kamu kayaknya masih kaget karena baru di sini. Tapi yah, karena di sini sepi, makanya di sini enggak terlalu aman sih. Tapi aku tahu kalau tantemu sudah mengantisipasi hal itu,” jawab Aruna.
Mereka berdua kemudian makan dalam keheningan. Namika terus memikirkan apa yang bisa ia jadikan sebagai topik pembicaraan. Namika tidak mau kedatangan Aruna ke villanya menjadi sia-sia.
“Kamu mau nonton film bareng?” tanya Namika. Dalam hatinya, Namika ingin memukul dirinya sendiri karena ia yakin jika Aruna tidak akan menyetujuinya. Aruna sepertinya bukan orang yang seperti itu.
“Ayo,” jawab Aruna. Namika segera menarik tangan Aruna untuk pergi ke sofa panjang dan segera merebahkan badannya. Film yang mereka pilih pun mulai berjalan.
Namika berusaha menahan keinginannya untuk memegang tangan Aruna dan merangkulnya. Aruna tampak sangat fokus dengan film itu. Sial, Namika yakin dia harus menonton ulang untuk mengerti jalan ceritanya.
Film itu pun selesai dan matahari sudah mulai tenggelam. Aruna meregangkan badannya dan tersenyum. “Aku mau pulang dulu ya, kalau ada apa-apa, kamu bisa ke villaku,” ucap Aruna.
Namika mengangguk. “Tapi kalau misalkan aku ke villamu cuma buat main doang boleh kan?”
Aruna terkekeh. “Boleh dong. Nanti kita main game bareng ya. Aku bakal ajarin kamu cara mainnya.”
Namika pun mengantarkan Aruna sampai ke pintu depan. Ia merasa sedikit tidak rela karena Aruna harus pulang. Namun semuanya berubah ketika Aruna tiba-tiba mengusap rambutnya dengan lembut.
“Aku pulang dulu ya, sampai jumpa,” ucap Aruna. Namika hanya dapat mengangguk kaku dan segera menutup wajahnya ketika ia sadar bahwa wajahnya memerah.
***
Keesokan harinya, Namika tak melihat Aruna. Biasanya ia dapat melihat bayangan Aruna dari balkon kamarnya, namun sepertinya laki-laki itu tidak berrniat untuk keluar dari villanya.
Namika mengembuskan napasnya. Sepertinya orang-orang itu memang memiliki pekerjaan tertentu yang menganggu Aruna. Namika mengembuskan napasnya dan menatap kakinya yang berada di kolam renang.
Suhu udara di bulan Maret memang mulai panas dan Namika yakin dia akan benar-benar menenggelamkan seluruh badannya saat bulan Juni. Itu terdengar sangat menyenangkan.
Namika menatap beberapa bahan makanan yang ada di kulkas. Sepertinya hari ini dia harus keluar untuk membeli bahan makanan. Dia segera meraih kunci mobilnya dan pergi ke swalayan.
Villa Namika memang lumayan jauh dari pusat kota, jadi dia membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk tiba di sana. Suara bising kembali memenuhi kepala Namika dan ekspresi gadis itu menjadi datar.
Ia memasukkan beberapa bahan makanan ke dalam troli dan tanpa sadar ia kembali teringat pada Aruna. Apa makanan yang laki-laki itu sukai? Namika berusaha menebak-nebak sambil melihat bahan makanan.
Namika baru sadar jika ia benar-benar tak mengetahui apa pun tentang Aruna. Dia bahkan tak memiliki nomor atau media sosial Aruna. Namika mengerutkan keningnya ketika ia menyadari hal itu.
“Mungkin dia orangnya private banget kali ya? Yah enggak bisa menyalahkan sih. Kita kan baru kenal empat hari,” dengkus Namika.
Gadis itu kemudian memasukkan beberapa bahan makanan secara acak dan segera membayarnya. Namika membuka bagasi mobilnya dan memasukkan barang belanjaannya itu.
Ia menghidupkan mesin mobil dan mengembuskan napasnya. Entah mengapa dia belum ingin kembali ke villa. Namun dia harus meletakkan beberapa frozen food yang ia beli.
Dengan setengah hati, Namika mengendarai mobilnya dan kembali ke villa. Ia segera merapikan bahan-bahan makanan itu dan merebahkan badannya di kursi balkon. Angin pantai menyapu wajahnya dengan lembut.
Namika dapat melihat beberapa orang yang berjalan di pinggir pantai. Sayangnya, dia sama sekali tidak melihat Aruna. Namika mengambil ponselnya dan melihat beberapa notifikasi yang masuk.
Ia tersenyum ketika menyadari bahwa itu adalah Alora dan Yumi. Kedua temannya itu sepertinya juga sedang menikmati liburan mereka. Masa SMA memanglah masa yang sangat melelahkan.
“Kayaknya mereka lagi jatuh cinta juga deh,” ucap Namika sambil menggulir layar ponselnya. Ia melihat Alora dan Yumi yang terus menulis tweet yang berhubungan dengan cinta.
Sebuah lagu kemudian terputar di speaker yang ia hidupkan. Pandangannya pun menjadi jauh ketika ia mendengar sebuah lirik dari lagu yang sangat ia sukai.
“I should tell you to leave cause I, know exactly where it leads but I, watch us go round and round each time,” senandung Namika. Gadis itu tahu jika dia akan menyanyikan lagu itu tiga bulan ke depan.
Ia pun memeluk kakinya dan menatap pohon yang terkena angin. Tiba-tiba ia menjadi sedih karena ia tahu jika kisah mereka tidak akan berakhir dengan bahagia.
“Tapi ini akan menjadi kenangan yang enggak akan terlupakan. Aku juga udah terlanjur suka sama dia,” lanjutnya.
Namika kemudian membayangkan bagaimana keadaan mereka selanjutnya. Apakah mereka bisa berpacaran? Namika menyukai night drive. Mungkin dia bisa mengajak Aruna untuk melakukan itu.
Mungkin Namika juga bisa menikah dengan Aruna. Namika akan tinggal di Kanada dan bermain salju dengan Aruna. Tanpa sadar pipinya memerah ketika dia memikirkan hal itu.
Namun semua khayalan itu menghilang ketika dia menyadari bahwa hal itu sepertinya akan mustahil. Sampai saat ini, Namika tak mengetahui hubungan asli Aruna dan Sirius.
Bagi Namika, Sirius adalah orang yang sangat mencurigakan. Namika bahkan tidak mau menatapnya karena ia malas berhubungan dengan orang itu. Namika kemudian mengerutkan keningnya ketika ia mengetahui sesuatu.
Namika kemudian menyadari jika dia tak pernah bisa membaca pikiran Sirius. Dia mengira jika dia tak bisa membacanya karena pertemuan mereka yang singkat. Namun, kemampuan Namika sudah sangat meningkat sehingga ia benar-benar bisa membaca pikiran orang selama masih dalam radiusnya. Namika kemudian menelan ludahnya.
Namika melirik beberapa orang yang kini sedang berdiam di villa yang Alora sewa. Entah mengapa gadis itu tiba-tiba merencanakan sesuatu yang sangat mendadak seperti ini."Jadi.. Kita sekarang mau ngapain?" tanya Yumi bingung.Alora tertawa kecil. "Ngapain aja juga boleh. Kalau aku sih hari ini mau minum aja. Dapet wine yang manis banget nih."Namika melirik Archie yang sedang menghisap vapenya. Laki-laki itu sama sekali tidak merasa canggung walaupun mereka berempat menatap Archie dengan tatapan bingung."Ini kalian berdua udah baikan apa gimana?" tanya Namika.Archie terdiam sejenak dan menatap Namika. "Hmm, mungkin bisa dibilang gitu? Aku tahu kok kalau kamu sama Yumi masih ngerasa enggak nyaman sama aku.""Masalahnya kamu tuh brengsek banget, tahu. Untung aja waktu itu kamu sogok aku pakai uang. Kalau enggak, mungkin sampai sekarang kamu juga masih belum aku maafin," sahut Arjuna.Aruna mengangguk setuju. "Yaudahlah. Minta rokok dong, Juna. Masih pusing banget nih ngurusin anggota
Namika menatap kedua kakinya yang terbenam di kolam renang. Rasanya sangat aneh karena untuk pertama kalinya, hidupnya terasa tenang lagi. Kejadian kemarin terasa seperti mimpi buruk."Aku yakin kalau aku pasti udah mati kalau kekuatannya Tante Mutia enggak aktif," komentar Aruna. Paha laki-laki itu masih terlihat sangat menyeramkan karena luka yang disebabkan oleh Luke."Jujur aku kaget banget kemarin. Ternyata Tante Mutia masih bisa melampaui batasannya dia. Yah, walaupun lumayan terbatas karena untuk lawan yang kuat, kekuatannya enggak bisa jadi pasif."Laki-laki itu mengusap rambut Namika dengan lembut. "Aku bersyukur deh, kamu enggak ada luka sama sekali. Tante Mutia lumayan parah lukanya, mana psikisnya juga lumayan terluka gara-gara Luke."Namika memang sempat melihat kondisi Mutia sekilas. Namun, dia harus mendapatkan perawatan sehingga Namika meninggalkannya di kamar. Namika melirik paha Aruna."Kamu kenapa enggak minum mithril aja? Kan pasti langsung sembuh?" tanya Namika. D
Mutia menatap Luke yang sedang merangkulnya. Siapa pun yang melihat mereka sekarang pasti berpikir jika mereka berdua adalah kekasih. Yah, mereka tidak salah jika itu terjadi sepuluh tahun yang lalu.Perempuan itu tidak mengerti kenapa Luke sampai harus melakukan ini. Mutia sangat yakin jika Luke masih memiliki akal yang sehat walaupun dia memang posesif saat mereka berpacaran."Sebenarnya ilmu hitam apa yang kau gunakan sampai kau bisa bangkit dari kubur?" tanya Mutia dengan sedikit malas. Entah apa yang harus dia lakukan supaya Luke mau membiarkannya pergi."Yah, entahlah. Ilmu hitam ini berasal dari para roh yang sudah mati. Kau tahu jika pengguna ilmu hitam akan tetap berada di dunia ini jika mereka belum melepaskan ilmu hitamnya, bukan?"Mutia mengernyit. "Aku tahu. Tapi roh? Bukankah mereka tidak bisa mati selama mereka belum melepaskan ilmu hitam mereka itu? Lalu gimana bisa kamu mengambil itu dari mereka?"Luke menyentil dahi Mutia. "Bukannya aku sudah bilang jika aku adalah s
Mutia menatap air laut yang terus menerjang. Kini dia sudah menjadi orang dewasa, namun masa lalu tidak pernah berhenti mengejarnya. Rasanya sangat menyebalkan. Tentu saja Mutia tidak dapat melupakan titik-titik terendah dalam hidupnya. Dia masih mengingat bagaimana sakit yang ia rasakan saat dia sadar bahwa dia dan Galen tidak ditakdirkan untuk bersama selamanya. Saat itu Mutia yakin jika Galen hanya akan menjadi salah satu orang yang pernah hadir dalam hidupnya. Mutia sudah ikhlas dengan kenyataan itu dan menjalani hari-harinya seperti biasa. Kedatangan Angkasa membawa angin segar ke dalam kehidupan Mutia. Laki-laki yang pintar memasak itu selalu berhasil membuat Mutia tersenyum. Mutia bahkan mengira jika Angkasa akan menjadi pasangan hidupnya. Sayangnya khayalannya itu menghilang saat Angkasa meninggal karena tabung gas yang meledak. Saat itu Mutia merasakan sakit yang lebih daripada saat dia tahu bahwa dia dan Galen tidak bisa bersama. Ibu Namika adalah seseorang yang membuat
Namika membuka pintu gerbang villanya dan menatap Tante Mutia yang terlihat sangat lelah. Perempuan itu mengerutkan keningnya dan segera mempersilahkan tantenya itu untuk masuk. “Tante kenapa?” tanya Namika khawatir. Gadis itu tidak pernah melihat Mutia dengan kondisi yang sangat berantakan seperti itu. Mutia mengembuskan napasnya dan menatap langit-langit villa. Dia tidak tahu apakah dia bisa mengungkapkan hal itu kepada Namika. Tapi Mutia tahu jika Namika harus mengetahui hal itu. “Luke yang selama ini kalian bilang.. Aku kenal sama laki-laki itu,” ucap Mutia sambil memejamkan matanya. Tubuh Namika langsung menegang ketika Tante Mutia mengatakan itu. Dia dan Aruna memang sudah menduganya, tapi ia tidak menyangka jika Tante Mutia akan menceritakannya secepat ini. “Aku juga enggak tahu kenapa dia ganti nama jadi Luke. Waktu kita pacaran, namanya dia Galen,” lanjut Tante Mutia. Namika membulatkan matanya dan menahan napasnya sejenak. Namun, dia tetap duduk di samping tantenya dan
Mutia menggigit bibirnya ketika ia mendengar kabar dari Namika. Ia semakin yakin jika tujuan utama Luke adalah dirinya. Namun kenapa dia dulu sering menyerang Aruna? Tangannya memegang setir dan jantungnya tidak berhenti berdebar. Mutia sudah mengalami pahit dan manisnya hidup walaupun ia bahkan belum mencapai kepala tiga. Lagu yang mengalun di radio pun ia abaikan. Menjadi seseorang yang memiliki hadiah memang membuat hidupnya tidak pernah tenang. Kini Mutia menjadi takut jika Namika akan mengalami hal yang sama dengan apa yang dia rasakan. Pandangannya menatap matahari yang mulai tenggelam. Ah.. Sebuah kenangan tiba-tiba muncul di ingatannya. Sebuah ingatan yang ingin dia lupakan, karena hubungan mereka yang memburuk. Bukannya Mutia membenci hubungan Aruna dan Namika, hanya saja dia melihat mereka setiap dia melihat pasangan itu. Dia melihat mereka yang tidak bisa menyatu karena takdir. “Apa yang bakal terjadi kalau aku enggak pernah pergi ke sini ya?” gumam Mutia pelan. Itu su