Mutia menatap Luke yang sedang merangkulnya. Siapa pun yang melihat mereka sekarang pasti berpikir jika mereka berdua adalah kekasih. Yah, mereka tidak salah jika itu terjadi sepuluh tahun yang lalu.Perempuan itu tidak mengerti kenapa Luke sampai harus melakukan ini. Mutia sangat yakin jika Luke masih memiliki akal yang sehat walaupun dia memang posesif saat mereka berpacaran."Sebenarnya ilmu hitam apa yang kau gunakan sampai kau bisa bangkit dari kubur?" tanya Mutia dengan sedikit malas. Entah apa yang harus dia lakukan supaya Luke mau membiarkannya pergi."Yah, entahlah. Ilmu hitam ini berasal dari para roh yang sudah mati. Kau tahu jika pengguna ilmu hitam akan tetap berada di dunia ini jika mereka belum melepaskan ilmu hitamnya, bukan?"Mutia mengernyit. "Aku tahu. Tapi roh? Bukankah mereka tidak bisa mati selama mereka belum melepaskan ilmu hitam mereka itu? Lalu gimana bisa kamu mengambil itu dari mereka?"Luke menyentil dahi Mutia. "Bukannya aku sudah bilang jika aku adalah s
Namika menatap kedua kakinya yang terbenam di kolam renang. Rasanya sangat aneh karena untuk pertama kalinya, hidupnya terasa tenang lagi. Kejadian kemarin terasa seperti mimpi buruk."Aku yakin kalau aku pasti udah mati kalau kekuatannya Tante Mutia enggak aktif," komentar Aruna. Paha laki-laki itu masih terlihat sangat menyeramkan karena luka yang disebabkan oleh Luke."Jujur aku kaget banget kemarin. Ternyata Tante Mutia masih bisa melampaui batasannya dia. Yah, walaupun lumayan terbatas karena untuk lawan yang kuat, kekuatannya enggak bisa jadi pasif."Laki-laki itu mengusap rambut Namika dengan lembut. "Aku bersyukur deh, kamu enggak ada luka sama sekali. Tante Mutia lumayan parah lukanya, mana psikisnya juga lumayan terluka gara-gara Luke."Namika memang sempat melihat kondisi Mutia sekilas. Namun, dia harus mendapatkan perawatan sehingga Namika meninggalkannya di kamar. Namika melirik paha Aruna."Kamu kenapa enggak minum mithril aja? Kan pasti langsung sembuh?" tanya Namika. D
Namika melirik beberapa orang yang kini sedang berdiam di villa yang Alora sewa. Entah mengapa gadis itu tiba-tiba merencanakan sesuatu yang sangat mendadak seperti ini."Jadi.. Kita sekarang mau ngapain?" tanya Yumi bingung.Alora tertawa kecil. "Ngapain aja juga boleh. Kalau aku sih hari ini mau minum aja. Dapet wine yang manis banget nih."Namika melirik Archie yang sedang menghisap vapenya. Laki-laki itu sama sekali tidak merasa canggung walaupun mereka berempat menatap Archie dengan tatapan bingung."Ini kalian berdua udah baikan apa gimana?" tanya Namika.Archie terdiam sejenak dan menatap Namika. "Hmm, mungkin bisa dibilang gitu? Aku tahu kok kalau kamu sama Yumi masih ngerasa enggak nyaman sama aku.""Masalahnya kamu tuh brengsek banget, tahu. Untung aja waktu itu kamu sogok aku pakai uang. Kalau enggak, mungkin sampai sekarang kamu juga masih belum aku maafin," sahut Arjuna.Aruna mengangguk setuju. "Yaudahlah. Minta rokok dong, Juna. Masih pusing banget nih ngurusin anggota
Namika tidak pernah ingat suasana yang menenangkan seperti ini. Ia menyentuh beberapa barang yang ada di sana dan mendesah pelan. Perhatiannya kemudian teralih kepada orang yang berada di sampingnya. “Kamu yakin mau tinggal di sini selama tiga bulan? Kenapa enggak sama Alora dan Yumi aja?” tanya Tante Mutia. Namika mengembuskan napasnya. “Mereka masih sibuk belajar buat UTBK. Lagian aku di sini buat menenangkan pikiran aku, tan. Ini tempat yang cocok banget buat aku.” Tante Mutia terkekeh dan mengusap kepala Namika. “Tante enggak nyangka kalau kamu bakal mewariskan kekuatan yang kuat. Tapi kamu pasti capek karena kamu enggak bisa menghentikan kekuatanmu.” Mata Namika menatap jauh ke arah ombak yang berdebur. Pantai ini sangatlah sepi, bahkan Namika tidak melihat ada orang di sana. Perhatiannya mengarah pada beberapa villa yang ada di sebelah. “Di sebelah ini ada orang semua ya?” tanya Namika. Ia dapat mendengar suara orang yang berbicara namun sepertinya kekuatannya tidak mencaku
Namika terkejut ketika mendengar suara bel yang kencang. Ia segera turun ke bawah tanpa memedulikan kondisinya yang masih berantakan. Gadis itu membuka pintu gerbang dan melihat seseorang yang ia kenali.Tante Mutia melambaikan tangannya pelan sambil tersenyum miring. Dengan wajah berkerut, Namika membuka pintu gerbang dan membiarkan Tante Mutia masuk ke dalam.“Kamu baru bangun ya? Tante udah lama banget lho nungguin di depan, tapi gak dibuka-bukain,” celetuk Tante Mutia.Namika mendengkus. “Aku itu enggak bisa tidur di tempat yang baru. Ini aja aku baru tidur jam tiga pagi. Oh iya, sebelum tidur, aku ngelihat ada orang yang berenang di pantai jam tiga pagi. Emangnya gak kedinginan ya?”Tante Mutia mengerutkan keningnya sejenak dan mengembuskan napasnya. “Enggak usah diurusin. Tapi di sini enak banget kan? Tante aja rasanya mau tinggal di sini. Sayang banget ini jauh dari pusat kota.”Gadis itu mencuci wajahnya dan mengeringkannya. Matanya menatap ke arah kolam renang yang berada di
Namika mengedipkan matanya dan menatap langit-langit kamar. Ia akan pergi bersama Aruna hari ini dan itu membuat jantungnya tak bisa berhenti berdebar. Bagaimana mungkin dia bisa mempercayai orang dengan sangat mudah? Tante Mutia mungkin akan memarahinya karena Namika mudah mempercayai orang. Tentu saja itu karena Namika pernah dikhianati oleh orang-orang yang dia percayai. Gadis itu mengerutkan keningnya. Lagi pula dia hanya akan berada di sini selama tiga bulan. Apa yang akan laki-laki itu lakukan? Mengambil uang atau barangnya? Silahkan. Namika tidak peduli. Tapi tentu saja Namika akan merasa sedikit kesal karena itu adalah uang pemberian orang tuanya. Terlahir dari keluarga yang lebih dari berkecukupan membuat Namika merasa jika dia sedikit boros. Ia bangkit dan membersihkan dirinya dengan cepat. Ia menggunakan baju lengan panjang dan celana pendek. Ia menyemprotkan parfum ke pergelangan tangannya dan mencoba meyakini dirinya bahwa dia sudah terlihat baik. “Kenapa aku sampe s
“Bagaimana bisa ada seorang siren yang tinggal di sini? Lalu peri yang kemarin bahkan belum berhasil tertangkap! Aku enggak mengerti kenapa kita harus mengerjar spesies-spesies aneh itu.” “Sial, aku pasti bakal dipecat jika aku enggak bisa menemukan mereka sekarang. Kalau saja aku enggak butuh uang, aku enggak akan mengambil pekerjaan kayak gini.” Namika sontak menarik tangan Aruna. Dia tidak tahu apa yang terjadi namun entah mengapa dia merasa jika orang-orang itu mengincar Aruna. Namika juga tidak yakin dia bisa menghadapi mereka. Kedua remaja itu kemudian berjalan masuk ke dalam villa Namika. Gadis itu menutup pintu villa dengan jantung yang berdebar. Apakah dia harus menghubungi Tante Mutia? Namika menelan ludahnya. Jika Tante Mutia mengetahui masalah ini, kemungkinan besar tantenya itu akan menyuruhnya untuk kembali. Namika masih belum mau berpisah dengan Aruna. Ia pun mengambil beberapa bahan masakan dan mulai mengolah makanan itu. Dia bahkan tidak sadar jika Aruna sudah me
Namika menatap mentai yang sudah ia buat. Sial, mungkin Namika akan menangis jika Aruna menolak makanan ini. Ini adalah salah satu makanan kesukaan Namika dan ia memutuskan untuk memberikan itu pada Aruna. Namika sudah berdiri di pintu depan selama sepuluh menit. Ia masih memikirkan keputusannya. Ia pun mendengkus dan membuka pintu dengan kencang. Ia tiba di villa Aruna dan memencet bel. Ia menunggu Aruna untuk keluar namun dia tampaknya tidak menerima kedatangan seseorang. Dengan berat hati, Namika membalik badannya dan memikirkan apakah dia harus memakan mentai itu atau tidak. Tapi seseorang memegang bahunya dan menahannya untuk tidak berjalan. Namika membalik badannya dan terkejut ketika melihat Aruna dengan rambut yang masih basah. “Maaf lama, tadi aku masih mandi,” ucap Aruna dengan napas terengah-engah. Namika dapat melihat air yang masih menetes dari rambutnya. “Eh, aku yang minta maaf! Kayaknya aku terlalu pagi ke sini ya?” tanya Namika. Ia benar-benar salah tingkah karen