Beranda / Fantasi / Mistpouffer / Bab 3 : Perkenalan

Share

Bab 3 : Perkenalan

Penulis: arawinda
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-30 10:49:27

Namika mengedipkan matanya dan menatap langit-langit kamar. Ia akan pergi bersama Aruna hari ini dan itu membuat jantungnya tak bisa berhenti berdebar. Bagaimana mungkin dia bisa mempercayai orang dengan sangat mudah?

Tante Mutia mungkin akan memarahinya karena Namika mudah mempercayai orang. Tentu saja itu karena Namika pernah dikhianati oleh orang-orang yang dia percayai.

Gadis itu mengerutkan keningnya. Lagi pula dia hanya akan berada di sini selama tiga bulan. Apa yang akan laki-laki itu lakukan? Mengambil uang atau barangnya? Silahkan. Namika tidak peduli.

Tapi tentu saja Namika akan merasa sedikit kesal karena itu adalah uang pemberian orang tuanya. Terlahir dari keluarga yang lebih dari berkecukupan membuat Namika merasa jika dia sedikit boros.

Ia bangkit dan membersihkan dirinya dengan cepat. Ia menggunakan baju lengan panjang dan celana pendek. Ia menyemprotkan parfum ke pergelangan tangannya dan mencoba meyakini dirinya bahwa dia sudah terlihat baik.

“Kenapa aku sampe segininya cuma gara-gara jalan sama dia ya?” gumam Namika kecil. Dia merasa sedikit malu karena dia terlalu memperhatikan penampilannya.

Namika mengambil sebuah snack dan memakannya dengan asal-asalan. Setidaknya maag yang dia miliki tidak akan kambuh ketika dia sedang bersama Aruna. Itu akan terasa sangat memalukan.

Gadis itu dapat mendengar sebuah ketukan dari pintu villa yang menembus ke pantai. Dengan jantung yang berdebar, Namika membuka pintu itu. Ia pun langsung melihat Aruna dengan baju yang agak berbeda dari biasanya.

Pipi Namika memerah. Sepertinya bukan hanya dia yang memperhatikan penampilan kali ini. Aruna tersenyum dan Namika merasa jika dia ingin pingsan ketika melihat senyuman itu.

“Mau pergi sekarang?” tanya Aruna dan Namika mengangguk dengan cepat. Dua remaja yang baru beranjak dewasa itu pun berjalan berdampingan.

Namika dapat melihat beberapa orang yang sedang berjalan. “Pantai di sini sepi banget ya? Kalo di kota pantainya enggak ada yang sepi. Makanya kadang enggak nyaman aja gitu.”

Aruna terkekeh. “Yah, ada sesuatu yang membuat orang jarang tertarik dengan pantai ini. Bahkan orang lokal juga jarang pergi ke sini.”

Mata Aruna memiliki warna seperti biru laut. Yang menyebalkan, Namika juga menyukai warna biru. Bertambahlah satu alasan kenapa Namika menyukai Aruna.

Namika kemudian mengalihkan pandangannya ketika Aruna tampaknya menyadari bahwa Namika melihatnya. Walaupun hari masih pagi, Aruna bisa merasakan cahaya matahari yang menyengat kulitnya.

“Di sini memang panas banget kalau lagi musim kemarau. Bawaannya pasti pengen mandi terus,” kekeh Aruna ketika melihat Namika yang menutupi wajahnya.

“Kamu kayaknya udah terbiasa ya?” sahut Namika. Keduanya menatap satu sama lain selama beberapa saat dan Aruna mengalihkan pandangannya.

Laki-laki itu mengangguk kecil. “Aku emang tinggal di sini. Kadang-kadang aku balik ke kota sih kalau Sirius butuh bantuan.”

Tanpa Namika sadari, mereka tiba di sebuah lokasi yang terdapat hamparan bunga. Mulut Namika menganga. “Aku baru tau di sini ada tempat kayak gini. Ini ada yang membudidayakan ya?”

“Kurang lebih begitu. Tapi di sini bukan milik siapa-siapa, jadi aku sering main ke sini. Aku kadang ketiduran di gazebonya sih,” ujar Aruna. 

Ia menarik tangan Namika dengan lembut dan naik ke atas gazebo. Namika kemudian bisa melihat ombak yang berjalan ke pesisir pantai. Ombak itu kemudian pecah dan kembali ke laut.

Tempat itu memang berada di tebing, dan itu membuat pemandangannya menjadi lebih indah. Aruna memperhatikan ekspresi Namika dengan wajah datar. Gadis itu terlihat sangat takjub.

“Sebenernya aku pengen renang di sini, tapi ombaknya keras banget. Belum lagi ini kayak langsung ke laut. Apalagi pasirnya warna hitam. Jadi mikir-mikir kalau mau renang,” desah Namika.

“Aku bisa jaga kamu kok,” ucap Aruna tenang. Namika menatap laki-laki itu dan sedikit tersentak ketika ia melihat Aruna dengan fisik yang berbeda. Namun sedetik kemudian hal itu kembali berubah.

Namika berusaha menyembunyikan keterkejutannya. “Mungkin minggu depan aku bakal coba buat berenang di pantai. Lagi pula aku punya banyak waktu di sini sebelum aku pindah.”

Aruna hanya menjawabnya dengan gumaman. Namika meminum air yang dia bawa dan memotret pemandangan di hadapannya. Benar, pemandangan yang ia maksud adalah Aruna.

Namika menjadi semakin bertanya-tanya dengan asal-usul Aruna. Namun tentu saja Namika tidak akan menemukan jawabannya. Aruna bahkan tidak mengetahui siapa orang tuanya.

“Pasti banyak cewek yang suka sama kamu,” celetuk Namika tiba-tiba. Namika merasa kemampuan membaca pikirannya seperti nonaktif dan itu membuatnya tak mempedulikan pandangan orang lain terhadapnya.

Aruna tersenyum kecil. “Pasti banyak juga sih cowok yang suka sama kamu. Kamu enggak punya pacar ya?” tanya Aruna balik.

Namika tertawa kencang. “Yah, enggak banyak tapi ada aja sih. Kalau untuk pacar, mungkin kamu akan tahu alasan kenapa aku enggak punya pacar,” jawab Namika dengan senyuman penuh makna.

Mereka tahu jika mereka menyembunyikan rahasia dari satu sama lain. Namika juga berniat untuk memberi tahu Aruna tentang kekuatannya. Lagi pula dia akan pergi dari negara ini.

Aruna mengambil sebuah selimut yang ada di sana dan melipatnya sehingga berbentuk seperti bantal. Ia kemudian menepuk bantal itu untuk mengajak Namik ikut merebahkan badannya.

Namika menelan ludahnya dan merebahkan badannya. Angin pantai yang terus berhembus membuat Namika mersa mengantuk. Di sisi lain, Namika merasa dia sedikit pusing karena terus terkena angin.

“Kamu.. mau balik?” tanya Aruna ketika melihat Namika yang memijat kepalanya sendiri. Namun gadis itu menggeleng pelan. Dia ingin menikmati waktu bersama Aruna walaupun badannya sedang tidak enak.

Aruna mengambil tas yang dibawa Namika dan mengambil sebuah kain pantai lalu memakaikannya ke Namika. “Aku yakin kamu bakal terbiasa kalau udah tinggal di sini selama sebulan.”

Namika hanya mengangguk dan tanpa sadar ia tertidur. Aruna menatap perempuan di hadapannya dengan lekat. Dalam sekali lihat saja Aruna tahu jika Namika bukanlah orang biasa. 

Namun ada banyak orang-orang seperti mereka dan Aruna tidak tahu Namika merupakan bagian apa. Mungkin saja gadis itu juga tidak tahu jika dia bukanlah manusia biasa.

Tapi dengan keberadaan Mutia, Aruna meragukan hal itu. Hanya menunggu waktu sampai mereka berdua mengetahui identitas masing-masing.

Mata biru Aruna menatap Namika dengan lekat. Tanpa sadar tangannya sudah mengambil sehelai rambut Namika. Rambutnya terasa sangat lembut dan itu membuat Aruna tak ingin melepaskan tangannya.

Beberapa menit pun berlalu. Namika dapat merasakan tangan seseorang yang mengusap kepalanya. Ia sudah lama tak merasakan hal itu. Sejak orang tuanya pergi ke Kanada, Namika lupa bagaimana rasa sentuhan orang tuanya.

Namika membuka matanya dengan pelan dan ia menyadari jika Aruna lah yang melakukan hal itu. Laki-laki itu tersenyum miring dan Namika tertawa kecil ketika melihat itu.

“Kayaknya kamu punya hobi tersembunyi ya?” tanya Namika sambil mengusap matanya. Aruna tetap tak melepaskan tangannya dan itu membuat jantung Namika semakin berdegup kencang.

“Mungkin bisa dibilang gitu. Aku bener-bener kesepian selama tinggal di sini. Jadi yah, aku senang karena punya orang yang menemani aku.”

Namika tertegun sejenak ketika mendengar hal itu. Aruna terdengar sangat kesepian. Gadis itu ingin bertanya namun dia tahu jika hal itu sudah menyangkut privasi Aruna.

“Kayaknya kita harus cari makan dulu deh. Aku laper banget. Kamu ada rekomendasi makanan enak di dekat sini enggak?” tanya Namika sambil mengalihkan pembicaraan.

“Boleh. Aku jarang beli makanan sih, tapi mungkin aku tahu tempat makan yang cocok dengan seleramu.”

Namika mengerutkan keningnya sejenak. “Jangan bilang kamu mikir kalau aku ini rich kids yang enggak mau makan di pinggir jalan? Aku bakal makan apa pun selama makanan itu memang layak untuk dimakan.”

Well, jujur waktu pertama kali aku ngelihat kamu, aku mikir kalau kamu itu anak orang kaya yang manja banget. Apa lagi kamu bilang kalau kamu bakal tinggal di Kanada. Siapa sih orang yang enggak berpikir gitu?”

Kedua remaja itu pun berjalan dan Namika dapat melihat beberapa orang di pantai. Sepertinya pantai ini tidak sesepi yang dia pikirkan. Tapi ia terkejut ketika Aruna tiba-tiba menarik tangannya.

Namika hendak bertanya namun kepalanya tiba-tiba dipenuhi oleh beberapa pikiran dari orang-orang itu. Aruna melihat ekspresi Namika dan ia tahu jika gadis itu mengetahui sesuatu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mistpouffer   Bab 31 : The Night Is Still Young

    Namika melirik beberapa orang yang kini sedang berdiam di villa yang Alora sewa. Entah mengapa gadis itu tiba-tiba merencanakan sesuatu yang sangat mendadak seperti ini."Jadi.. Kita sekarang mau ngapain?" tanya Yumi bingung.Alora tertawa kecil. "Ngapain aja juga boleh. Kalau aku sih hari ini mau minum aja. Dapet wine yang manis banget nih."Namika melirik Archie yang sedang menghisap vapenya. Laki-laki itu sama sekali tidak merasa canggung walaupun mereka berempat menatap Archie dengan tatapan bingung."Ini kalian berdua udah baikan apa gimana?" tanya Namika.Archie terdiam sejenak dan menatap Namika. "Hmm, mungkin bisa dibilang gitu? Aku tahu kok kalau kamu sama Yumi masih ngerasa enggak nyaman sama aku.""Masalahnya kamu tuh brengsek banget, tahu. Untung aja waktu itu kamu sogok aku pakai uang. Kalau enggak, mungkin sampai sekarang kamu juga masih belum aku maafin," sahut Arjuna.Aruna mengangguk setuju. "Yaudahlah. Minta rokok dong, Juna. Masih pusing banget nih ngurusin anggota

  • Mistpouffer   Bab 30 : Dan, Selesai.

    Namika menatap kedua kakinya yang terbenam di kolam renang. Rasanya sangat aneh karena untuk pertama kalinya, hidupnya terasa tenang lagi. Kejadian kemarin terasa seperti mimpi buruk."Aku yakin kalau aku pasti udah mati kalau kekuatannya Tante Mutia enggak aktif," komentar Aruna. Paha laki-laki itu masih terlihat sangat menyeramkan karena luka yang disebabkan oleh Luke."Jujur aku kaget banget kemarin. Ternyata Tante Mutia masih bisa melampaui batasannya dia. Yah, walaupun lumayan terbatas karena untuk lawan yang kuat, kekuatannya enggak bisa jadi pasif."Laki-laki itu mengusap rambut Namika dengan lembut. "Aku bersyukur deh, kamu enggak ada luka sama sekali. Tante Mutia lumayan parah lukanya, mana psikisnya juga lumayan terluka gara-gara Luke."Namika memang sempat melihat kondisi Mutia sekilas. Namun, dia harus mendapatkan perawatan sehingga Namika meninggalkannya di kamar. Namika melirik paha Aruna."Kamu kenapa enggak minum mithril aja? Kan pasti langsung sembuh?" tanya Namika. D

  • Mistpouffer   Bab 29 : Pembalasan (2)

    Mutia menatap Luke yang sedang merangkulnya. Siapa pun yang melihat mereka sekarang pasti berpikir jika mereka berdua adalah kekasih. Yah, mereka tidak salah jika itu terjadi sepuluh tahun yang lalu.Perempuan itu tidak mengerti kenapa Luke sampai harus melakukan ini. Mutia sangat yakin jika Luke masih memiliki akal yang sehat walaupun dia memang posesif saat mereka berpacaran."Sebenarnya ilmu hitam apa yang kau gunakan sampai kau bisa bangkit dari kubur?" tanya Mutia dengan sedikit malas. Entah apa yang harus dia lakukan supaya Luke mau membiarkannya pergi."Yah, entahlah. Ilmu hitam ini berasal dari para roh yang sudah mati. Kau tahu jika pengguna ilmu hitam akan tetap berada di dunia ini jika mereka belum melepaskan ilmu hitamnya, bukan?"Mutia mengernyit. "Aku tahu. Tapi roh? Bukankah mereka tidak bisa mati selama mereka belum melepaskan ilmu hitam mereka itu? Lalu gimana bisa kamu mengambil itu dari mereka?"Luke menyentil dahi Mutia. "Bukannya aku sudah bilang jika aku adalah s

  • Mistpouffer   Bab 28 : Pembalasan

    Mutia menatap air laut yang terus menerjang. Kini dia sudah menjadi orang dewasa, namun masa lalu tidak pernah berhenti mengejarnya. Rasanya sangat menyebalkan. Tentu saja Mutia tidak dapat melupakan titik-titik terendah dalam hidupnya. Dia masih mengingat bagaimana sakit yang ia rasakan saat dia sadar bahwa dia dan Galen tidak ditakdirkan untuk bersama selamanya. Saat itu Mutia yakin jika Galen hanya akan menjadi salah satu orang yang pernah hadir dalam hidupnya. Mutia sudah ikhlas dengan kenyataan itu dan menjalani hari-harinya seperti biasa. Kedatangan Angkasa membawa angin segar ke dalam kehidupan Mutia. Laki-laki yang pintar memasak itu selalu berhasil membuat Mutia tersenyum. Mutia bahkan mengira jika Angkasa akan menjadi pasangan hidupnya. Sayangnya khayalannya itu menghilang saat Angkasa meninggal karena tabung gas yang meledak. Saat itu Mutia merasakan sakit yang lebih daripada saat dia tahu bahwa dia dan Galen tidak bisa bersama. Ibu Namika adalah seseorang yang membuat

  • Mistpouffer   Bab 27 : Masa Lalu (2)

    Namika membuka pintu gerbang villanya dan menatap Tante Mutia yang terlihat sangat lelah. Perempuan itu mengerutkan keningnya dan segera mempersilahkan tantenya itu untuk masuk. “Tante kenapa?” tanya Namika khawatir. Gadis itu tidak pernah melihat Mutia dengan kondisi yang sangat berantakan seperti itu. Mutia mengembuskan napasnya dan menatap langit-langit villa. Dia tidak tahu apakah dia bisa mengungkapkan hal itu kepada Namika. Tapi Mutia tahu jika Namika harus mengetahui hal itu. “Luke yang selama ini kalian bilang.. Aku kenal sama laki-laki itu,” ucap Mutia sambil memejamkan matanya. Tubuh Namika langsung menegang ketika Tante Mutia mengatakan itu. Dia dan Aruna memang sudah menduganya, tapi ia tidak menyangka jika Tante Mutia akan menceritakannya secepat ini. “Aku juga enggak tahu kenapa dia ganti nama jadi Luke. Waktu kita pacaran, namanya dia Galen,” lanjut Tante Mutia. Namika membulatkan matanya dan menahan napasnya sejenak. Namun, dia tetap duduk di samping tantenya dan

  • Mistpouffer   Bab 26 : Masa Lalu

    Mutia menggigit bibirnya ketika ia mendengar kabar dari Namika. Ia semakin yakin jika tujuan utama Luke adalah dirinya. Namun kenapa dia dulu sering menyerang Aruna? Tangannya memegang setir dan jantungnya tidak berhenti berdebar. Mutia sudah mengalami pahit dan manisnya hidup walaupun ia bahkan belum mencapai kepala tiga. Lagu yang mengalun di radio pun ia abaikan. Menjadi seseorang yang memiliki hadiah memang membuat hidupnya tidak pernah tenang. Kini Mutia menjadi takut jika Namika akan mengalami hal yang sama dengan apa yang dia rasakan. Pandangannya menatap matahari yang mulai tenggelam. Ah.. Sebuah kenangan tiba-tiba muncul di ingatannya. Sebuah ingatan yang ingin dia lupakan, karena hubungan mereka yang memburuk. Bukannya Mutia membenci hubungan Aruna dan Namika, hanya saja dia melihat mereka setiap dia melihat pasangan itu. Dia melihat mereka yang tidak bisa menyatu karena takdir. “Apa yang bakal terjadi kalau aku enggak pernah pergi ke sini ya?” gumam Mutia pelan. Itu su

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status