Emir memutuskan untuk membahas semua persoalan yang terjadi belakangan ini bersama Jasmine setelah mendiami wanita itu selama beberapa hari.
Sehabis kejadian malam penyatuan itu dimana Emir yang mabuk dan tak sadarkan diri, pria itu berubah seketika. Dia menjadi sangat dingin, bahkan enggan menatap Jasmine yang membuat Jasmine bertanya-tanya. Tak jarang perasaan bersalah pun menyelimuti Jasmine karena berpikir dirinya lah yang tidak bisa menjauh setelah ciuman panas yang Emir berikan.
Karena tidak tahu mau memulai dari mana, akhirnya Emir membawa dasi kepada Jasmine yang sedang terduduk di depan meja rias. “Pasangkan.”
Jasmine yang dapat melihat Emir dari pantulan kaca sontak terkejut. Dia berdiri, berbalik, lalu langsung dihadapkan dengan dasi Emir.
“Ambilkan ayamnya untukku.”Jasmine yang sedang memberikan lauk ke piring Andrea pun berhenti. Dalam kondisi bingung, Jasmine memilih mengangguk. Mengambilkan apa yang Emir minta setelah selesai dengan piring Andrea— mereka makan siang bersama di mansion.“Mulai sekarang aku juga ingin dilayani seperti kau melayani Andrea,” jelas Emir sesudah piring-nya terisi makanan.Alis Jasmine naik. Dirinya semakin bingung dengan tingkah Emir, namun Jasmine menganggukkan lagi kepalanya. Itu adalah perintah yang tidak sulit.Setelah acara makan siang selesai, Emir langsung bergegas pergi ke kantor untuk bekerja. Karena paksaan Jasmine di telepon tadi, akhirnya Emir memilih ma
Tidak hanya para orang tua murid, guru-guru juga sampai tidak fokus karena pemandandangan yang tersuguh. Para kaum wanita itu berteriak dalam hati, memuji bagaimana tampannya Emir yang bersandar di pintu mobil dengan tangan yang bersedekap. Tak lupa dengan kacamata yang menjepit hidungnya yang tinggi.Andrea, bocah itu menautkan kedua alisnya bingung sembari berjalan mendekati Emir. Ada apa gerangan pria itu kemari? Dan kemana Ozan yang seharusnya menjemput dirinya?“Apa mereka menahanmu di dalam?” Setelah Andrea sampai di depan Emir, pria tampan itu segera mengeluarkan pertanyaanya. Dia menghela napas, lalu memutuskan untuk berjongkok—menyamakan tinggi mereka.Andrea menggeleng. “Tidak, Dad. Tadi ada tugas tambahan.” Andrea menjawab
Napas Jasmine tertahan karena merasakan tangan Emir sudah melingkar di pinggangnya yang ramping. “Ayo,” ajak Emir. Mereka berjalan melewati karpet merah dengan kilatan-katan kamera yang terus saja bersahutan. Para awak media seperti mendapatkan mangsa yang sangat bagus untuk diterbitkan di halaman pertama.Pemikiran tentang makan malam sederhana langsung Emir tepis karena melihat banyaknya para media yang memenuhi depan hotel layaknya sekumpulan semut. Kalau saja Emir berjalan sendiri, maka sudah pasti kabar miring akan tersebar begitu lancarnya. Syukur saja Emir menuruti saran Deniz yang mengajak Jasmine.“Kenapa dia ada disini?” gumam Emir, melihat Tufan yang sudah duduk di bangku yang berhadapan dengan meja persegi panjang yang amat sangat besar. Rahangnya mengeras emosi. Ternyata Perusahaan Tex
Ig: @arkeiinnSeorang bocah laki-laki berumur 4 tahun berjalan dengan langkah pelan. Bukannya dia masih baru berjalan, tapi bocah itu memang sengaja. Apalagi di depannya sudah ada seorang pria bertubuh besar sedang melayangkan tatapan tajam ke arah dirinya. Bocah itu tidak takut, tetapi malas berhadapan dengan pria itu karena ujung-ujungnya pria itu akan marah.”Jika kau terlambat bangun lagi, aku akan meninggalkanmu!”Beginilah terus setiap hari. Pasti ada saja keributan di mansion mewah ini. Dan yang menjadi pelakunya adalah daddy dan anak laki-laki-nya. Dua manusia berbeda generasi tapi terlihat seperti kembar identik itu saling menatap satu sama lain. Berusaha mengeluarkan tatapan paling menusuk yang mereka miliki.“Tinggalkan saja! Aku bisa pergi dengan Ozan!” sahut bocah laki-laki itu. Walaupun masih tergolong balita, dia sudah punya nyali untuk mengeluarkan amarahnya, bahkan di depan ayahnya sendiri.“Andrea,”
“Andrea Zufran!”Ini adalah ketiga kalinya sang guru memanggil. Tapi sayang, murid yang bernama Andrea tidak menyahut. Yang membuat sang guru akhirnya mengedarkan pandangan ke murid-murid yang juga balik menatapnya.“Dimana Andrea? Kalian melihatnya?” tanya guru itu lagi kepada mereka. Bisa disimpulkan kalau murid-murid yang berada di kelas ini sudah bisa berbicara dan membaca, maka dari itu sang guru bertanya kepada mereka.“Aku tidak tahu, Miss Jas,” jawab seorang perempuan yang duduk di bangku depan.“Kapan kita akan memulainya, Miss?” Lagi, seorang murid laki-laki menyahut. “Jangan cari Andrea. Biar saja dia pergi. Kami tidak membutuhkannya!”Dan betapa terkejutnya guru itu ketika melihat murid-muridnya mengangguk kompak. Sesaat dia ingin menyahut, suara ketukan dari pintu membuat kalimat guru itu berhenti.&n
Jasmine menghela napasnya sesudah puas menatap Andrea yang berdiri di hadapannya selama beberapa menit. Dirinya sibuk berperang dengan otakanya— memikirkan apa yang harus dia lakukan kepada Andrea sebagai bentuk hukuman.“Andrea, ini sudah kesekian kalinya kau tidak mengerjakan tugas rumahmu.” Jasmine menjelaskan pokok masalah mereka. Kelas itu hanya dihuni oleh mereka berdua. Sedangkan murid-murid lain bermain bersama di lapangan sebagai bentuk istirahat. “Sekarang aku ingin mengetahui alasannya. Kau tidak bisa hanya diam seperti yang dulu-dulu .... Apa tugas ini terlalu sulit?”Sudah berminggu-minggu Jasmine mengajar di kelas ini. Menghadapi banyak murid-murid dengan tingkah usil yang beragam. Tapi untuk Andrea. Jasmine selalu geleng-geleng kepala— mencoba untuk bersabar dan berharap kalau Andrea berubah walau kenyataannya tidak. Jasmine kira dengan Andrea yang tidak diberi hukuman, bocah itu akan segera
Jasmine menyesal karena mengiyakan ajakan Andrea. Mereka sekarang sudah berada di depan mansion. Mendadak dirinya bingung. Apa yang harus Jasmine lakukan? Apa dia langsung memberikan surat itu? Apa dia langsung berbicara? Atau bagaimana? Bahkan dirinya tidak lagi fokus dengan bangunan mewah yang pertama kali dirinya lihat langsung. Semuanya tergantikan dengan pertanyaan itu. “Miss Jasmine, kau bisa masuk. Fazilet akan mengantarkanmu.” Fazilet yang memang tugasnya menyambut Andrea mengangguk bingung. Ingin sekali dia membawa Ozan pergi dari sini untuk mengeluarkan segala macam pertanyaannya. Tetapi melihat pria itu yang dari tadi membuang wajah, membuat Fazilet tidak bisa melakukan apapun selain menuruti Andrea. Setelah kepergian mereka, Andrea kembali memfokuskan dirin
“Silakan masuk, Nyonya Jasmine.” Deniz mengangguk kecil setelah membukakan pintu kamar yang akan ditempati Jasmine setelah resmi menyandang gelar sebagai istri Emir. Benar, pernikahan mereka terjadi dengan paksaan. Jasmine terpaksa harus menerima tawaran yang diberikan oleh Emir. Pasalnya pria kejam itu memberitahu kalau Teresa mengidap penyakit jantung yang kapanpun bisa kambuh, apalagi jika mengetahui kabar kalau mereka tak memiliki hubungan apapun. Pernikahan tersebut terjadi di mansion ini. Mansion dengan luas bangunan yang luas sanggup memuat ratusan banyak orang penting dari keluarga dan teman bisnis Emir. Teresa menyiapkannya dengan sempurna sehingga tidak menimbulkan curiga di kepala para tamu Jasmine melirik Deniz dengan tatapan tak suk