Keempat orang itu naik ke mobil operasional, tidak ada yang meracau tentang masalah ini setelah terkena asupan kafein. Mesin mobil pun menderu, dinyalakan oleh Sang Driver. Kemudian, melaju perlahan keluar dari area parkir Nature Chemical. Di jalan besar, kendaraan melaju dengan kecepatan sedang. “Ngomong-omong, apa maksud Pak Karta tadi tentang Bu Rosie?” Bu Diar melirik rekannya itu. “Tidak usah dipikirkan!” jawab Rosie, tatapannya lurus ke depan. “Jangan-jangan Bu Rosie in-,” Kriiit! Tiba-tiba saja Sang Driver mengerem secara mendadak, nyaris membuat badan penumpangnya terjungkal ke depan. “Kenapa, Pak?” tanya Mario pada Sang Driver yang duduk di belakang kemudi tepat di depannya. “Maaf, saya kaget. Sepertinya ada kecelakaan di depan,” jawab Sang Driver. Kesepuluh pasang mata di dalam mobil itu tertuju pada kemacetan di depannya. Sesaat kemudian, suara sirine ambulan terdengan mendekat, melintas di samping kendaraan operasional, menguarai kemacetan. “Padahal di peremp
Rosie membeliak, smartphone masih ditempel di telinganya.“Kenapa?” [Coba tarik saja dulu sampai klaim dari kompetitor dicabut] “Ba-baik!” ucap Rosie lirih. Panggilan pun ditutup. Rosie mengela napasnya pelan lalu bangkit dari tempat duduknya. Bergegas dia keluar untuk mengumumkan perintah dari Pak Harwan. “Perhatian semuanya!” Rosie meninggikan nada. Mengambil perhatian tim departemen pemasaran. Mendengar Rosie, semua yang ada di ruangan itu pun menghentikan sesaat pekerjaannya. Mencurahkan perhatian kepada Sang Manajer.“Kita diperintahkan untuk menarik Youth Serum yang sudah beredar.” Mendengar kabar dari Rosie, semua yang ada di ruangan itu saling tatap bahkan menimbulkan keriuhan kecil mempertanyakan kenapa. “Minoru san!” panggil Rosie seraya mendekat ke Rosie dan berdir di sebelahnya.“Mohon koordinir kepala sales di setiap toko yang sudah menjual Yout Serum.” “Baik!” Mario mengangguk.“Tapi Bu Rosie, kita hampir mengirim Youth Serum keluar Jabodetabek,” sergah salah se
Bruuuk! Tubuh seseorang dihempas hingga membuat kursi lipat di dekat tempat duduk Sang Polisi ambruk.Wajah pria bertopi kupluk hitam itu tampak memar. Pucat, pelipisnya basah karena keringat. Rosie menoleh ke arah pria yang mematung di pintu dan berhasil membuat dirinya tertegun. Pria berparas Korea Selatan yang beberapa hari lalu membuat jantungnya berdegup kencang kali ini datang seperti seorang superhero yang menyelamatkan adiknya. “Dia yang ngejambret!” ucap pria yang baru saja berlaku kasar pada pelaku penjambretan itu. “Lee!” sapa Giesta. Mata wanita itu membeliak. Sama dengan Rosie yang terpukau dengan aksi Lee. Giesta merebut tas tersebut dari tangan pencopet dengan kasar. Dia yakin jika tas di tangan penjambret itu adalah tasnya bahkan sebelum memeriksa isinya. “Wah, persis sama kayak punya Kak Ros. Katanya cuma satu di dunia?” Ethan meledek. Giesta meletakkan tasnya dengan kasar di atas meja. Memeriksa isinya terutama dompet kulit warna hitam. “Benar, ini
Rosie kembali ke ruang kerjanya, sekembalinya dari kantor Nature Chemical dia belum mengerjakan apapun di depan laptop yang terbuka dalam mode tidur. Hari ini, Sang Manajer pemasaran itu begitu terbeban dengan perkara yang terjadi dan mungkin akan berlanjut hingga beberapa waktu ke depan. Meski keputusan untuk menarik produk dari Pak Harwan membuatnya lega, dia tidak dapat menerima jika Youth Serum pada akhirnya berhenti beredar dari pasar. Hanya itu yang membuat Rosie cemas meskipun itu belum terjadi. Rosie melengos asal-asalan, kali ini dia mencoba memfokuskan matanya ke layar. Membuka lembar kerja excelnya dan mulai mengetik laporan yang belum selesai. Seharusnya, bulan ini sudah merilis laporan penjualan Youth Serum, tapi semua tertunda. Bagaimana pun Rosie mencoba berkonsentrasi dalam pekerjaannya hari ini, dia tidak bisa fokus pada data yang hendak dikerjakan. Jadi, dia memutuskan untuk mematikan layar laptop lalu menutupnya. Beranjak dari kursi hidrolik lalu menenteng tas w
Pukul setengah lima sore, tiga puluh menit sebelum jam pulang Rosie kembali ke ruang kerjanya. Buru-buru dia mengemas laptopnya dan kembali keluar untuk mengumpulkan anggota departemen pemasaran. “Semuanya, mohon kumpul sebentar!” perintah Rosie. Mendengar perintah Sang Manajer, orang-orang dari departemen pemasaran itu langsung membentuk setengah lingkaran. “Besok, kita akan melakukan survey di beberapa titik tentang Youth Serum. Hari ini saya akan menyiapkannya. Jadi, mohon bantuannya untuk besok.” “Tapi, Bu. Produk yang sudah ditarik akan kita apakan?” tanya salah seorang wanita berpakaian formal berwajah agak tirus yang usianya masih terbilang muda. “Kita akan gunakan beberapa untuk tester.” “Bagaimana dengan pembandingnya?” “Kita akan siapkan untuk produk dari Nature Chemical yang diklaim sebagai tandingan.” Rosie menjawab pertanyaan sebelum membubarkan timnya. “Itu saja. Mohon bantuannya besok. Waktunya tinggal lima belas menit lagi, silakan bersiap untuk pulang. Terima
Matahari pagi sudah sangat menyengat pagi itu, meski pun masih jam sepuluh Rosie dan beberapa staf dari departemen pemasaran langsung bekerja menebar survey. Mereka memilih tempat di dekat burger van milik Tirta. Bukan tanpa alasan Rosie memilih tempat itu. Selain tempatnya agak ramai, tempat itu adalah jalur pejalan kaki yang biasanya didominasi oleh wanita kantor untuk berjalan kaki menuju tempat kerja mereka masing-masing. Rosie pun ikut andil dalam menyebarkan survey, dia tidak berdiam diri atau mengawasi. “Mohon bantuan untuk isi survey!” begitulah ucapan mereka kepada orang-orang yang lewat seraya menyodorkan selembar kertas yang berisi pertanyaan. Ada yang menolak dan ada juga yang merelakan waktunya sebentar untuk mengisi survey. Entah hari ini beberapa departemen pemasaran terkesan membuang-buang waktu, tapi ini juga adalah hal penting alih-alih menghabiskan waktu kerja di depan layar laptop. Kegiatan mereka mendapat perhatian dari Yunri dan Tirta saat mereka sedang r
Ethan bukannya membagikan kuesioner itu kepada orang-orang di jalanan, dia malah kembali ke apartemen kakaknya. Duduk di sofa yang telah ia jadikan tempat tidur sejak menetap di apartemen itu. Ethan mengeluarkan tablet dari dalam tas kecil. Sudah lama dia tidak menjamah gadget itu. Menyalakannya lalu gambar produsen pun muncul untuk beberapa detik, setelah itu barulah masuk ke layar. Ethan membuka goodle formulir, mengetik ulang semua pertanyaan di lembar kertas ke dalam lembar formulir digital. Dia baru saja mendapatkan inspirasi itu saat melihat sseseorang memainkan gadget sambil menikmati minuman di kedai Tirta tadi. Ethan nyaris lupa, kalau di era digital semua bisa dilakukan online tanpa harus mencetak dan membuang-buang kertas, lebih ramah lingkungan. Hampir sekitar dua puluh menit, Ethan selesai menyalin kuesioner dari kertas itu ke dalam format digital. Langkah terakhir yang harus dia lakukan adalah menyebar tautan kuesioner. Pertama-tama dia menyebar kan ke grup chat
Rosie tersadar dari lamunannya. Meskpipun dia merasa getaran di dada, tatapan Lee yang penuh arti itu tidak lantas membuat Rosie menceritakan tentang sengketa formula Youth Serum dengan perusahaan pesaing. Justru, Rosie malah menjadi waspada karena dia tidak mungkin membocorkan masalah perusahaannya kepada Lee, pria yang baru beberapa hari dia kenal. Karenanya Rosie mengalihkan pembicaraan. “Pak Lee, apa Pak Lee bekerja di sekitar di sini?” tanya Rosie. Lee tidak langsung menjawab, dia menyodorkan formulir kuesioner yang sudah terisi kepada Rosie. “Iya, mengurus konstruksi di Jakarta. Ke sini hanya main saja,” jawab Lee. “Oh, begitu. Kalau begitu, saya permisi, ya. Masih ada yang harus saya kerjakan!” Rosie pamit. “Baiklah!” Lee tersenyum lembut. Dalam kepala Lee, dia tidak ingin melanjutkan rencana Mario untuk menghancurkan Rosie. Namun, sahabatnya itu tetap saja ingin dia melancarkan rencana karena itulah satu-satunya jalan agar sahabatnya kembali mendapat kepercayaan da