"Namanya Diandra, saya harap kalian bisa membantunya kalo ada kesulitan yang dia hadapi."
Diandra berdiri di depan orang yang akan menjadi rekan satu kantornya. Darren begitu ahli membuat orang lain mendengarkan, tak satu orang yang berani bicara saat dia sedang mengucapkan sesuatu kepadanya.Meskipun begitu rasa gugup tetap dirasakan, apalagi atasan bernama Darren yang memimpin baru saja dia temui kemarin. Meskipun begitu, Diandra berusaha tetap profesional, dia tersenyum dan menyapa yang lain."Baik, itu saja. Lanjutkan pekerjaan kalian," titah Darren.Darren kemudian pergi seolah-olah dia tidak mengenal Diandra. Melihat punggung Darren yang semakin menjauh bersama seorang asisten wanitanya, Diandra merasa sedikit cemas. Bahkan dia kurang nyaman setelah apa yang menimpanya kemarin.Beberapa orang menyapa dan memperkenalkan diri. Kemudian, beberapa yang lain langsung ke tempat masing-masing. Diandra pun duduk di tempat yang sudah di instruksi kan. Ketika dia baru saja membuka komputernya dan memeriksa catatan yang menempel di depan, seseorang tiba dengan senyum gembira."Diandra," panggil seseorang dengan suara lirih.Diandra harus mendongak melihat wajah siapa yang datang. Dia menampilkan senyum sumringah di mukanya. Lambaian tangan kecil juga dia lakukan selama beberapa saat untuk menyapa."Gea ...."Seketika wajah Diandra menjadi masam, "Kenapa?" ketusnya."Eh, ketus amat jadi orang. Ayolah, ini hari pertama kamu kerja di Diamond Company," rayu Gea.Tidak dipungkiri jika Gea juga yang telah memberi tahu tentang lowongan pekerjaan di sini. Meskipun dia begitu menyebalkan karena membuat dirinya terjebak pada dua pekerjaan yang harus dia lakukan. Kesepakatan dengan Juan, ditambah dia harus bekerja di bawah tekanan seorang Darren. Menambah bebannya dua kali lipat."Hmm, semangat," jawab Diandra terpaksa."Aku sudah minta maaf, apa kamu gak mau maafin aku?" tanya Gea dengan mata seolah berkaca-kaca.Diandra menghela napas panjang, dia hanya mengangguk. Kemudian tangannya mengibas, menyuruh Gea segera pergi darinya. Diandra merasa tak mau di ganggu untuk beberapa saat. Gea pun tersenyum, "Aku tunggu pas jam istirahat!" ucapnya sembari kembali ke meja yang bersebelahan persis dengannya dan hanya tertutup oleh sekat.Melihat Gea yang tersenyum ketika Diandra baru sadar temannya duduk persis di samping, membuatnya harus menghela napas untuk ke dua kalinya. Diandra kembali melanjutkan tugasnya, orang-orang di sekitarnya terlihat begitu profesional. Meskipun begitu, sedari tadi Diandra merasa diawasi seseorang dari bagian belakangnya.Diandra mencoba mengambil ponselnya yang belum dinyalakan, dia berpura-pura sedang berkaca sambil sedikit memiringkan layar ponselnya. Benar saja, ada seorang wanita yang duduk di belakangnya nampak mendongak, mencuri pandang ke arahnya. Entah apa tujuannya, Diandra pun menaruh ponselnya kembali. Kemudian melanjutkan pekerjaan hingga jam istirahat dimulai."Diandra, makan yuk!" ajak Gea dengan satu wanita yang lain.Diandra pun mengikuti sampai mereka tiba di kantin kantor yang cukup luas. Ramai orang yang datang, mereka bisa memilih 3 jenis lauk dari beberapa makanan yang disajikan serta buahjeruk. Mungkin itu sudah lebih dari cukup baginya. Sebab makanan sudah sesuai kebutuhan tubuhnya, mungkin Diandra merasa begitu beruntung bisa mendapatkan pekerjaan dengan pelayanan terhadap karyawan yang cukup baik."Wih, rabu rendang," ucap Gea sambil mencium aroma makanan di tray piringnya."Rabu rendang?" tanya Diandra tidak mengerti.Gea menghentikan aktivitasnya, dia beralih menatap teman yang duduk di hadapannya, "Setiap hari itu makanannya bakal beda dan temanya selalu makanan lokal Indonesia. Contohnya kayak ini, nih. Temanya makanan Minang, ngobatin rindu sama kampung," paparnya.Diandra mengangguk paham, Gea memang orang yang berasal dari luar pulau. Tidak heran jika dia sangat antusias dengan sajian di depannya. Seperti di surga karena mendapatkan makanan seperti ini saat jam kerja."Kalian satu kampus ya?" tanya wanita di samping Gea.Diandra mengangguk sambil tersenyum, "Iya kami satu kampus."Gea yang baru menyuap makanannya harus menelan bulat-bulat, "Oh, ya ampun. Aku lupa, dia Risa. Dia udah lumayan lama kerja di sini," kata Gea.Diandra nampak terkejut dengan satu tangannya menutup mulutnya, "Benarkah?"Risa mengangguk dengan senyum canggungnya, "Aku rasa begitu.""Dia sudah 4 tahun, bentar lagi mau jadi manajer," ucap Gea setengah berbisik kepada Diandra.Wanita dengan kacamata minus dan rambut pendek berwarna biru gelap tergerai tersipu malu, "Apaan sih, kamu Gea," ucap Risa dengan senyum kikuk."Kak Risa, aku Diandra," kata Diandra memperkenalkan diri sembari menjulurkan tangannya."Risa aja," jabat tangan Risa.Mereka pun akhirnya saling berbincang ringan sambil menyantap makanannya. Hingga pada akhirnya Diandra membuka suara kembali. Dia butuh beberapa informasi untuk menghindari konflik di kantor."Ada yang buat aku penasaran," kata Diandra.Dua orang di depannya pun mulai mendengarkan. Gea mulai menghentikan suapannya dan Risa yang membenarkan kacamata minusnya. Mereka berdua mulai memperhatikan Diandra yang angkat bicara."Ada wanita yang duduk di belakang meja di kantor tadi, dia kenapa kayak ngawasin aku terus ya? Kayaknya dari awal aku perkenalan tatapannya serius banget, dia kenapa?""Oh fans fanatik Pak Darren itu mah," kata Gea.Risa pun ikut mengangguk, "Ada baiknya kamu ngehindar dari dia," saran Risa."Repot urusan sama si Mba Mawar itu, matanya bakal melotot kalo lihat orang lain deket atau cuman sekedar berdiri di deketnya kayak kamu tadi," jelas Gea lagi.Diandra mengernyitkan dahinya, "Loh, bukannya asisten Pak Darren juga cewek?"Risa menaruh botol minum yang baru saja dia gunakan, "Dia baru aja direkrut kemarin," katanya."Mau taruhan sampai kapan dia bertahan, gak?" tawar Gea antusias sambil mengeluarkan uang 50-ribuan miliknya.Gea tersenyum simpul melihat kedua teman-teman, seolah yakin akan apa yang akan dia pertaruhan nantinya. Risa yang nampak tidak tertarik, rupanya malah ikut mengeluarkan uangnya. Sementara Diandra hanya bisa menggeleng-geleng melihat sikap keduanya yang ternyata masih kanak-kanak."Besok dia resign," ucap Gea mantap."2 hari lagi baru resign," kata Risa tak mau kalah.Gea melirik ke arah Diandra, "Kamu berapa?"Diandra menggeleng, "Gak mau, kalian aja.""Gak asik, nih Diandra," ledek Gea.Diandra mengedikan bahunya sambil tersenyum. Setelah Gea menyimpan uang miliknya dan milik Risa. Gea mulai menaruh tangannya di atas meja, "Pak Darren emang ganteng banget, tapi jangan coba-coba buat masalah sama dia."Diandra hampir saja tersedak ketika mendengarnya, "Memang ada apa sama orang itu?" tanya Diandra penasaran."Terakhir kali ada orang yang gak sengaja tumpahin kopi ke bajunya, besoknya dia resign," kata Gea."Sekretaris dia juga gak ada yang betah sama dia," tambah Risa."Kira-kira kenapa, ya?" pikir Gea.Diandra tidak tahu jika akan berurusan dengan orang yang paling ditakuti di sini. Diandra terdiam kala orang yang sedang dibicarakan sedang melihat situasi kantin dan berbincang kepada asistennya. Asistennya itu nampak berusaha keras mencatat semua yang dibicarakan.Orang-orang tak ada yang melihatnya, bahkan Gea dan Risa yang menyadari langsung menyantap makanannya. Diandra tanpa sadar memperhatikan gerak-gerik Darren. Seolah memastikan apa yang dibicarakan teman-temannya. Hingga tanpa sadar, kedua saling menatap.Diandra yang menyadari langsung mengalihkan pandangan. Sementara Darren melanjutkan aktivitas dengan senyum tipis di wajahnya."Pak Juan? Ini aku Diandra," ucap Diandra sambil menekan bel.Beberapa kali Diandra memanggil nama sang tuan rumah, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Diandra memilih untuk menekan beberapa angka untuk membuka pintu apartemen. Darren memberikan informasi yang begitu penting kepadanya demi jaga-jaga akan kejadian semacam ini.Langkah kaki mulai memasuki ruang yang pengap, hanya ada beberapa lampu kuning yang menyala di beberapa sudut. Ruang tengah begitu remang-remang, dia segera melepas sepatu, lalu suhu dingin menyentuh kakinya yang menapak lantai. Entah sudah berapa lama ruangan ini begitu tertutup tanpa cahaya matahari yang menghangatkan, bahkan hingga membuat sinar matahari itu kembali terlelap di malam hari."Pak Juan di dalam?"Diandra memandang seluruh sudut yang ia temui di ruang tengah ini. Dia tidak menemukan apa pun, selain bau menyengat dari sebuah ruang. Ruangan itu tak lain adalah kamar pribadi sekaligus tempat Juan menyelesaikan pekerjaan. Diandra memberanikan diri untuk
Udara makin dingin ketika matahari mulai tergelincir di ufuk barat. Wanita itu telah menenteng sebuah kantung belanjaan dari minimarket tak jauh dari depan gedung Diamond Company. Dia meraih ponsel dari tas bahu yang dikenakan, mengetuk dua kalo pada layar hingga menampilkan waktu pukul setengah enam sore.Diandra berdiri di pinggir jalan, hingga seseorang pengendara motor mengenakan pakaian hijau datang lalu berhenti di depannya. Pria paruh baya itu tersenyum dan menanyakan kepastian nama pelanggannya. Diandra meraih helm yang disodorkan, kemudian menaiki ojek online yang dipesannya."Pak Apartemen Anggrek, ya," kata Diandra."Baik, neng," balas pria paruh baya itu.Motor pun melaju menerobos kemacetan di jam pulang, beberapa kali harus terhenti karena mobil di depannya. Panas jalanan mengalahkan waktu yang seharusnya lebih dingin. Meskipun matahari sudah mulai menghilang, panas dari asap kendaraan dan mesin serta banyak orang di sekitar membuat hawa makin terasa tidak nyaman.Di te
Diandra menarik langkah kakinya mundur, dia mencari kontak Darren sesegera mungkin. Dengan tergesa-gesa, Diandra mengetikkan isi pesannya pada layar ponselnya."Pak, tadi Pak Juan nelpon saya, tapi gak ada jawaban dan cuman suara berisik. Bisa bapak lakukan sesuatu? Kayaknya gak mungkin kalo saya pergi sebelum jam pulang, gak enak sama anak-anak yang lain," tuturnya dalam pesan yang dia ketik.Diandra terdiam di depan pintu lift, dia menoleh ke belakang dimana tempat kerja Darren berada tak jauh dari sana. Beberapa saat terdengar bunyi notifikasi dari ponsel. Pesan dari Darren muncul di gelembung notifikasi, dengan sigap Diandra menekan layarnya."Akan kukirim orang untuk memeriksanya hari ini," balas Darren.Meskipun hatinya masih gundah, Diandra sedikit merasa lega. Dia kembali berjalan menuju tempat kerjanya. Sementara itu di sisi lain kantor ini, Darren berdiri menghadap kaca jendela yang memperlihatkan kota di bawahnya. Tatanan kota yang kurang beraturan di sisi lain, menyimpan s
"Mati atau kembali."Setelah mengatakan hal itu, pria misterius tersebut tertawa menggelegar. Dia tertawa seperti orang kurang waras hingga membuat semua di sekitarnya merasa keherenan sekaligus takut. Beberapa orang mulai pergi karena takut, beberapa pegawai memanggil satpam untuk segera datang."Apa maksudnya?" gumam Diandra.Sementara Juan hanya terdiam dengan genggaman tangan yang makin mengerat kepadanya. Seolah mengkhawatirkan akan sesuatu dalam otaknya. Akhirnya pria misterius itu pun berhenti tertawa lepas, lalu berkata, "Jangan biarkan Tuanku menunggu jawabanmu," pungkas pria misterius itu.Tak lama setelahnya, tiga orang satpam yang bertugas langsung meringkus pria berjaket hitam tersebut. Dia tidak mengelak apalagi memberontak saat dibawa oleh para satpam. Malahan dia tertawa dan bersenandung seperti orang kurang waras."Hahaha! Pertaruhan dimulai!" teriaknya sembari diseret dua satpam lainnya.Salah satu satpam menghampiri Juan dan Diandra, "Apa ada yang terluka?" tanyany
Pria bertubuh tinggi ini memasuki mobil, dia mengambil sebuah kunci dari saku celananya. Deruman mobil terdengar halus ketika mulai melaju. Sementara Diandra masih membisu, memandang kendaraan yang berlalu lalang."Ini masih siang, ayo kita ke Mall," ajak Juan tanpa menoleh.Diandra mengalihkan pandangan setelah mendengar apa yang dikatakan Juan. Keningnya berkerut saat dia sedang mencerna apa yang ingin dilakukan pria ini di sana. Dengan tidak nyaman, Diandra sedikit membenarkan posisi duduknya, lalu mencondongkan tubuhnya beberapa senti kepada pengemudi yang ada di sampingnya, "Emang ada tugas lagi, Pak?" tanya Diandra heran.Juan menarik kedua sudut bibirnya, dan berucap, "Tentu ada tugas lagi.""Apa kamu gak penasaran?" tanya Juan kemudian.Diandra yang sudah mulai lelah akhirnya mengangguk ragu disertai senyum tipisnya. Juan menengok ke samping, kemudian tersenyum dengan rentetan gigi yang nampak manis. Tanpa aba-aba, Juan melajukan mobilnya lebih kencang menuju Mall terdekat. So
Dalam senyap tatapan matanya menyelidik kedua orang yang sedang duduk di kursi sofa pada hadapannya. Bolak-balik kedua bola mata memandang dua orang secara bergantian, sampai tatapannya terkunci kepada seorang pria berpakaian jas hitam. Dia sibuk melihat gelas cangkir teh berwarna putih mengkilap."Siapa dia?" tanya Risa sambil menunjuk dengan gerak matanya ke arah Juan.Diandra melirik beberapa saat kepada Juan, berpikir sampai Juan menatapnya balik, "D-Dia ....""Kita langsung saja," ucap Juan tiba-tiba.Juan menaruh cangkirnya di atas meja, kemudian mengambil sebuah kertas dari balik jas hitam miliknya bersama sebuah pena yang ada di saku. Dia menaruh di atas meja bersama dengan pena yang telah disiapkan. Lalu, dia kembali mengapkan tubuhnya dan menatap Risa dalam."Mungkin sudah terlambat untuk memintamu menghapus foto yang kamu ambil, tetapi saya harap kamu mau mengundurkan diri menjadi karyawan di perusahaan Diamond Company," tutur Juan. "Maksudnya apa ya?" tanya Risa dengan ke