"Pak Juan, ayolah, sini!"
Diandra semakin kesal kala Juan mematung di depan sebuah lemari minuman dingin yang menampilkan banyak varian susu serta olahan susu lainnya. Layaknya anak kecil yang menginginkan sesuatu dia akan memperhatikan sesuatu begitu lama, kemudian baru menunjuk apa yang diinginkan. Hampir sama seperti yang dilakukan pria pemilik hidung mancung dan mata coklatnya yang begitu cantik ini."Bukankah kita juga harus beli ini?" katanya.Diandra merasa ingin meremas kepala orang itu, sebab dia tidak yakin sudah membeli semua yang harus dibeli. Namun, orang ini malah merengek meminta membeli sekotak yogurt. Diandra mengangguk, anehnya pria itu begitu senang setelah diizinkan. Bukankah dia bisa membelinya sendiri? Kenapa perlu izin darinya. Begitulah isi pikiran Diandra ketika menatap lama Juan."B-Boleh, silahkan aja, Pak," ucap Diandra ragu.Diandra kembali mendorong troli ke tempat perbelanjaan selanjutnya. Juan selalu diawasi ketika Diandra hendak mengambil sesuatu. Hingga belanja pun selesai, mereka pun pergi ke bagian kasir, tidak terlalu ramai jadi mereka bisa menghitung barangnya lebih cepat. Bunyi mesin pendata harga belum berhenti. Diandra yang sedang melihat wanita kasir mengalihkan pandangannya kepada, Juan."Kamu punya masalah denganku?" tanya Juan tanpa merasa bersalah."Oh, enggak kok, Pak," jawab Diandra sambil tertawa paksa.Setelah ucapan terima kasih keluar dari mulut wanita kasir, Diandra dan Juan beranjak dari tempat. Entah kenapa Juan terlihat begitu senang dengan menenteng dua kantung plastik sambil bersenandung ria. Ketika hendak keluar dari pintu, Diandra mengambil belanjaan di minimarket yang berisi susu kotak di dalamnya. Sementara Juan berjalan duluan dan menunggu di depan.Diandra harus berlari kecil untuk sampai di dekat Juan yang jauh beberapa meter darinya. Pria bermata coklat itu menatap Diandra yang beberapa senti lebih pendek darinya, "Waktunya ke apartemen," ajaknya."Ke apartemen Pak Juan?" tanya Diandra dengan sedikit mendongak.Juan mengangguk sembari tersenyum simpul, "Tentu, kamu harus membantuku.""Bantu apalagi, Pak?"Juan mematikan layar ponselnya,Juan menaikkan kacamata hitam miliknya, "Tugasmu membantu, bukan banyak bertanya," ucapnya sambil menyunggingkan sudut bibirnya."Aku mau pulang," rengek Diandra dalam hatinya.Beberapa menit kemudian sebuah taksi berjalan di depan swalayan. Juan berjalan duluan diikuti Diandra yang berusaha menyamai langkah panjang pria di depannya. Pria tua sekitar umur 50 tahun dengan tubuh cukup berisi. Pengendara taksi itu membuka bagasi belakang sebelum Juan dan Diandra dapat selangkah lebih dekat dengan mobil. Pria itu begitu bersemangat dengan senyum ramahnya. Dia langsung membawa bawaan Juan ke dalam bagasi, termasuk bawaan Diandra."Biar saya aja, Bapak masuk aja ya," kata Juan sambil mendekat ke bagasi mobil.Namun, Juan nampak kesulitan menutup bagasinya. Dia malah bersusah payah menutup, walaupun barang belanjaannya tidak banyak. Usaha terakhirnya dia mendorong bagasi sekuat tenaga hingga dapat berbunyi seperti bagasi normal kebanyakan."Kenapa sulit sekali menebak isi pikiran orang ini?" pikir Diandra.Pria tua yang hendak membantu, tapi sudah terdahului oleh Juan yang berhasil menutup bagasinya. Tawa mengusir canggung dilakukan pria tua itu, akhirnya tak berapa lama dia memutuskan masuk ke mobil. Diandra mematung melihat aksi pria di depan matanya. Lamunannya kabur seketika Juan menatap ke arahnya."Ayo cepat masuk," katanya menunjuk pintu mobil dengan gerakan kepalanya.Diandra terkejut dan langsung masuk ke dalam mobil. Juan hanya terdiam sambil menatap keluar jendela dalam diamnya. Sementara Diandra mencuri pandangan kepada Juan, bosnya. Dia masih begitu penasaran dengan orang di sampingnya ini. Tanpa sadar Diandra memperhatikan Juan terlalu lama."Kalian lagi berantem ya?" tanya tiba-tiba supir taksi tua itu.Kalimat itu membuyarkan pandangan Diandra. Dia mengalihkan pandangannya ke arah pria tua itu. Tidak ada angin maupun hujan tiba, pria itu bertanya di tengah keheningan yang menerpa."Enggak kok," jawab Diandra sambil tertawa kecil.Beberapa detik kemudian wanita ini berpikir, "Dia gak mikir aku dan Pak Juanpacaran, iya kan?""Udah berapa lama kalian pacaran?" tanya supir itu kemudian.Seketika Diandra menatap datar, dia tidak menyangka isi pikirannya benar. Mulutnya tersekat sebelum hendak mengatakan beberapa kata untuk pria itu. Sebab Juan langsung menjawab asal dengan mengatakan, "Baru satu bulan," katanya sambil tersenyum.Tatapan risih beralih kepada pria yang duduk di sampingnya. Senyum simpul yang dia tunjukkan menutupi kebohongan yang dibuat. Pria tua itu mulai menelisik lebih jauh lagi, "Oalah, baru seumur jagung ya. Mau adat apa nanti?""Kami ...." Diandra hendak berbicara tapi tatapan Juan menghentikannya.Juan melirik ke arah Diandra di sampingnya beberapa saat, "Ngikut maunya calon aja, Pak," jawab Juan kemudian.Seketika Diandra menganga tidak percaya, jawabannya begitu santai. Diandra bahkan tak dapat membantah karena ucapannya selalu tersekat.Dengan penuh tanda tanya Diandra memegang kain hoodie lengan Juan sambil berbisik memanggilnya, "Pak?"Juan menurunkan tangan Diandra seolah menyuruhnya diam. Dengan begitu, Diandra pun terdiam sepanjang perjalanan mendengar omong kosong kedua pria yang saling berbincang. Bahkan omong kosong seperti dimana Diandra dan Juan akan tinggal nantinya."Pak tolong belok kanan dan berhenti di depan gerai toko yang tutup itu, ya," kata Juan kemudian.Pria tua berjanggut itu mengiyakan ucapan Juan tanpa keraguan. Diandra pun semakin kebingungan karena mereka malah berada di jalanan sepi. Diandra memandang Juan penuh tanya, Juan mendekat ke arah Diandra hingga wajah mereka begitu dekat.Diandra mematung melihat mata coklat itu dari dekat hingga membuatnya salah tingkah, "P-Pak mau ngapain?""Dengar," katanya."Keluarlah sebentar dan berpura-pura menelpon seseorang sambil bersembunyi di gang kecil itu," titah Juan berbisik menunjuk gang kecil di belakang dengan gerak matanya."Eh, tapi?"Ucapan Diandra terpotong oleh suara pintu mobil yang dibukakan oleh Juan. Tatapan serius itu membuat Diandra menurut dan segera keluar dari mobil. Diandra mulai bingung dan khawatir, sebelum akhirnya dia melepas pandangan dari Juan. Diandra mengangkat telponnya sambil berjalan cepat dengan sepatu hak tingginya yang menimbulkan bunyi di tengah keheningan.Hingga akhirnya dia berdiri di balik tembok menjauh dari Juan dan supir itu. Beberapa menit kemudian suara kaca pecah membuat Diandra memberanikan diri mengintip di balik tembok. Mobil itu begitu terguncang, kaca bagian samping nampak pecah dengan serpihan kaca berserakan di aspal.Suara teriakan seseorang dari dalam sana terdengar merintih kesakitan. Sampai pria berjanggut itu keluar dari mobil, tersungkur dengan lumuran darah di pelipisnya. Dia mencoba bangkit dengan gontai menatap amarah seseorang dari dalam mobil.Juan keluar dari sana, kedua tangannya melepas tudung yang menutupi kepalanya. Dari kejauhan Juan terlihat mengatakan sesuatu kepada pria tua itu. Sampai akhirnya pria tua itu mampu berdiri dan menyerang dengan satu pukulan, tapi berhasil dihindari oleh Juan kemudian dengan cepat menendang lutut kiri bagian belakangnya. Pria tua itu pun hampir terjatuh tersungkur, dia bertumpu pada lutut yang bertemu dengan aspal. Tidak sampai disitu, Juan langsung memukul dagunya sampai pria itu benar-benar jatuh dan tidak sadarkan diri.Diandra menutup mulutnya tidak percaya melihat apa yang barusan terjadi. Dia sulit menjelaskan kepada isi kepala yang penuh tanda tanya. Diandra syok sekarang, melihat apa yang barusan kedua matanya saksikan. Tatapan dingin dan tajam Juan yang mengarah kepada pria itu mampu membuat tangannya gemetar.Diandra pun kembali menarik tubuhnya, seolah dia mencoba bersembunyi dari Juan. Tangannya memegang ponsel dengan erat, "Aku mau pulang!" rengek Diandra dalam hatinya."Diandra," panggil Juan yang datang tanpa suara terdengar.Diandra terlonjak kaget, jantungnya memacu kencang ketika dia melihat orang yang dengan santainya berdiri tak jauh darinya. Seseorang yang baru saja menghabisi pria tua sampai berlumuran darah. Anehnya pria itu tidak terluka sedikit pun, hanya bercak darah yang melumuri telapak tangannya serta beberapa tetes mengotori hoodie birunya."Diandra, ayo kita ke apartemen. Aku sudah bilang kamu harus bantu aku," kata Juan."Pak Juan? Ini aku Diandra," ucap Diandra sambil menekan bel.Beberapa kali Diandra memanggil nama sang tuan rumah, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Diandra memilih untuk menekan beberapa angka untuk membuka pintu apartemen. Darren memberikan informasi yang begitu penting kepadanya demi jaga-jaga akan kejadian semacam ini.Langkah kaki mulai memasuki ruang yang pengap, hanya ada beberapa lampu kuning yang menyala di beberapa sudut. Ruang tengah begitu remang-remang, dia segera melepas sepatu, lalu suhu dingin menyentuh kakinya yang menapak lantai. Entah sudah berapa lama ruangan ini begitu tertutup tanpa cahaya matahari yang menghangatkan, bahkan hingga membuat sinar matahari itu kembali terlelap di malam hari."Pak Juan di dalam?"Diandra memandang seluruh sudut yang ia temui di ruang tengah ini. Dia tidak menemukan apa pun, selain bau menyengat dari sebuah ruang. Ruangan itu tak lain adalah kamar pribadi sekaligus tempat Juan menyelesaikan pekerjaan. Diandra memberanikan diri untuk
Udara makin dingin ketika matahari mulai tergelincir di ufuk barat. Wanita itu telah menenteng sebuah kantung belanjaan dari minimarket tak jauh dari depan gedung Diamond Company. Dia meraih ponsel dari tas bahu yang dikenakan, mengetuk dua kalo pada layar hingga menampilkan waktu pukul setengah enam sore.Diandra berdiri di pinggir jalan, hingga seseorang pengendara motor mengenakan pakaian hijau datang lalu berhenti di depannya. Pria paruh baya itu tersenyum dan menanyakan kepastian nama pelanggannya. Diandra meraih helm yang disodorkan, kemudian menaiki ojek online yang dipesannya."Pak Apartemen Anggrek, ya," kata Diandra."Baik, neng," balas pria paruh baya itu.Motor pun melaju menerobos kemacetan di jam pulang, beberapa kali harus terhenti karena mobil di depannya. Panas jalanan mengalahkan waktu yang seharusnya lebih dingin. Meskipun matahari sudah mulai menghilang, panas dari asap kendaraan dan mesin serta banyak orang di sekitar membuat hawa makin terasa tidak nyaman.Di te
Diandra menarik langkah kakinya mundur, dia mencari kontak Darren sesegera mungkin. Dengan tergesa-gesa, Diandra mengetikkan isi pesannya pada layar ponselnya."Pak, tadi Pak Juan nelpon saya, tapi gak ada jawaban dan cuman suara berisik. Bisa bapak lakukan sesuatu? Kayaknya gak mungkin kalo saya pergi sebelum jam pulang, gak enak sama anak-anak yang lain," tuturnya dalam pesan yang dia ketik.Diandra terdiam di depan pintu lift, dia menoleh ke belakang dimana tempat kerja Darren berada tak jauh dari sana. Beberapa saat terdengar bunyi notifikasi dari ponsel. Pesan dari Darren muncul di gelembung notifikasi, dengan sigap Diandra menekan layarnya."Akan kukirim orang untuk memeriksanya hari ini," balas Darren.Meskipun hatinya masih gundah, Diandra sedikit merasa lega. Dia kembali berjalan menuju tempat kerjanya. Sementara itu di sisi lain kantor ini, Darren berdiri menghadap kaca jendela yang memperlihatkan kota di bawahnya. Tatanan kota yang kurang beraturan di sisi lain, menyimpan s
"Mati atau kembali."Setelah mengatakan hal itu, pria misterius tersebut tertawa menggelegar. Dia tertawa seperti orang kurang waras hingga membuat semua di sekitarnya merasa keherenan sekaligus takut. Beberapa orang mulai pergi karena takut, beberapa pegawai memanggil satpam untuk segera datang."Apa maksudnya?" gumam Diandra.Sementara Juan hanya terdiam dengan genggaman tangan yang makin mengerat kepadanya. Seolah mengkhawatirkan akan sesuatu dalam otaknya. Akhirnya pria misterius itu pun berhenti tertawa lepas, lalu berkata, "Jangan biarkan Tuanku menunggu jawabanmu," pungkas pria misterius itu.Tak lama setelahnya, tiga orang satpam yang bertugas langsung meringkus pria berjaket hitam tersebut. Dia tidak mengelak apalagi memberontak saat dibawa oleh para satpam. Malahan dia tertawa dan bersenandung seperti orang kurang waras."Hahaha! Pertaruhan dimulai!" teriaknya sembari diseret dua satpam lainnya.Salah satu satpam menghampiri Juan dan Diandra, "Apa ada yang terluka?" tanyany
Pria bertubuh tinggi ini memasuki mobil, dia mengambil sebuah kunci dari saku celananya. Deruman mobil terdengar halus ketika mulai melaju. Sementara Diandra masih membisu, memandang kendaraan yang berlalu lalang."Ini masih siang, ayo kita ke Mall," ajak Juan tanpa menoleh.Diandra mengalihkan pandangan setelah mendengar apa yang dikatakan Juan. Keningnya berkerut saat dia sedang mencerna apa yang ingin dilakukan pria ini di sana. Dengan tidak nyaman, Diandra sedikit membenarkan posisi duduknya, lalu mencondongkan tubuhnya beberapa senti kepada pengemudi yang ada di sampingnya, "Emang ada tugas lagi, Pak?" tanya Diandra heran.Juan menarik kedua sudut bibirnya, dan berucap, "Tentu ada tugas lagi.""Apa kamu gak penasaran?" tanya Juan kemudian.Diandra yang sudah mulai lelah akhirnya mengangguk ragu disertai senyum tipisnya. Juan menengok ke samping, kemudian tersenyum dengan rentetan gigi yang nampak manis. Tanpa aba-aba, Juan melajukan mobilnya lebih kencang menuju Mall terdekat. So
Dalam senyap tatapan matanya menyelidik kedua orang yang sedang duduk di kursi sofa pada hadapannya. Bolak-balik kedua bola mata memandang dua orang secara bergantian, sampai tatapannya terkunci kepada seorang pria berpakaian jas hitam. Dia sibuk melihat gelas cangkir teh berwarna putih mengkilap."Siapa dia?" tanya Risa sambil menunjuk dengan gerak matanya ke arah Juan.Diandra melirik beberapa saat kepada Juan, berpikir sampai Juan menatapnya balik, "D-Dia ....""Kita langsung saja," ucap Juan tiba-tiba.Juan menaruh cangkirnya di atas meja, kemudian mengambil sebuah kertas dari balik jas hitam miliknya bersama sebuah pena yang ada di saku. Dia menaruh di atas meja bersama dengan pena yang telah disiapkan. Lalu, dia kembali mengapkan tubuhnya dan menatap Risa dalam."Mungkin sudah terlambat untuk memintamu menghapus foto yang kamu ambil, tetapi saya harap kamu mau mengundurkan diri menjadi karyawan di perusahaan Diamond Company," tutur Juan. "Maksudnya apa ya?" tanya Risa dengan ke