Diandra tidak pernah menduga jika perut mulasnya mengantarkan dirinya kepada kesialan berlipat ganda. Tanpa sengaja, Diandra mendengar terlalu banyak informasi dari dua orang pria di toilet yang sama dengannya. Diandra yang baru menyadari dirinya berada di toilet laki-laki setelah dia tertangkap dan diminta untuk menandatangani surat perjanjian tutup mulut. Untuk menghindari konsekuensi yang tak diinginkan di perusahaan terbaik Diamond Company, yang baru saja menerimanya bekerja. Diandra terpaksa menerima tawaran menjadi asisten pribadi paruh waktu Juan, seorang pemilik perusahaan yang memiliki rahasia besar. Orang-orang hanya tahu jika pemilik sekaligus CEO adalah Darren. Juan sengaja menutupnya karena ancaman bahaya masa lalu yang bisa merusaknya dan orang di dekatnya. Demi membayar hutang keluarga dan membiayai sekolah adiknya, Diandra menerima dua peran ganda. Sebagai pegawai di perusahaan Diamond Company dan sebagai asisten pribadi Juan. Mampukah dia menyeimbangkan dua peran dengan atasan yang saling bertolak belakang ini? Atau akan menjumpai kekacauan yang tak terelakkan?
View MoreDiandra yang tergesa-gesa karena tak kuasa menahan perutnya yang sakit ingin buang air besar, dengan cepat memasuki ruang toilet. Sembari memegangi perutnya, dia duduk di kloset. Mengeluarkan sisa makanan yang tercerna, hingga perutnya merasa lega.
Namun, ketika ia hendak keluar dari bilik, langkahnya terhenti mendadak dan tangannya tergantung di udara. Dia ragu-ragu untuk membuka pintu, seolah-olah terhipnotis oleh suara pria yang tiba-tiba terdengar di luar. Dalam keadaan terjebak, Diandra memutuskan untuk tetap berada di dalam bilik toilet, merenung dengan cemas sambil mendengarkan pembicaraan yang terjadi di luar sana, di antara ketidakpastian dan kegelisahan yang merasukinya."Darren, bagaimana keadaan perusahaanku?"Suara berat seseorang menghamburkan perhatian Diandra. Suara air yang mengalir dari wastafel di depan membuat Diandra makin mempertajam pendengaran di balik pintu bilik ini. Diandra mulai mengangkat kakinya sedikit agar orang yang sedang berbincang tidak menyadari keberadaannya."Cukup baik, Tuan Juan," kata seseorang yang lain."Bahkan beberapa mitra ingin bekerja sama dengan kita," katanya lagi.Diandra seolah harus menahan napasnya saat mendengar suara dua orang laki-laki yang berada tepat di balik pintu. Dia menggigit bibirnya, merasa suhu semakin panas di sekitar. Ditambah dia mulai berkeringat dingin, tidak cukup hanya mengusapnya."Aku harus keluar," batinnya."Bukankah seharusnya Tuan yang jadi wajah di perusahaan?" tanya seseorang yang mungkin bernama Darren.Pria yang hanya memakai kemeja bermotif bunga dan celana pendek putih itu tertawa kecil, "Apa maksudmu? Kita sudah membahas dan sepakat," katanya."Kenapa menanyakannya" tanyanya lagi.Pria berjas hitam dan rapi itu terdiam sejenak, "Saya rasa kurang pantas saya berada di posisi ini dari awal berdiri hingga mulai berkembang, anda otak di balik semua ini. Anda juga yang ikut berkontribusi untuk perusahaan, saya hanya menjalankan tugas."Pria berbaju kemeja motif bunga itu berkata, "Bukannya kamu terlalu merendah Darren?""Sampai waktunya tiba, perusahaan Diamond Company akan tetap dipimpin olehmu. Aku hanya akan mengawasi kinerja dan memberikan saran atau perintah mutlak jika diperlukan," sambungnya."Aku tidak bisa terlalu mencolok di sini, Darren. Itu berbahaya untuk orang di perusahaan kita, aku tidak tau kapan mereka akan keluar," paparnya.Darren menatap Juan sebentar, "Kapan mereka akan muncul, Tuan?"Juan mengedikan bahunya sambil tersenyum, "Entahlah, tapi kita harus siap dalam segala kondisi."Juan kemudian mematikan wastafelnya, menatap dirinya dalam pantulan cermin. Dari situ dia pun menyadari ada yang aneh dengan bilik toilet di belakangnya. Bayangan samar-samar yang terlihat di sela bawah pintu membuatnya mengalihkan perhatian."Darren," panggilnya."Aku rasa kita harus melakukan transaksi lain di luar pekerjaan hari ini," katanya kemudian.Di tengah pembicaraan mereka, suara dering ponsel yang cukup keras mengejutkan Diandra. Semakin panik, dia bahkan tidak dapat menekan layar ponselnya dengan baik, harus memerlukan waktu beberapa sekian detik lebih lama. Sampai-sampai seseorang mengetuk pintu biliknya."Permisi, apa ada orang?"Mereka berdua menunggu jawaban, tapi tidak ada suara dari dalam. Selain keheningan setelah dering ponsel yang lantang terdengar. Pria itu melirik Darren, Darren mengangguk seolah tahu apa yang dimaksudkan.Sementara itu, detak jantung berdegup cukup kencang, Diandra menutup mulutnya rapat-rapat. Dia tidak berani mengambil napas terlalu dalam. Suhu menjadi semakin dingin untuknya, "Gawat," ucapnya dalam hati."Namaku Juan dan temanku satu lagi Darren, siapa namamu, nona?" tanya Juan.Diandra membisu, merekatkan bibirnya rapat-rapat, di balik bilik toilet itu, Diandra resah dengan suara yang dia dengar. Pria itu malah memperkenalkan dirinya dan rekannya kepada Diandra.Seorang pria bernama Juan itu kembali menoleh ke arah rekannya yang memakai setelan jas rapi, "Aku pikir sudah diperiksa semuanya," ucapnya sambil tersenyum."M-Maaf Tuan, tapi aku memang sudah memeriksanya tadi," katanya berusaha meyakinkan.Juan kembali beralih menatap pintu yang tertutup rapat, "Tok-tok, aku ingin mengajakmu bicara," ajaknya dengan nada suara seperti ingin mengajak bermain."P-Pergi!" titah Diandra."Suara wanita?" gumam Juan sembari melirik Darren."Kalian gak sopan masuk toilet wanita, lebih baik pergi sebelum aku ..., sebelum aku menelepon polisi!"Keringat dinginnya membasahi pelipis, kedua matanya mengawasi bayangan kaki yang nampak di sela bawah pintu. Tidak sedikit pun gerakan dari sana, mereka bahkan tidak pergi. Diandra menggigit bibir bawahnya, hingga dia mendengar tawa kecil dari luar sana."Apa kamu gak akan menghubungi polisi kalo kami pergi?" tanya pria itu dengan santai.Diandra mengiyakan dengan terbata-bata, dia berusaha berpikir mengusir atau kabur dari sana. Sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Namun, pemikiran berubah menjadi pertanyaan yang ambigu ketika Juan berkata, "Polisi tidak akan menangkap kami, nona.""Apa maksudnya?" begitulah yang dipikirkan Diandra."Begini, nona. Aku akan menjelaskan tapi aku juga ingin menjaga harga dirimu, apa keberatan jika ke luar dan ikuti kami?" tawar pria itu.Diandra mulai gelisah, tawarannya membuat wanita seperti Diandra curiga, "Kalo aku di apa-apain gimana? Ini orang bener gak, sih? Kenapa suruh ngikut? Sial banget hari ini," gerutunya dalam hati.Akhirnya setelah berpikir agak lama, dia angkat suara, "Kalian masuk toilet wanita, kalian laki-laki gak boleh asal masuk. Aku bisa menuntut kalian!" ancam Diandra.Juan menghela napasnya panjang, "Bisakah turuti kami sebentar?""Kenapa aku harus menuruti kalian?" tanya balik Diandra."Karena aku orang yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya," kata Juan percaya diri.Darren yang mendengar Juan berbicara hanya dapat menggelengkan kepalanya. Negosiasi yang begitu buruk dan sulit dipercaya, namun Juan terus berusaha membujuknya keluar. Beruntung keadaan toilet dalam restoran ini begitu sepi."Apa gak bisa kalian biarin aku pergi?" tanya Diandra mulai kesal."Aku rasa harus ada yang dibicarakan di meja, nona.""Aku bahkan gak tau namanya dia siapa," gumam Juan.Juan memegang dagunya menatap pintu yang tertutup rapat, "Apa dia lebih suka dipanggil, nona?" katanya lirih berbicara lirih.Tentu saja semua itu dapat didengar Diandra, karena jaraknya begitu dekat dengannya, "Mimpi apa aku semalam bisa kejadiam kayak gini," pikir Diandra."Tuan, apa sebaiknya kita tidak mempercepat ini dengan ...." kata-kata Darren yang menggantung membuat Juan menoleh kepadanya.Juan menggeleng, "Jangan, lakukanlah dengan lembut. Dia seorang wanita," katanya.Diandra takut keluar, tetapi dia juga kesal karena orang mencurigakan ini tak mau segera pergi. Pemikiran mereka saling bertolak belakang, "Ini toilet wanita, aku bilang pergilah, sebelum aku menelepon polisi!"Pria bernama Juan itu tertawa lagi, "Aku rasa kamu salah mengira, nona."Dalam bilik toilet itu, Diandra memikirkan cara keluar dari zona dua orang yang menurutnya cukup mencurigakan. Orang bernama Juan seolah berusaha meyakinkannya bahwa dia orang yang baik. Namun, di pikiran Diandra begitu berbeda. Seolah dia bisa tamat jika menuruti orang-orang ini. Meskipun suhu meningkat, Diandra berusaha berpikir jernih di tengah kegelisahan yang dia alami.Apa pun yang terjadi, Diandra akan berusaha melindungi dirinya. Mungkin ini adalah hari yang siap baginya, tapi setidaknya dia ingin hari sialnya tidak berlipat ganda. Dia ingin pulang dengan selamat."Ayo, pikirkan sesuatu Diandra!""Pak Juan? Ini aku Diandra," ucap Diandra sambil menekan bel.Beberapa kali Diandra memanggil nama sang tuan rumah, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Diandra memilih untuk menekan beberapa angka untuk membuka pintu apartemen. Darren memberikan informasi yang begitu penting kepadanya demi jaga-jaga akan kejadian semacam ini.Langkah kaki mulai memasuki ruang yang pengap, hanya ada beberapa lampu kuning yang menyala di beberapa sudut. Ruang tengah begitu remang-remang, dia segera melepas sepatu, lalu suhu dingin menyentuh kakinya yang menapak lantai. Entah sudah berapa lama ruangan ini begitu tertutup tanpa cahaya matahari yang menghangatkan, bahkan hingga membuat sinar matahari itu kembali terlelap di malam hari."Pak Juan di dalam?"Diandra memandang seluruh sudut yang ia temui di ruang tengah ini. Dia tidak menemukan apa pun, selain bau menyengat dari sebuah ruang. Ruangan itu tak lain adalah kamar pribadi sekaligus tempat Juan menyelesaikan pekerjaan. Diandra memberanikan diri untuk
Udara makin dingin ketika matahari mulai tergelincir di ufuk barat. Wanita itu telah menenteng sebuah kantung belanjaan dari minimarket tak jauh dari depan gedung Diamond Company. Dia meraih ponsel dari tas bahu yang dikenakan, mengetuk dua kalo pada layar hingga menampilkan waktu pukul setengah enam sore.Diandra berdiri di pinggir jalan, hingga seseorang pengendara motor mengenakan pakaian hijau datang lalu berhenti di depannya. Pria paruh baya itu tersenyum dan menanyakan kepastian nama pelanggannya. Diandra meraih helm yang disodorkan, kemudian menaiki ojek online yang dipesannya."Pak Apartemen Anggrek, ya," kata Diandra."Baik, neng," balas pria paruh baya itu.Motor pun melaju menerobos kemacetan di jam pulang, beberapa kali harus terhenti karena mobil di depannya. Panas jalanan mengalahkan waktu yang seharusnya lebih dingin. Meskipun matahari sudah mulai menghilang, panas dari asap kendaraan dan mesin serta banyak orang di sekitar membuat hawa makin terasa tidak nyaman.Di te
Diandra menarik langkah kakinya mundur, dia mencari kontak Darren sesegera mungkin. Dengan tergesa-gesa, Diandra mengetikkan isi pesannya pada layar ponselnya."Pak, tadi Pak Juan nelpon saya, tapi gak ada jawaban dan cuman suara berisik. Bisa bapak lakukan sesuatu? Kayaknya gak mungkin kalo saya pergi sebelum jam pulang, gak enak sama anak-anak yang lain," tuturnya dalam pesan yang dia ketik.Diandra terdiam di depan pintu lift, dia menoleh ke belakang dimana tempat kerja Darren berada tak jauh dari sana. Beberapa saat terdengar bunyi notifikasi dari ponsel. Pesan dari Darren muncul di gelembung notifikasi, dengan sigap Diandra menekan layarnya."Akan kukirim orang untuk memeriksanya hari ini," balas Darren.Meskipun hatinya masih gundah, Diandra sedikit merasa lega. Dia kembali berjalan menuju tempat kerjanya. Sementara itu di sisi lain kantor ini, Darren berdiri menghadap kaca jendela yang memperlihatkan kota di bawahnya. Tatanan kota yang kurang beraturan di sisi lain, menyimpan s
"Mati atau kembali."Setelah mengatakan hal itu, pria misterius tersebut tertawa menggelegar. Dia tertawa seperti orang kurang waras hingga membuat semua di sekitarnya merasa keherenan sekaligus takut. Beberapa orang mulai pergi karena takut, beberapa pegawai memanggil satpam untuk segera datang."Apa maksudnya?" gumam Diandra.Sementara Juan hanya terdiam dengan genggaman tangan yang makin mengerat kepadanya. Seolah mengkhawatirkan akan sesuatu dalam otaknya. Akhirnya pria misterius itu pun berhenti tertawa lepas, lalu berkata, "Jangan biarkan Tuanku menunggu jawabanmu," pungkas pria misterius itu.Tak lama setelahnya, tiga orang satpam yang bertugas langsung meringkus pria berjaket hitam tersebut. Dia tidak mengelak apalagi memberontak saat dibawa oleh para satpam. Malahan dia tertawa dan bersenandung seperti orang kurang waras."Hahaha! Pertaruhan dimulai!" teriaknya sembari diseret dua satpam lainnya.Salah satu satpam menghampiri Juan dan Diandra, "Apa ada yang terluka?" tanyany
Pria bertubuh tinggi ini memasuki mobil, dia mengambil sebuah kunci dari saku celananya. Deruman mobil terdengar halus ketika mulai melaju. Sementara Diandra masih membisu, memandang kendaraan yang berlalu lalang."Ini masih siang, ayo kita ke Mall," ajak Juan tanpa menoleh.Diandra mengalihkan pandangan setelah mendengar apa yang dikatakan Juan. Keningnya berkerut saat dia sedang mencerna apa yang ingin dilakukan pria ini di sana. Dengan tidak nyaman, Diandra sedikit membenarkan posisi duduknya, lalu mencondongkan tubuhnya beberapa senti kepada pengemudi yang ada di sampingnya, "Emang ada tugas lagi, Pak?" tanya Diandra heran.Juan menarik kedua sudut bibirnya, dan berucap, "Tentu ada tugas lagi.""Apa kamu gak penasaran?" tanya Juan kemudian.Diandra yang sudah mulai lelah akhirnya mengangguk ragu disertai senyum tipisnya. Juan menengok ke samping, kemudian tersenyum dengan rentetan gigi yang nampak manis. Tanpa aba-aba, Juan melajukan mobilnya lebih kencang menuju Mall terdekat. So
Dalam senyap tatapan matanya menyelidik kedua orang yang sedang duduk di kursi sofa pada hadapannya. Bolak-balik kedua bola mata memandang dua orang secara bergantian, sampai tatapannya terkunci kepada seorang pria berpakaian jas hitam. Dia sibuk melihat gelas cangkir teh berwarna putih mengkilap."Siapa dia?" tanya Risa sambil menunjuk dengan gerak matanya ke arah Juan.Diandra melirik beberapa saat kepada Juan, berpikir sampai Juan menatapnya balik, "D-Dia ....""Kita langsung saja," ucap Juan tiba-tiba.Juan menaruh cangkirnya di atas meja, kemudian mengambil sebuah kertas dari balik jas hitam miliknya bersama sebuah pena yang ada di saku. Dia menaruh di atas meja bersama dengan pena yang telah disiapkan. Lalu, dia kembali mengapkan tubuhnya dan menatap Risa dalam."Mungkin sudah terlambat untuk memintamu menghapus foto yang kamu ambil, tetapi saya harap kamu mau mengundurkan diri menjadi karyawan di perusahaan Diamond Company," tutur Juan. "Maksudnya apa ya?" tanya Risa dengan ke
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments