Home / Romansa / My 'Bad' Boyfriend / BAB 57 - Teman-Teman Baru

Share

BAB 57 - Teman-Teman Baru

Author: Kanita Faraya
last update Last Updated: 2024-02-22 14:54:53
Aku duduk di dalam ruang kelas yang sudah terisi oleh beberapa orang sembari mengamati semua hal yang tertangkap oleh pandangan mataku.

Segerombol cewek yang baru masuk memilih bangku di dekatku. Salah satu dari mereka melirikku sekilas kemudian tersenyum. Aku membalas senyumnya itu dengan canggung karena aku masih belum cukup beradaptasi dengan tempat dan suasana di sekitarku itu.

"Mbak, kayaknya aku belum pernah liat kamu deh di kampus ini. Kamu mahasiswa baru, ya?" tanya cewek yang tersenyum padaku tadi. Teman-temannya ikut menoleh ke arahku. Ada yang menyunggingkan senyum ramah, ada yang memasang ekspresi wajah datar saja.

"Idih, sok gaul. Emangnya kamu tau muka semua mahasiswa di kampus ini?" celetuk temannya meledek. Yang lain tertawa geli, sementara cewek tadi tetap setia menunggu jawabanku tanpa mempedulikan mereka.

"Iya, aku baru pindah ke sini."

Cewek tadi bangkit dari bangkunya, lalu dia duduk di bangku kosong yang berada di sebelahku.

"Aku Febri, Mbak," kata cewe
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 58 - Minta Maaf Pada Nava

    "Lisa!" Ada seseorang yang berseru di belakangku saat aku berjalan di selasar sehabis dari toilet. Aku cuek saja berjalan, sebab tak merasa bernama Lisa. Tapi, suara itu masih saja terdengar, bahkan semakin mendekat. "Lisa!" Romi menjajari langkahku. Aku menoleh kepadanya dengan kikuk. 'Jadi 'Lisa' yang dia panggil-panggil itu aku?' batinku. "Na... Namaku Risa," ralatku. "Ya. Risa. Lisa. Mirip sih. Kamu mau ke kelas, 'kan?" cetus Romi acuh tak acuh. "Ya," jawabku dengan volume suara yang ku naikkan sedikit. Takut dikerjai lagi olehnya seperti kemarin. "Kalau gitu, tolong kamu bilangin ke temen-temen, dosennya lagi pergi. Jam kuliahnya kosong," kata Romi. Dia menepuk pundakku dengan ekspresi wajah seolah-olah bilang 'aku percaya kamu bisa melaksanakan perintahku ini'. Aku diam sejenak, berusaha mencerna perkataannya dulu. "Oke," timpalku pelan setelah data terkumpul di kepala. Aku sungguh merasakan firasat yang tak mengenakkan tentang cowok di hadapanku itu. Namun, aku juga tak

    Last Updated : 2024-02-23
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 59 - Pertanyaan Mereka

    1 bulan kemudian... "Nduk, kamu kok keliatan gendutan ya sekarang?" celetuk Bude Rahmi saat aku melintas di dapur hendak pergi ke kamar mandi. "Oh ya, De? Aku malah nggak sadar, lho. Berarti berat badanku pasti naik nih," kataku kikuk karena mendadak fisikku dikomentari. "Ya bagus 'kan Bu'e, berarti Risa banyak makan. Lebih sehat dibanding sebelumnya yang suka lupa makan," timpal Pakde Joko. Dia sedang duduk sembari menyeruput kopinya di dekat meja termos air panas. "Ya. Emang bagus itu," sahut Bude Rahmi. Tapi, entah kenapa, nada bicaranya seperti menyiratkan keraguan. Dia menatapku dengan aneh. Seperti sedang menaksir-naksir sesuatu pada diriku. 'Emangnya kenapa kalau aku tambah gendut?' pikirku kebingungan. Toh, aku sendiri tak mempermasalahkan berat badanku mau naik atau turun. "Aku berangkat dulu ya, De." Aku berpamitan pada Pakde Joko dan Bude Rahmi begitu keluar dari kamar mandi. Aku berusaha mengabaikan tatapan mata Bude Rahmi yang memindai badanku dari atas ke bawah, be

    Last Updated : 2024-02-24
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 60 - Pergi Ke Rumah Bidan Wati

    Dengan petunjuk yang aku berikan pada Romi, akhirnya kendaraan roda dua cowok itu berhenti tepat di depan rumah Pakde Joko. "Makasih ya, Rom," ucapku saat sudah memijakkan kaki di jalan aspal. "Ya," sahut Romi datar. Sementara kedua matanya sibuk memindai segala yang ada di sekitar rumah pakdeku. "Ini helm-nya," kataku sambil mengulurkan helm yang tadi dipinjam dari satpam kampus. Romi menerimanya tanpa mengatakan apapun. Aku yang bingung mesti berbicara apa lagi kepada Romi pun hanya bisa diam, berharap Romi saja yang akan mengatakan sesuatu untuk memecah suasana canggung ini. Terutama canggung untukku. Bagi Romi sepertinya biasa-biasa saja. "Udah, ya. Aku pergi dulu," kata Romi. Dia menatapku sebentar, lalu menyalakan mesin motor sepeda motornya dan pergi begitu saja sebelum aku sempat menjawab ucapan pamitnya. "Yang barusan itu siapa, Ris?" tanya mbak Poppy yang rupa-rupanya sudah berdiri di teras, entah sejak kapan. Dia memakai pakaian kerjanya. "Temen sekampus, Mbak," jawa

    Last Updated : 2024-02-25
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 61 - Garis

    "Owalah...! Padahal kamu udah diperingatin sama aku dan pakdemu, lho. Kok bisa kamu tetep lanjut sama pacarmu itu, Ris?" ucap Bude Rahmi emosional. Aku yang masih menunduk sembari bercucuran air mata hanya menjawab dengan isakan. Rasanya sangat berat untuk sekedar menceritakan kebenaran pada Bude Rahmi yang sudah terlanjur menghakimiku. Apalagi kami sedang berada di rumah Bidan Wati, bukannya di rumah sendiri. Aku malu jika Bidan Wati ikut mendengar penuturanku. Meskipun ada hubungan saudara, tetap saja dia orang luar, dan hal yang akan aku ungkapkan pada Bude Rahmi adalah aib. Aku tidak ingin menambah luka di hatiku dengan memberinya kesempatan untuk ikut mengomentari atau malah merasa berhak menghakimiku karena terinspirasi sikap Bude Rahmi terhadapku. "Tenang, Wa. Ini 'kan belum jelas. Belum tentu Risa emang lagi hamil, 'kan. Nanti aku kasih test pack ya, Wa. Biar Risa disuruh pakai terus nanti bisa diliat hasilnya. Jadinya nanti ada kepastian, nggak cuma berdasarkan perasaan kit

    Last Updated : 2024-02-26
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 62 - Pasca Garis Dua

    "Lho, kok kamu malah mau pergi dari sini, Nduk? Aku ini walimu lho sekarang. Aku yang bertanggung jawab kalau kamu kenapa-napa. Ya sebenernya nggak apa-apa kalau kamu mau nge-kost. Tapi, aku khawatir sama kondisi kamu itu. Coba, dipikirin baik-baik lagi, Ris. Misalnya kamu nggak mau nikah sama Boy, ya paling nggak kamu di sini aja. Di sini 'kan ada budemu sama kakakmu, Poppy, yang bisa nemenin kamu pergi ke bidan dan bantu-bantu kamu ngurus bayimu nanti kalau udah lahir," ujar Pakde Joko, mencegah niatku. Laki-laki itu tampak terkejut mendengar niatku untuk tidak tinggal lagi di rumahnya lagi."Pak'e! Ya nggak mungkinlah aku ada tenaga untuk itu. Apalagi kalau nanti Poppy hamil terus lahiran, pasti aku yang mesti ngurusin bayinya," sanggah Bude Rahmi tanpa basa-basi. Lantas dia melengos lagi setelah mengutarakan penolakannya itu. "'Kan Poppy belum hamil. Misalnya udah juga Risa dulu 'kan yang lahiran. Kamu gimana sih?" cecar Pakde Joko. Istrinya mendengkus kesal, kemudian berpaling k

    Last Updated : 2024-02-27
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 63 - Kehidupan Di Dalam Perutku

    "Bukan gitu, Mbak. Tapi... Apa mbak Poppy nggak ada kata-kata lain yang lebih enak didenger? Toh aku sebenernya nggak pengin begini, Mbak," kataku sembari menurunkan pandangan mata lagi. Menghindari tatapan mbak Poppy yang seperti ingin menelanku hidup-hidup. "Nggak pengin begini tuh maksudnya nggak pengin hamil jadi nggak ketauan udah nakal sama pacar kamu itu. Ya, 'kan? Licik kamu, Ris. Padahal pakde sama budemu udah baik banget mau nampung kamu di sini. Bahkan kuliah kamu dibayarin bapakku. Tapi apa balesannya? Kamu malah ngasih aib buat keluarga ini. Keterlaluan!" ujar mbak Poppy memberang. "Udah, Pop. Jangan marah-marah kayak gitu. Kalau kamu betulan hamil, nanti bayimu kenapa-napa gimana?" Bude Rahmi menegur mbak Poppy. Mbak Poppy tak mengucapkan apapun. "Ya udah, Ris. Aku sama Poppy cuma mau ngasih tau itu aja," kata Bude Rahmi sembari bangkit dari tempat tidurku dan melangkah keluar dari kamar itu diikuti oleh mbak Poppy yang mengembuskan napas kasar saat melewatiku.***Mb

    Last Updated : 2024-02-28
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 64 - Kebiasaan Baru

    "Habis ini kamu ikut ke tempat karaoke ya, Ris. Kamu wajib liat biduan kita, si Devi Sukaesih, yang mau manggung. Kamu cukup nonton aja. Marwah sama Nela juga kerjaannya cuma duduk-duduk sama makan jajan aja kok di sana," kata Wawa begitu dosen yang baru saja mengajar di kelas kami keluar dari ruangan. "Devi Sukaesih?" kutipku geli. "Iya. Nonton aku nyanyi, ya. Sama Febri tuh, suaranya bagus. Bagus banget dia kalau lagi nyanyi lagu campur sari. Nggak kayak Wawa. Suaranya kayak ember plastik meledak," timpal Devi sembari mencibir ke arah Wawa. "Emangnya kamu tau bunyi ember plastik meledak kayak apa? Sok tau lu," sambar Wawa dengan bibir dimonyongkan. "Ya udah deh, nanti aku ikut. Tapi aku nggak bisa lama-lama," cetusku.Sorak-sorai ramai terdengar dari mulut Febri cs. Mereka menyambut kesediaanku ikut ke tempat karaoke bersama mereka dengan senang. "Nah, gitu dong, Ris. Tenang aja, ukhti kita tercinta yang bayarin semuanya," celetuk Febri. "Apaan sih?" dengkus Marwah. Tetapi dia

    Last Updated : 2024-02-29
  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 65 - Menikmati Kebersamaan

    "Ng... Nggak kok, Feb. Aku baik-baik aja," jawabku gugup. Diam-diam aku berupaya keras menahan diri agar tak memegang-megang perutku lagi untuk mengajak bicara bayiku. "Ya udah, aku mau pipis dulu, ya. Tolong tungguin, Ris. Ntar kita bareng balik ke ruangannya," kata Febri. Dia berdiri dan berjalan ke salah satu bilik toilet. 'Maaf ya, Dek. Mungkin Ibu nanti nggak bisa sering-sering ngajak kamu ngobrol kalau lagi ada temen Ibu. Soalnya Ibu bakal otomatis pegang perut Ibu kalau ngajak ngobrol kamu. Yang penting kamu tau 'kan Ibu sayang kamu, Dek?' Aku mengusap sekilas perutku sementara Febri masih berada di dalam bilik toilet. Ketika cewek itu sudah selesai buang air kecil, aku sudah selesai juga berkomunikasi dengan anakku. "Yuk," ujar Febri. Lagi-lagi dia menggamit lenganku selama kami berjalan bersama menyusuri sebuah lorong melewati banyak ruangan tempat karaoke seperti ruangan yang sedang kami tuju. "Kalian pipis apa boker sih? Lama amat," ceplos Wawa begitu melihatku dan Febr

    Last Updated : 2024-03-01

Latest chapter

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 117 - I Love You

    "Capek ya, Dek?" kataku pada Xander yang berada di gendongan Boy. Kami baru saja keluar dari wahana It's A Small World Tokyo Disneyland. "Kita makan dulu. Habis itu naik kereta keliling taman ini, mau nggak?" tanya Boy kepadaku dan Xander sekaligus. "Oke," timpalku. Ku ikuti saja langkah Boy yang panjang-panjang menuju ke sebuah restoran yang ada di taman hiburan tersebut. "Enak nggak waffle-nya?" Boy menanyai Xander yang tengah menggigit waffle berbentuk kepala Mickey Mouse dengan topping mangga kocok dan saus maple. "Enak," jawab Xander. "Lebih enak waffle itu atau kue pancong?" tanyaku iseng. Xander pernah makan kue pancong dan bilang kue itu enak sekali. Aku ingin tahu penilaiannya sekarang. Apakah kue pancong masih jadi kue favoritnya? "Kue pancong," kata Xander. Sontak aku dan Boy tertawa mendengar jawabannya yang bernada polos itu. "Emang ya, lidah lokal." Boy mengacak-acak rambut Xander dengan sayang.

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 116 - Percaya

    Boy membukakan pintu kamar kami menggunakan key card. Mataku sukses dibuat terbeliak lebar begitu berjalan memasuki ruangan yang super mewah itu, yang sepertinya merupakan kamar yang termewah dan termahal di Java Star Hotel.Aku melewati mini bar dan berbagai fasilitas eksklusif yang ada di kamar itu dengan batin yang tak kunjung berhenti mengagumi. "Mau minum sesuatu?" Boy membuka pintu kulkas yang berada di dapur. Aku menggelengkan kepala pelan. "Aku udah banyak minum cocktail di ballroom tadi."Boy menenggak isi minuman kaleng di tangannya, kemudian dia bergabung duduk denganku di sofa yang ada di seberang meja TV. Kami berdua menonton film dokumenter mengenai kehidupan sekelompok gajah di Afrika dalam keheningan yang terasa aneh dan sedikit mencekam. Sampai-sampai, ketika laki-laki di sampingku mengatakan sesuatu, hampir saja badanku melonjak karena kaget. "Besok kita ke makam Bapak sama Ibu ya," kata Boy. Aku terpana men

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 115 - Bahagia

    Acara pemberkatan dan penandatanganan surat nikah sudah usai. Para tamu undangan bergiliran naik ke atas panggung untuk menyalamiku dan Boy yang berdiri diapit para orang tua. Kebanyakan dari mereka merupakan orang-orang yang tak ku kenal sama sekali. Sepertinya mereka adalah rekan bisnis Papa dan kenalan Mama. Hanya Nava, beberapa tetangga, dan teman-teman dari Yogyakarta yang merupakan tamu dari circle-ku. Bahkan, Boy juga cuma mengundang Riga. Selebihnya, dia bilang dia tak mempunyai teman dekat lain.'Seandainya Bapak sama Ibu hadir di sini sekarang.' batinku sedih.Di urutan terakhir dari antrean tamu sepanjang rel kereta api itu, Febri cs menyapaku dengan heboh begitu mereka sampai di hadapanku. "Hai, Risaaa! Selamat ya, Ris! Btw, kamu cantik bangeettt pake gaun kayak gituuu!" Febri menjabat tanganku dan mencium kedua belah pipiku dengan kalap.Wawa, Devi, Nella, dan Marwah mengikuti apa yang dilakukan oleh Febri itu dengan gaya yang sama persis. Bahkan, Nella yang pendiam sepe

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 114 - Langkah

    "Emangnya mau dipanggil apa lagi selain 'kak'?" Seorang laki-laki muncul di belakang Kak Valerie. Badannya lebih tinggi dari Boy, tetapi lebih berisi dibandingkan badan adiknya. Soal wajah, mereka berdua mirip sekali, bahkan sampai ke tingkah-lakunya. "Dari mana aja kamu?" sentak Kak Valerie dengan ekspresi muka bak emak-emak menginterogasi anaknya yang baru pulang subuh. "Dari ruang makan. Tadi ada telpon dari pak hakim," jawab laki-laki itu dengan nada acuh tak acuh. "Oh," timpal Kak Valerie singkat. Dia kembali ke setelan anggunnya, kemudian mengalihkan pandangan kepada Xander. Badannya sedikit dia bungkukkan agar bisa sejajar dengan anak itu. "Kalau kamu namanya siapa? Aunty boleh tau nggak?" tanya Kak Valerie ramah. Namun Xander bukannya menjawabnya, malah bergegas bersembunyi di balik kaki Boy. "Dia takut tuh sama kamu. Kamu sih, nakutin." Kakaknya Boy meledek istrinya dengan bicara sok serius, padahal tanpa sepengetahuan wanita itu dia meringis lebar seraya mengulurka

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 113 - Impian

    Aku keluar dari ruang ganti dengan wajah tertunduk. Rasa malu menyerangku, padahal aku tengah memakai gaun pengantin yang ku impi-impikan sejak aku baru mengenal cinta monyet. Gaun berbahan tile berwarna putih dengan hiasan payet-payet dan renda, dengan model kerah Sabrina yang menampakkan kedua bahuku. Belum lagi ekor gaun yang panjang menjuntai di lantai, serta tak lupa kerudung dari bahan veil yang melengkapi gaun itu. Cantik, bukan? Tapi aku merasa tak nyaman memakainya karena terlalu terbuka. Kalau aku yang dulu memakainya, pasti bakalan suka. Berbeda sekali dengan aku yang sekarang. Kejadian yang sudah menjungkirbalikkan kehidupanku itu telah mengubah seleraku juga dalam hal berpakaian. "Cantik banget kamu, Ris!" cetus Mama. Otomatis kepalaku terangkat menatapnya. Dan secara tak sengaja pula, aku dan Boy jadi bersirobok mata.Boy memperhatikanku hampir tanpa berkedip. Tatapannya begitu sulit ku artikan. Yang jelas, efeknya membuatku serasa dikuliti. "Ya 'kan, Boy?" Mama menole

  • My 'Bad' Boyfriend   Bab 112 - Will You?

    "I... ini... maksudnya apa ya, Tan?" kataku penuh rasa terkejut luar biasa ketika Tante Merry berhenti di depan sebuah boneka manekin yang memakai gaun pengantin kepadaku. Tante Merry tersenyum menatapku. "Tanya aja sendiri sama calon mama mertua kamu. Itu orangnya."Aku menengok ke arah yang ditunjuk oleh Tante Merry lewat kerlingan matanya. "Ma..." panggilku dengan nada bingung. "Maafin Mama ya, Ris. Mama pikir, lebih baik kalian cepet-cepet nikah aja dibandingkan tunangan dulu. Kelamaan nanti. Mama udah nggak sabar pengin jadiin kamu menantu Mama, Sayang. Nggak apa-apa, 'kan? Toh, Xander juga udah akrab sama Papa dan Mama. Apa lagi yang mau kalian tunggu?" jawab Mama dengan raut wajah polos versi anggunnya. Dia menggandeng tangan Xander selagi mendekatiku, kemudian menyunggingkan senyuman terlembutnya. "Tapi kalau Risa nggak mau sama aku habis ini, berarti itu salah Mama ya." Boy tahu-tahu muncul dari balik tirai ruang ganti. Penampilannya sangat-sangat berbeda jauh dibandingka

  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 111 - Hangat

    Ini jalan ke pantai yang waktu itu bukan?" celetukku saat mobil yang kami tumpangi memasuki jalan raya yang tampak familiar bagiku, berkaitan dengan ingatan masa lalu. Boy tersenyum sambil tetap fokus menatap ke depan. "Ya. Kamu belum pernah ke sini pagi-pagi, 'kan? Sunrise-nya juga bagus lho diliat di sana."Ya, memang. Saat ini masih subuh menjelang matahari terbit. Kenapa aku tidak menyadari maksud dan tujuan Boy sebelumnya ya? "Jadi nggak sabar liatnya," jawabku antusias sembari memalingkan wajah menatap pemandangan di luar kaca jendela mobil di sisi kiriku. "Papa," panggil Xander. Mendadak saja anak itu terbangun. Dia yang tadinya setengah tiduran di pangkuanku sekarang beringsut mengubah posisinya menjadi duduk tegak. Kedua tangannya mengusap mata yang merah khas orang baru bangun. "Kamu kaget nggak, tau-tau ada di mobil?" tanya Boy. Dia mengulas senyum lebar pada Xander yang tampak bingung celingukan melihat-lihat keadaan di se

  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 110 - Nostalgia Nasi Goreng Kampung

    "Kamu nggak salah apa-apa, Ris. Kemaren, bahkan sejak kita belum ketemu," sambar Boy. Aku terdiam, mencoba mencerna kata-kata Boy itu. "Ya... Kamu yang duluan deketin aku. Kamu yang ngajakin aku pura-pura pacaran. Kamu yang..." gumamku tanpa sadar. "Ya. Aku juga yang bikin semuanya jadi kacau. Makanya, aku mohon, kasih aku kesempatan buat ngeberesin semuanya, oke?" timpal Boy. Aku tersenyum kecut saat air mataku keluar begitu saja. Entah kenapa, ucapan Boy itu menghangatkan hatiku. "Aku boleh ke situ nggak?" tanya Boy tiba-tiba. Aku memikirkannya masak-masak sebelum menjawab. "Ya..." "Oke. Thanks, Ris. Tunggu aku," tandas Boy. *** "Udah makan belum?" Begitu aku membuka pintu, itu kalimat pertama yang Boy lontarkan kepadaku. "Belum," sahutku sembari memberinya akses masuk ke bagian dalam rumah. "Kenapa belum? Kamu bener-bener nggak suka kuenya, ya? Mau makan apa? Sebelum maag kamu kambuh," berondong Boy. Dia menghempaskan diri di sofa ruang tamu. Aku sendiri meng

  • My 'Bad' Boyfriend   BAB 109 - Hadiah Kecil Untuk Diri Sendiri

    "Membantu diri sendiri gimana, Tante?" lontarku bingung. "Membantu diri kamu sendiri buat sembuh dari trauma kamu, Ris. Nggak ada orang yang bakal bisa bantu seseorang bener-bener sembuh dari traumanya, bahkan kalau orang itu ahlinya sekalipun, kalau orang yang bersangkutan nggak mau berusaha untuk sembuh dengan kesadarannya sendiri," jelas Tante Bella. Aku terpana mendengar jawaban dari wanita di hadapanku itu. "Oh... Gitu ya, Tan," tanggapku takjub. Ada perasaan ingin memberi hadiah kecil kepada diri sendiri setelah pulang ke rumah nanti. "Iya, Ris. Tante seneng, kamu termasuk orang yang dengan sadar mau berusaha untuk terbebas dari rasa sakit kamu itu," ujar Tante Bella. Senyuman hangatnya masih tersungging di bibirnya yang dipoles lipstik berwarna nude. ***Begitu aku keluar dari ruang praktek Dokter Bella, Mama dan Boy yang menungguiku di koridor langsung bangkit dari bangku besi yang mereka duduki. Wajah mere

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status