"Kenapa kamu menghindar, tadi kamu menciumku duluan, kamu bilang bibirku berbahaya, lalu menciumku mesra." Dia menyentuh pipiku dengan lembut, lalu menunduk, dengan jantung berdebar kencang, aku segera menghindari apapun yang mau dia coba lakukan. Ciuman hari ini adalah kesalahan, baik saat ada Leona, maupun di kantornya, aku harus bisa melawannya, dia tidak bisa seenaknya menciumku. Matanya yang gelap menatapku dengan penuh emosi, napasnya yang hangat memburu mengenai wajahku, tiba-tiba dia melepaskan pelukannya sehingga aku terlempar ke atas tempat tidur, lalu dia berjalan cepat meninggalkanku sendirian di kamar dengan penuh amarah.
Setelah terhempas di kasur begitu saja, entah kenapa aku langsung merasa bersalah. Suara di kepalaku tiba-tiba menyalahkan diriku, mengapa aku mengecewakannya? Wajahnya tadi begitu marah, bagaimana kalau dia jadi marah denganku? Aku termenung sesaat, lalu berpikir, memangnya kenapa kalau dia marah? pikiranku seperti terkena racun. Sudah sepantasn
Aku memandangi kursi putih itu terpaku sesaat akan kisah di belakangnya, lalu menghela napas dan kembali menutup pintu. Di waktu itu Papa sedang bersama dengan pacarnya entah yang keberapa. Kaki kecilku berlari ke bawah dengan panik. Aku tahu tak seharusnya mamaku melayang di udara seperti itu. Aku berlari segera menuju dapur tempat biasa para pengasuhku berkumpul, air seniku mengalir sepanjang jalan sehingga membuat jejak panjang yang berbau pesing. Dengan panik para pengasuh segera mengurusku dan menghubungi papa dan opa. Opa Jacob segera datang, dan mengurus semua, sedangkan baru keesokan paginya papa dapat dihubungi dan datang hanya untuk berpura-pura meratap di peti mati mama.Aku tidak pernah percaya papaku pernah sedetikpun mencintai mamaku walaupun setelah itu papaku tampak begitu terpukul dan terdiam sepanjang wa
Pergelangan tanganku terasa panas karena tarikan tangannya yang kasar. Aku kini duduk bersamanya di bagian belakang mobil. Daniel menyetir di depan. Suasana di mobil begitu hening dan mencekam, aku masih mengelus pergelangan tanganku yang memerah karena perbuatan Ethan. Aku menatapnya, napasnya masih memburu, dia menatap keluar ke arah jendela, sehingga aku tidak dapat melihat wajah tampannya. Aku merasakan getaran dari dalam tasku, aku segera meraih handphoneku, Raka."Halo," ucapku menjawab telepon. Ethan menoleh dan langsung memperhatikanku."Lo dimana? seluruh kantor ngomongin aneh-aneh tentang lo, masa katanya lo yang punya pabrik? Aneh banget kan?" tanya Raka tertawa gugup."Iyah, nanti aku cer
"Sekarang tanda tangan!" Aku memerintahkannya sambil mengambil kertas kontrak tadi dan meletakkannya di hadapannya. Aku memberikan pulpen kepadanya, dia mengambil pulpen itu dengan marah. Dia membaca ulang perjanjian, aku dapat melihat berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya, dia mulai mengulur-ulur waktu. Kesabaranku mulai habis, kepalaku seperti mau pecah, berdenyut pilu seperti sedang di hantam palu."Cepat, tanda tangan, aku nggak punya waktu seharian untuk menunggumu," Aku menyerah, sepertinya aku harus rebahan, mudah-mudahan dengan keadaan seperti ini, aku bisa tidur. Dia menatapku sebentar sesaat sebelum menandatangani kontrak itu, tanpa bisa kutahan, senyumanku terbit, dia akan menjadi istriku, dengan itu semua harta Opa sudah aman di tanganku.Akhirnya dia menandatanganinya, aku begitu lega sehingga aku ingin memeluknya, pikiran bodoh, buat apa aku memeluknya? Anna malah kembali berlinang air mata dan berlari menuju M
Saat aku bertangis-tangisan dengan mama, tiba-tiba aku mendengar bunyi terjatuh yang keras dari depan. Hatiku mencelos, dari tadi siang aku sudah memperhatikan, wajahnya terlalu pucat sehingga tidak wajar. Aku segera berlari menuju ruang depan. Ethan jatuh tergeletak di lantai."Ethan,...Ethan? Kamu ga apa-apa?" Aku menghampirinya, menaruh kepalanya di atas pangkuanku, dengan panik aku menyentuh wajahnya yang ternyata panas sekali, dia demam. Dia mencoba membuka matanya, namun keningnya segera berkerut, seperti menahan sakit.Mama berjongkok di sebelahku dan menyentuh keningnya."Dia demam tinggi," ucap mama, dia berjongkok di sebelahku dan ikut menyentuh wajah Ethan. Wajah Mama terlihat khawatir, dia memaksa dirinya
"Kamu sudah tanda-tangan kontrak, kamu harus menikah, kalau tidak aku akan memasukan kalian ke penjara," ucapku dengan kesal. Wajah Anna terkejut dan langsung terlihat bersalah. Tapi mamanya tampak tidak peduli dan malah pura-pura tidak mendengar. Wanita paruh baya itu meletakkan tumpukan piring dan tersenyum padaku."Mari makan, kamu suka nggak sambel terasi?" tanya mamanya Anna dengan santai, dia menunjuk ke kursi reot di dekatku. Aku pada awalnya hendak menghardik wanita tua itu, namun saat mataku bertemu dengan mata tuanya, hatiku terasa aneh, aku teringat kata-katanya yang lembut tadi saat aku terjatuh. Aku menggertakkan gigiku, dan duduk di kursi yang ditunjuk. Anna terlihat lega, lalu duduk di sisiku."Tumis
Aku segera mengambil remote AC dan menyalakan AC kamarnya, mengapa AC harus dimatikan sih? Apakah mereka tidak kepanasan?"Eh, kok kamu masuk di kamarku?" tanya Anna dengan panik ikut masuk ke kamarnya."Aku lalu tidur dimana? Aku ga mau tidur di meja makan," ujarku kesal, rumah ini aneh, sofa pun tak ada. Aku membuka kancing tangan kemejaku. Anna terpekik pelan."Kenapa lagi?" tanyaku sambil meneruskan membuka kancing kemejaku."Kenapa kamu buka baju?" Dia menunjuk tanganku yang masih membuka kancing. Ah, aku memang selalu tidur hanya mengenakan kaos dalam, aku tidak mau tidur dengan kemeja.
Mamaku sudah gila, bagaimana dia bisa mengunci pintu gerbang rumah seperti ini, sehingga tunangan anak gadisnya harus menginap, kasur kami hanya ada dua, dan dia malah mengunci pintu kamarnya.Pria itu malah dengan santainya masuk ke kamarku, dan menyalakan ac, saat dia mulai membuka bajunya aku tahu, aku harus menghentikan kegilaan ini. Namun yang aku lakukan malahan menyentuh otot perutnya yang rata, menyentuhnya disana membuatku merasa panas, benar AC-nya panas sekali malam ini. Aku segera menutup pintu agar dingin AC tidak keluar.Dia sudah duduk di kasur dengan hanya mengenakan kaos dalamnya, untung dia tidak membukanya juga. Kalau sampai dia membuka kaosnya sepertinya aku harus mengikat tanganku, agar tidak menyentuh otot perutnya yang keras tadi. Aku menatap sisi sempit kasur di sampingnya, apakah aku harus tidur disitu? Bagaimana jika tiba-tiba aku ingin menyentuhnya seperti tadi sore, apa yang aku pikirkan tadi menggesek-gesek
Aku menyukainya, aku benar-benar menyukainya, aku tidak bisa membohongi diriku lagi, aku memang menyukai Ethan Samuel. Pria yang dahulu ku benci, yang merobek bajuku, dan memperlakukanku dengan kasar, kini aku hanya bisa pasrah dalam pelukannya, ciumannya yang pada awalnya begitu lembut dan manis, kini makin lama semakin dalam dan menuntut.Aku meresponnya dengan sepenuh hatiku.Mataku tertutup, menikmati ciumannya Ah, dia begitu mahir mencium, dalam sekejap seluruh tubuhku seperti teraliri listrik, bulu halusku berdiri merespon tiap sentuhannya."Ah Anna," gumamnya mendesah di telingaku, lalu dia menjilat kelopak telingaku, membuatku menggil