Share

Bab 2 Bertemu Kembali

Aiden dapat melihat bagaimana ekspresi Alex. Terlihat gugup, membuatnya merasa curiga. Langsung saja ia merebut tablet itu dan melihat.

“Dia dekat dengan penerus utama keluarga Oliver, Tuan. Mereka berteman dekat. Menurut informasi yang saya dapat, mereka selalu menghabiskan waktu bersama,” kata Alex pada akhirnya.

Mendengar itu membuat tangan Aiden terkepal emosi. Oliver. Dia benci keluarga itu sepenuhnya, apalagi kepada penerus utama. Sebisa mungkin Aiden akan melakukan apapun agar keluarga itu sengsara. Kesalahan yang telah dibuat di masa lalu membuat Aiden menyimpan dendam yang luar biasa hingga sampai sekarang.

“Dia ... wanita tadi, bukan?” tanya Aiden ketika dia sudah sampai ke sebuah halaman foto, menampilkan seorang perempuan yang tersenyum menunjukkan rentetan gigi putihnya.

“Iya, Tuan,” kata Alex pelan. Setelah kejadian Marvin yang melarang, Aiden terlihat seperti masih menyimpan dendam akan wanita itu.

Aiden mengangguk. “Wanita kurang ajar,” gumam Aiden disaat dia masih bisa membayangkan kejadian tadi.

“Apa Tuan ingin saya melakukan sesuatu?”

“Tidak perlu,” tolak Aiden. Aiden tersenyum penuh misterius. Ketahuilah, dia akan melakukan segala cara agar keluarga Oliver sengsara. Apa yang sudah Aiden dilakukan selama ini tidak bisa dibilang hal kecil. Aiden telah membuat beberapa perusahaan besar membatalkan perjanjian dengan keluarga Olive. Tapi hanya ada satu perusahaan yang selalu saja membantu mereka, dan sialnya perusahaan itu adalah perusahaan Chayton. Orang tuanya selalu membantu mereka.

“Stephanie Michelle Casey,” gumam Aiden ketika membaca nama lengkap perempuan itu.

Tapi untuk kali ini, tidak akan ada yang bisa membantu mereka lagi. Malam ini, Aiden akan merebut barang berharga dari penerus utama Oliver.

“Siapkan tuxedo sekarang juga. Aku tidak mau terlambat,” jelas Aiden sambil mengembalikan tablet tersebut.

***

“Stephanie, kau harus bisa bersikap anggun. Keluarga mereka sangat menjunjung tinggi soal sopan santun,” jelas Diana sesudah mereka duduk di tempat yang telah disediakan. Restoran mewah ini sepi, hanya ada mereka dikarenakan Erland sudah memesan tempat ini beberapa hari lalu.

Para koki dan pramusaji terlihat mondar-mandir. Mereka membawakan makanan demi makanan hingga meja besar yang mereka tempati terisi penuh.

“Sudahlah, Mom. Aku sudah bosan mendengar kalimat itu,” kata Stephanie malas. Sejak di mansion sampai saat ini, kalimat itu saja yang dia dengar baik dari Diana ataupun Erland. “Lagi pula aku sudah belajar mengenai manners sejak kecil.”

Diana mengangguk. Tapi tidak ada salahnya bukan untuk berjaga-jaga? Sejak dulu, Erland sudah mendidik Stephanie dengan sangat baik. Dia tahu kalau Stephanie akan meninggalkan rumah sesudah menikah. Dia bukan lagi milik mereka sepenuhnya. Maka dari itu, Erland sudah mendidik mulai dari cara bicara, makan, berpakaian, juga berdandan. Itu semua dia lakukan agar Stephanie tidak dipermalukan di keluarga barunya.

“Mereka sudah datang,” kata Erland yang dari tadi memperhatikan pintu masuk.

Mendengar itu, mereka langsung berdiri dan berjalan mendekat ke arah mereka. Jabat tangan, pelukan, serta juga ciuman sudah mereka lakukan.

“Kau sangat cantik sekali,” kata seorang wanita yang rambutnya sebatas leher. Dia juga memakai pakaian hitam tertutup. Matanya yang berwarna cokelat berhasil membuat kecantikannya semakin meluap-luap.

Stephanie yang dipuji hanya bisa tersenyum. Dia masih berusaha menahan rasa terkejut. Stephanie tak menyangka kalau yang datang sekarang adalah keluarga Chayton. Keluarga terhormat dan terpandang.  

Apalah keluarga Casey jika dilihat dari sudut pandang Chayton? Meskipun Casey juga adalah keluarga terpandang, tetaplah Chayton yang menjadi pemenangnya.

“Kau merawatnya dengan sangat baik, Diana,” kata perempuan itu sembari tersenyum.

“Terima kasih, Rose,” kata Diana. “Lebih baik kita duduk sekarang dan berbicara santai.”

“Ide yang bagus,” sahut Rose yang lalu menggenggam tangan Stephanie. Jelas saja Stephanie merasa terkejut. Belum ada beberapa menit, Rose sudah memperlakukannya sedekat ini.

Ini pasti sudah mereka rencanakan sejak lama.

“Akhirnya apa yang kita harapkan terjadi juga.” Seorang pria yang berada di ujung berbicara. Pria yang walaupun sudah tidak muda tapi masih terlihat kuat. Dulunya, dia mendapat julukan sebagai ‘The king of man’. Siapa sangka, kalau Rose lah yang bisa mendapatkan hati Ransom Chayton. “Kami sudah merencanakan perjodohan ini sejak kalian kecil.”

Tidak perlu terkejut karena Stephanie sudah menduganya. Ini juga adalah kali pertama mereka bertemu. Walaupun keluarganya adalah pebisnis, tapi Stephanie tidak diperkenankan untuk ikut campur. Hanya kakaknya, Sean Casey, yang mengurus semua. Lagi pula, Stephanie tidak mempermasalahkan itu. Dia juga tidak tertarik dalam bidang bisnis.

“Aku masih terpana melihat kecantikan putri dari Tuan Casey,” kekeh Rose yang berada di seberang Stephanie. Sikap lembutnya membawa hawa yang menyejukkan. “Aku tidak menyangka kalau aku bisa mendapatkan seorang menantu yang luar biasa.”

“Begitu juga dengan diriku,” sahut Diana yang ada di samping Rose. “Harusnya kami yang bersyukur mendapatkan menantu laki-laki dari Chayton. Suatu kehormatan yang luar biasa.”

Mendengar itu membuat Stephanie tersadar. Dia belum bertemu dengan pria itu. Stephanie tahu jelas bagaimana penerus utama Chayton. Semua wanita pasti menyimpan foto pria yang dijuluki sebagai ‘The hottest Man’. Membayangkannya membuat Stephanie menjadi gugup kembali.

Sejujurnya, ini bukan kapasitas Stephanie. Dia jarang bisa akrab dengan lawan jenisnya. Hanya bisa dihitung dengan jari berapa pria yang ada di sekelilingnya. Stephanie terbiasa mengagumi lawan jenisnya diam-diam, oleh sebab itu sampai di umurnya yang sekarang ia menyandang gelar jomblo.

“Maafkan aku yang terlambat.”

Suara berat itu masuk ke telinga Stephanie. Jantungnya bergemuruh. Suara itu terdengar tidak asing di telinganya. Merasa penasaran, akhirnya Stephanie menengadah. Mereka saling bertatapan beberapa saat, hingga akhirnya Stephanie teringat dan langsung memutuskan pandangan.

Bodohnya Stephanie. Bagaimana bisa dia tidak mengingat siapa pria itu disaat balapan tadi? Pantas saja sepulang dari tempat balapan liar itu Nancy masih histeris.

Pertemuan pertama mereka sudah buruk sekali.

“Tidak masalah. Silahkan duduk,” kata Erland yang tersenyum maklum. “Aku rasa kalian sudah bertemu sebelumnya. Apa benar?” tanya Erland sesudah Aiden duduk di sebelah Stephanie.

Harum tubuh maskulin Aiden menyeruak, menembus paru-paru Adeline, membuatnya merasakan sesak dan juga panas. Dia pikir hanya bentuk tubuh dan suara, tapi ternyata parfum yang Aiden pakai mampu membuat gejolak aneh timbul.

“Tidak,” jawab Aiden berbohong. Sejujurnya dia malas untuk menjelaskan jika menjawab iya. Oleh karena itu dia memilih untuk berbohong. “Atau mungkin kami berpapasan secara tidak sengaja.”

Stephanie bisa sedikit lega. Mau ditaruh dimana wajahnya jika Aiden menjawab iya. Lucunya, pertemuan mereka diawali dengan tabrakan aneh.

“Aku rasa kita tidak perlu berlama-lama lagi,” celutuk Ransom. Dia mengamati dua manusia muda itu. “Tadi Aiden sudah menerima data diri tentang Stephanie. Jadi pasti dia sudah mengenal sedikit tentang dirinya.”

Para kaum ibu hanya bisa diam dan menikmati pembicaraan ini. Dengan mereka diam maka itu akan menunjukkan betapa hormatnya mereka kepada para suami.

Wow, cukup mengejutkan untuk Stephanie. Ia bahkan tidak tahu menahu kabar ini. Ditatapnya sang Mommy, meminta penjelasan melalui isyarat. Jelas saja Stephanie sedikit khawatir, karena Diana pasti menaruh informasi yang tidak-tidak tentang dirinya. Mommy-nya kadang menyebalkan, tapi Stephanie menyayanginya.

“Bagaimana denganmu Erland? Apa kau menerima perjodohan dari keluarga kami?” tanya Ransom. Dia tidak bertanya kepada dua manusia itu. Jadi, siapa yang berjodoh sebenarnya?

“Tentu saja. Aku menerimanya. Bukan begitu, Stephanie?” tanya Erland kepada sang putri.

“Aku ....” Stephanie menjeda kalimatnya. Dia bingung apakah ini benar atau tidak.

“Mungkin dia masih merasa gugup.” Aiden mengambil ahli. Dia menatap lembut Stephanie. Well, hal yang sungguh berbanding terbalik di balapan tadi. “Itu adalah hal yang wajar. Kenapa kalian tidak meminta jawabanku?” tanya Aiden ke para orang tua.

Erland terkekeh kecil, diikuti dengan para ibu. Sedangkan Ransom, dia hanya terdiam sambil mengamati. Dari sini, sudah dapat dilihat kalau dua orang berbeda generasi itu punya masalah khusus.

“Bagaimana denganmu, Mr. Chayton?” tanya Erland.

Aiden mengangguk mantap. Tiba-tiba, dia menggenggam tanga Stephanie. “Aku tidak punya alasan yang kuat untuk menolaknya,” sahut Aiden sambil menatap Stephanie. “Tentu. Aku menerima perjodohan ini dengan senang hati. Dia akan menjadi Mrs. Chayton.”

Stephanie bergeming. Dia menatap lebih dalam ke manik cokelat itu. Otaknya masih kosong. Dia belum bisa menelan lebih jelas akan hal ini. Pertama, pegangan yang ini terasa sangat lembut dari yang tadi sore. Kedua, suara Aiden juga jauh berbeda. Ketiga, tatapannya juga berbanding terbalik. Apakah Aiden punya dua sisi? Apa ini hanya pura-pura? Atau yang di balapan yang sebenarnya pura-pura?

***

Mobil mewah berwarna hitam melewati gerbang yang menjulang tinggi dengan ujung tajam. Beberapa bagian keamanan menunduk hormat ketika mobil itu melintasi mereka, membelah halaman luas dari mansion. Terlihat juga dari dalam mobil sebuah nama yang terlihat indah dengan bantuan lampu taman, CHAYTON’S MANSION.

Ayah, Ibu, dan putra itu berada di dalam mobil bersama dengan sopir. Sejak awal tidak ada suara yang terdengar sama sekali. Suasana sangat hening dan dingin. Rose hanya bisa terdiam. Dia bingung harus bagaimana lagi agar suami dan putranya berbaikan. Sejak kejadian itu, mereka terlihat mengibarkan bendera perang. Bahkan sampai sekarang, tidak ada tanda-tanda kalau hubungan mereka akan baik kembali.

“Aku ingin berbicara kepadamu.” Suara dingin Ransom membuat Aiden berhenti melangkah masuk. Dia enggan berbalik. “Ke ruanganku

sekarang juga!”

“Ak—”

“Tidak ada bantahan sama sekali,” potong Ransom yang lalu masuk terlebih dahulu, meninggalkan Rose dan Aiden.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status