Anggara sudah melangkah menuju parkiran ketika iPhone-nya kembali berdering, ia merogoh ponsel dari saku celana dan menemukan sang isteri meneleponnya.
Anggara tersenyum, sejak tadi siang setelah teleponnya di putus sepihak oleh Selly, ia tidak lagi menghubungi sang isteri karena kemudian harus sibuk bergelut dengan banyaknya pasien yang minta konsultasi, belum lagi pasien kolab dengan bagian lain dan tidak lupa jadwal operasi minor dan mayor yang sudah menantinya sejak kemarin.
Dan lelah itu sontak hilang ketika Selly tiba-tiba meneleponnya sore ini. Membuat senyum Anggara merekah sempurna.
"Ya Sayang, kenapa?" sapa Anggara yang sudah bersandar di Pajero putih kesayangannya itu.
"Kooooo ...," panggil suara itu panjang dan manja, ah fix! Ini pasti dia ingin dibelikan sesuatu! Anggara tersenyum kecut, ia memijit pelipisnya dengan perlahan, semoga bukan The BTS Meal yang hendak Selly minta, Anggara sudah tidak sanggup berdesak-desakan dengan para Army lagi.
Anggara sedikit terburu-buru melangkah pulang, selepas magrib nanti ia sudah harus ada di klinik dokter Anton guna memeriksakan kehamilan sang isteri. Tidak terasa kehamilan Selly sudhs masuk dua puluh delapan minggu, padahal ketika mereka menikah dulu, kehamilan Selly baru berusia sepuluh Minggu.Rasanya ia benar-benar sudah tidak sabar menantikan bayi kecil itu lahir dari rahim sang isteri. Akan seperti apa anaknya nanti? Mirip Selly atau Anggara. Dan Anggara berharap USG kali ini bisa memperlihatkan jenis kelamin bayi mereka, mengingat bulan kemarin jenis kelamin bayi mereka belum terdeteksi karena tertutup kaki.Kira-kira laki-laki atau perempuan? Tapi perasaan Anggara mengatakan bahwa janin sang isteri adalah berjenis kelamin laki-laki. Semoga saja intuisi Anggara benar, jadi anaknya sudah lengkap sepasang, meskipun ia masih ingin tambah anak lagi.Sambil bersiul, Anggara membawa mobilnya kembali ke rumah. Pasti Felicia sudah tidak sabar bukan ingin ikut me
"PAPA KENAPA LAMA SE ...."Anggara dan Selly tersentak luar biasa, mereka melepaskan pagutan bibir mereka dan tertegun di tempat masing-masing, seperti di-frezze keterkejutan yang merupakan efek dari munculnya Felicia secara tiba-tiba di depan pintu kamar mereka.Gadis kecil itu, gadis lima tahun itu ... gadis itu memergoki sang mama dan papa sedang berciuman dengan begitu panas macam tadi? Astaga! Apa yang harus Anggara dan Selly jelaskan? Apa?"Papa, kan sudah Felis bilang kemarin, kalau belum mandi jangan pegang mama dulu, kenapa ini malah jadi cium mama sih? Mandi dulu sana kan dari rumah sakit!" cecar Felicia dengan bibir manyun dan mata melotot."Eh ... i-iya oke papa mandi dulu ya!" tanpa berkata-kata lagi, Anggara sontak bangkit dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Selly yang masih tertegun di tempatnya duduk dengan wajah memerah.'Mampus!'Rasanya Selly ingin memaki suaminya itu karena main langsung pergi begitu saj
Anggara baru saja sampai depan halaman rumahnya ketika suara ponsel itu terdengar begitu berisik, ia sontak merogoh sakunya dan mendapati panggilan dari rumah sakit. Sontak Anggara menghela nafas panjang, membuat Selly melirik sekilas dan tahu betul apa yang harus suaminya itu lakukan setelah ini."Cito?" tanya Selly yang paham apa arti panggilan itu."Sepertinya iya," Anggara tersenyum, kemudian mengangkat panggilan itu, "Hallo?"" ... ""Oke, saya kesana sekarang."TUTFelicia melonggok dari jok belakang, menatap sang papa dengan begitu serius."Cito ya?" tanya Felicia yang juga sudah hafal harus kemana setelah ini papanya itu pergi."Iya, Sayang. Maaf ya, papa izin ke rumah sakit dulu," Anggara tersenyum kecut, mana bisa ia menolak? Ia sudah terikat sumpah.Selly hanya tersenyum dan mengangguk pelan, ia sudah melepaskan seat belt-nya. Sebagai calon dokter, Selly sendiri paham bahwa panggilan itu tidak boleh di abaikan
Selly melengguh panjang, entah sejak kapan yang jelas kini tubuhnya dan Anggara sudah sama-sama polos. Sentuhan kulit secara langsung membuat panas di tubuh Selly makin membara, ia sudah tidak sabar lagi! Ia ingin lebih!Anggara tersenyum, deru nafas Selly menggambarkan bahwa sang isteri sudah begitu 'panas' oleh setiap sentuhan-sentuhan yang Anggara lancarkan. Ia belum ingin langsung pada inti acara, masih berusaha menggoda dan melihat reaksi Selly atas sentuhannya itu."Ayo Ko ...," renggek Selly manja."Kemana?" tanya Anggara asal, yang sontak dibalas cubitan di lengannya itu.Anggara tertawa, menundukkan keapla untuk kembali meraih bibir Selly ketika kemudian sang isteri mendorong wajah Anggara dengan kesal."Ayolah!" renggek Selly sambil mencebik."Lah iya, ayo kemana, Sayang?" Anggara belum mau berhenti menggoda sang isteri, ia suka melihat wajah manyun Selly yang makin membuatnya gemas itu.Selly sontak melepaskan diri dari kun
Selly dengan sedikit susah payah berusaha bangun. Perutnya makin besar, sudah masuk minggu ke tiga puluh dua, semakin lama rasanya benar-benar semakin tidak karu-karuan. Sakit pinggang, gerah tidak bisa tidur, susah bergerak dan masih banyak lagi. Yang pernah hamil pasti paham, namun jujur Selly kaget dan tidak nyaman, padahal waktu pre-klinik dulu ia sudah banyak belajar teori tentang apa-apa saja yang dialami wanita ketika hamil, dan jujur ia tidak percaya ternyata prakteknya sesulit ini.Tampak Anggara begitu pulas tertidur, sementara Selly? Ia terbangun karena disamping rasanya gerah, perutnya makin tidak nyaman dipakai tidur untuk posisi apapun. Dan akhirnya ia hanya duduk bersandar dengan bantal sebagai tempat dia bersandar.Ia sangat berterima kasih pada sang suami yang menyuruhnya cuti koas. Tidak bisa di bayangkan bagaimana nanti polah tingkah Selly jika masih harus koas dengan perut sebesar ini dan rasa nano-nano yang ditimbulkan kehamilannya.Selly he
"Ang, ketuban hampir habis."Anggara sontak lemas, apa tadi dokter Anton bilang? Ketuban Selly hampir habis? Itu artinya anak mereka sedang dalam bahaya. Harus sesegera mungkin dilahirkan kalau tidak akan berakibat fatal untuk janin mereka, tidak peduli usianya belum cukup Minggu.Selly sudah terisak, benar kekhawatirannya. Dan sekarang semua keputusan ada di tangan dokter Anton. Apapun itu akan Selly turuti dan lakukan, semua demi janin dalam rahimnya ini."Lantas bagaimana, Dokter?" Anggara menitikkan air mata, ia tidak malu lagi menangis di depan dokter Anton, ia benar-benar khawatir dengan kondisi anak dan isterinya."Aku siapkan beberapa obatnya dulu, kita induksi," dokter Anton sudah hendak melangkah ketika kemudian Anggara mencekal tangan dokter kandungan itu."Dok," panggil Anggara lirih.Dokter Anton menoleh, menatap Anggara yang sudah banjir air mata itu. Sungguh belum pernah dokter Anton melihat Anggara banjir air mata macam ini.
Selly mengerjapkan matanya, semua terasa berat. Kepala, mata, dan tubuhnya begitu kaku sulit digerakkan. Ia mencoba menggerakkan kakinya, nihil. Tubuh bagian bawah begitu kaku, hingga kemudian ia berhasil menggerakkan jari jemarinya. Perlahan-lahan ia membuka mata, dan mendapat Anggara, sang suami tengah menunggunya. Anggara menyandarkan kepalanya di tepi ranjang, melihat itu sontak senyum Selly mulai merekah. Ia menatap ke sekitar, mencoba mengingat apa yang sebenarnya sudah terjadi dan perlahan-lahan ia mulai bisa mengingat semuanya! Ia terbangun dari tidurnya malam itu, dengan segala macam perasaan tidak enak yang ia rasakan, perutnya, persendiannya, dan segala macam perasaan tidak enak lainnya. Perutnya mulas, sakit luar biasa dan genangan air itu .... Selly mulai ingat semuanya, sebelum ia sadar dan berada di tempat ini, ia tengah terbaring di dalam OK. Di atas meja operasi dengan Anggara, sang suami yang tidak pernah mau pergi dari sisinya. Selly sudah
“Mama ....”Air mata Selly sontak menitik, tampak Felicia begitu antusias dan gembira melihat dia dorong keluar oleh sang papa dan seorang perawat Ok. Bukan hanya Felicia yang hadir di sana, papa dan mama mertuanya juga sudah tersenyum menyambut dia di depan ruang OK.“Papa Bambang dan mama Indah sedang menuju ke sini,” bisik Anggara yang tahu betul apa yang ada dalam benak Selly, pasti ia mempertanyakan kehadiran kedua orang tuanya yang belum nampak, bukan?Selly hanya mengangguk dan tersenyum, ia menyeka air mata yang menitik membasahi wajahnya. Kenapa rasanya tidak karu-karuan seperti ini sih? Saking bahagianya sampai Selly tidak bisa lagi berkata-kata apapun. Ia begitu larut dengan semua momen kebahagiaan ini.“Adik Felis mana, Pa? Felis mau lihat!” Felis yang sudah berada dalam gendongan Setiandi itu langsung heboh, ia sudah tidak sabar hendak melihat sang adik. Untung sang mama hanya melahirkan di klinik mil