Share

Part 3


     "Elgan...! bangun...! ini sudah hampir jam sembilan!" Suara ketukan pintu dan teriakan Lira mengusik pria yang masih berada di alam bawah sadarnya. 

"Kamu kemarin malam pulang jam berapa? Kenapa sudah jam segini masih belum bangun?!" Omel Lira.

Elgan menggeliat diatas ranjang mendengar tariakan mamanya yang membuat tidur nyenyaknya terganggu.

"Kenapa sih, Ma?" Suara Elgan terdengar serak, khas orang bangun tidur. Matanya masih saja terpejam seperti ada sesuatu yang merekatkannya. 

"Bangun kamu! Ini sudah jam sembilan." Tegas Lira dari luar kamar.

Mendengar kata jam sembilan yang diucapkan mamanya, Elgan langsung terduduk diatas ranjang dan melihat jam di dinding dengan tampang syok.

"Astaga, gue telat!" Kagetnya langsung turun dari ranjang. 

"Aaagh...."

Rasa pusing langsung menyerangnya karena berdiri tiba-tiba. Elgan mengabaikan rasa pusingnya dan memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi dengan handuk putih yang melilit di pinggangnya. Tetesan air yang berasal dari rambutnya yang basah berjatuhan diatas dada dan bahunya, membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.

Kriiing... Kring...

Deringan ponsel yang terletak diatas nakas mengalihkan perhatian Elgan yang sedang berdiri didepan cermin mengeringkan rambutnya yang basah. Ia menyampirkan handuk kecil pengering rambutnya diatas bahu sembari berjalan menuju nakas. 

From Niko

Sebentar lagi gue sampai di rumah lo.

Pesan singkat dari Niko menyadarkannya kalau hari ini hari sabtu, berarti ia cuti kerja.

"Iiissh..." Elgan menunjang nakas disampingnya dengan ujung kaki.

"Gue bego banget sih, bisa-bisanya gak ingat kalau hari ini hari libur. " Gerutunya.

Elgan buru-buru mengenakan pakaian hendak menghampiri mamanya di meja makan yang sedari tadi terus berteriak memanggil namanya.

"Iya, Ma, iya. Elgan juga udah bangun, kenapa harus teriak-teriak, sih? Berisik banget." Celotehnya saat menuruni anak tangga. Sesampainya di meja makan ia sudah melihat mama dan papanya.

"Ayo sarapan." Ajak Lira saat Elgan sudah menduduki kursinya. Lira mulai mengambilkan sarapan untuk suaminya. Menu mereka pagi ini yaitu nasi goreng dengan telur mata sapi sebagai lauknya dan kerupuk udang sebagai tambahannya.

"Kamu ada kegiatan penting gak hari ini?" Tanya Bima membuka pembicaraan.

"Ada, Pa."Jawab Elgan sembari memasukkan kerupuk ke mulutnya.

"Sama siapa?" Tanya Bima lagi.

"Niko, Pa."

"Assalamualaikum." Salam seseorang dari pintu utama. Menghentikan perkataan yang hendak Bima ucapkan.

Elgan dan kedua orangtuanya menoleh kearah sumber suara.

"Waalaikumsalam." Balas mereka serempak. Itu dia, orang yang lagi mau dibicarain sudah menampakkan dirinya.

"Morning, Om, Tante." Sapa Niko setelah menghampiri mereka.

"Morning." Balas Bima dan Lira.

"Ayo Niko, kita sarapan bersama."  Ajak Lira sembari mengambilkan piring kaca untuk Niko.

"Iya, makasih Tante. Lagipula tadi Niko belum sarapan dari rumah. Pas banget nih Tan timingnya Niko datang kemari." Gurau Niko sebelum menduduki kursi. Lira dan Bima terkekeh menanggapi gurauan Niko. Sedangkan Elgan hanya memutar bola matanya jengah melihat tingkah sahabatnya itu.

"Jadikan, Bro?" Tanya Niko yang sudah duduk dihadapan Elgan.

"Apanya?" Tanya Elgan balik.

"Yang kemarin gua bilang. Masa lo lupa sih" Niko menatap Elgan serius. 

"Iya, gue ingat." Ujar Elgan sambil melanjutkan sarapannya.

 Hari ini Elgan akan pergi menemani Niko. Tadi malam, saat pulang dari party Nadin. Niko mengajak Elgan untuk menemaninya ke suatu tempat. Saat Elgan bertanya mereka akan pergi kemana, Niko hanya menjawab 'nanti lo juga tau'.

"Elgan, jangan lupa nanti malam kita akan pergi." Bima mengingatkan Elgan saat mendengar putranya itu akan pergi kesuatu tempat.

Elgan menghembuskan nafas.

"Iya, Pa." Pasrahnya.

Seterusnya mereka melanjutkan sarapan dengan mengobrol ringan. Hari ini, Bima dan Elgan memang libur sehingga Bima bisa menemani istrinya dirumah dan Elgan bisa pergi bersama Niko ke suatu tempat.

"Om, Tante, kami pergi dulu." Pamit Niko dengan senyum manisnya. 

"Kalian hati-hati, jangan ngebut, jangan sok kalau lagi naik kendaraan, jangan ugal-ugalan, jangan ngelamun, jangan becanda kalau lagi nyetir, jangan-,"

"Ma..." Tegur Elgan, memotong ocehan mamanya. 

"Kami berdua sampai hapal apa aja yang bakalan mama bilang." Ujar Elgan menatap Lira.

Saat ini, mereka berempat sedang berdiri didepan pintu utama mansion. Lira dan Bima mengantarkan kepergian Elgan dan Niko sampai pintu utama saja.

"Itukan karena mama sayang sama kalian berdua." Balas Lira sembari mengapit lengan suaminya. Ia tidak suka jika Elgan membantah perkataannya dan itu dapat membuat moodnya menurun.

"Iya, Mamaku sayang..." Elgan tersenyum paksa saat tadi mendapat tatapan tajam dari papanya.

"Sebenarnya kalian berdua ini mau kemana?" Tanya Bima dengan sebelah tangannya berada dibahu Lira.

"Ngapel, Om." Jawab Niko seenaknya. 

"Maksudnya, ngapelin pacar?" Tanya Bima memastikan.

"Enggak sih, Om, cuma gebetan. Doain aja ya Om biar cepet jadi pacar, hehe..." Niko terkekeh diakhir kalimatnya.

"Kamu bisa aja." Bima menggeleng-geleng kecil melihat Niko yang bersemangat hendak menemui gebetannya.

"Yaudah, Ma, Pa, Elgan sama Niko pergi dulu." Elgan menyalimi kedua orangtuanya. Begitupun dengan Niko.

"Kalian hati-hati. Jangan lupa sama yang papa bilang tadi." Bima kembali mengingatkan Elgan.

     Elgan melajukan mobilnya meninggalkan perkarangan mansion. Diperjalanan Niko lah yang memberi intruksi kepada Elgan jalan mana yang akan mereka tempuh karena Elgan sama sekali tidak tahu akan pergi kemana tujuan mereka saat ini. 

"Maksud bokap lo yang tadi itu apaan sih?" Tanya Niko akhirnya setelah menahan rasa penasarannya beberapa saat.

"Yang mana?" Tanya Elgan balik.

"Yang itu lho, nanti malam jangan lupa, emangnya ada apaan?" Tanya Niko penasaran.

Elgan diam. 

Pikirannya berkecamuk, entah jawaban apa yang harus ia berikan untuk Niko. Sahabatnya itu pasti akan terus bertanya hingga keakar-akarnya jika sudah penasaran.

Niko mengangguk-angguk kecil mengikuti alunan lagu yang ia dengar. Anggukannya berhenti saat menyadari Elgan tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"WOY." Teriak Niko ditelinga Elgan. Elgan tersentak mendengar teriakan Niko yang mengejutkannya.

Matanya menatap Niko tajam sembari mengelus telinganya.

"Ditanyain malah ngelamun, gak ingat pesan nyokap lo tadi apa?" Ujar Niko sarkastik.

"Bukan urusan lo." Sentaknya.

Elgan kembali bungkam sembari menatap jalanan didepannya.

"Sensi amat lo, ya udah sih kalo lo gak mau cerita." Kesal Niko mengakhiri obrolan mereka.

Elgan merasa tidak enak dengan Niko. Dia tidak pernah separti ini sebelumnya. Selama ini, ia selalu membagi masalahnya dengan Niko. Iya tahu, Niko adalah sahabat yang baik, yang selalu ada disisinya saat suka maupun duka. Disaat ia jatuh terpuruk Niko lah yang selalu berada didepannya sambil mengulurkan tangan menuntunnya untuk kembali menjadi pria yang tegar. Namun, apakah kini ia bisa membagi masalahnya dengan Niko? Entah lah. Elgan merasa belum saatnya Niko tahu. Namun ia tetap akan menceritakan masalahnya kali ini pada Niko, tapi tidak sekarang.

"Gue bakalan cerita, tapi gak sekarang." Elgan membuka suara. Ia sudah sedikit rileks. Niko mangut-mangut mendengar ucapan Elgan.

Beberapa saat kemudian, Elgan dibuat melongo saat tau ternyata Niko mengajaknya memasuki sebuah gedung yang berlantai dua. Tadi saat Niko mengintruksikan agar Elgan membelokkan mobilnya kesebuah gedung yang Elgan tahu itu tempat para gadis untuk mengikuti latihan dance, terjadi perdebatan panjang diantara mereka. Namun akhirnya Niko lah yang memenangkan perdebatan itu. 

Dan sekarang disinilah mereka berdiri. Didepan pintu gedung yang tidak terlalu besar, namun memiliki dua lantai. 

Elgan hanya pasrah dan berdecak sebal saat Niko menarik dan mendorongnya agar masuk. 

"Apaan sih!" Bentak Elgan pada Niko yang terus mendorong bahunya.

Elgan tersadar kalau nada suaranya yang tinggi menarik perhatian para gadis yang sedang berlatih.

Niko hanya menyengir kuda melihat Elgan dan beberapa gadis yang sedang memperhatikan mereka.

"Udah ayo, lo ikut aja. Lo gak akan rugi kalo ikut sama gue." Ujar Niko sebelum melangkahkan kakinya menuju tangga yang akan membuat mereka sampai ke lantai atas.

Elgan mendengus, namun ia tetap mengikuti Niko yang sudah berjalan lebih dulu. Saat tiba dilantai dua. Mereka langsung disuguhi pemandangan yang waw... Niko tersenyum devil melihat para gadis yang sedang berlatih dengan tubuh mereka yang lentur.

Lagi-lagi Elgan menghembuskan nafasnya kasar. Bisa-bisanya Niko membawanya ke tempat seperti ini. Lantai yang mereka injak sekarang berdindingkan kaca yang sebagiannya terdapat cermin yang berukuran sangat besar, sehingga mampu menampakkan pantulan bayangan seluruh tubuh orang yang berada diruangan itu.

Niko mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan mencari seseorang yang ia kenal. Saat matanya sudah menemukan gadis itu, Niko melangkahkan kakinya menuju sofa empuk di sudut ruangan dan kembali memperhatikan gadis yang sedang serius bergerak indah mengikuti alunan musik. Begitupun dengan Elgan, ia ikut duduk disamping Niko. Setelah itu ia sibuk sendiri dengan ponselnya.

"Hahaha... parah lo Nad." Suara tawa seorang gadis mengalihkan perhatian Elgan yang sedari tadi sibuk degan ponselnya. Niko pun sedari tadi sudah tertawa geli memperhatikan dua orang gadis yang belum menyadari kehadirannya.

Elgan menajamkan penglihatannya melihat dua orang gadis yang sedang bersenda gurau. Sepertinya ia kenal kedua gadis itu. 

"Itu bukannya teman lo, ya?" Tanya Elgan sambil melihat Niko yang sedang tersenyum sendiri.

"Auuu..." Ringis Niko saat merasakan kepalanya dipukul lumayan keras. 

"Lo gila ya senyum-senyum sendiri?" Ucap Elgan sarkastik.

"Lo yang gila." Balas Niko tak suka sambil mengusap kepalanya. 

"Itu bukannya temen lo?" Tanya Elgan lagi sembari melihat dua gadis yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Iya, itu Nadin sama Cia. Mereka berdua lucu ya, andai aja gue bisa dapat salah satu dari mereka, tapi kalo boleh milih gue lebih milih Cia." Lirih Niko sambil menerawang.

"Lagi curhat? Noh sama Mama Dede." Ucap Elgan mengejek Niko.

"Apaan sih yang lo lihat dari mereka? Gak ada istimewanya juga." Sambungnya.

"Ternyata lo gak tahu apa-apa bro." Ucap Niko sambil menepuk bahu Elgan lalu berdiri dan menghampiri dua teman perempuannya.

"Hai, Nadin, Cia." Sapa Niko ramah. Nadin dan Cia menghentikan tawa mereka saat mendengar seseorang memanggil nama mereka.

"Hai..." Balas Nadin lebih dulu saat melihat Niko. Nadin dan Cia mendekat kearah Niko yang berdiri dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celana.

"Tumben lo kemari." Tanya Nadin sambil menyerngit bingung.

"Yah gue pengen ketemu sama kalian, terutama sama lo," Balas Niko sambil tersenyum manis.

Cia, sambungnya di hati. 

"Hahaha dasar, pinter banget lo ngelesnya." Wajah Nadin bersemu merah walaupun tidak terlalu kentara.

"Gue serius, Nad." Ucap Niko kikuk.

"Iya deh yang lagi PDKT-an." Cia menggoda dua orang didepannya. 

"Lo tau aja." Niko tersenyum melihat Cia yang tampak cantik dimatanya.

"Nih minum dulu, kalian pasti haus karena latihan terus." Niko berujar sembari menyerahkan dua botol air kemasan yang tadi sudah dibelinya didekat gedung.

"Thanks." Ucap Cia.

"Lo sendirian datang kemari?" Tanya Nadin sesudah meminum airnya hingga tersisa setengah botol lagi.

"Nggak. Gue datang sama Elgan." Niko menoleh kebelakang, dimana tadi Elgan duduk bersamanya. 

"Kemana tuh anak?" Tanya Niko saat tidak mendapati Elgan disana. Cia dan Nadin bergedik tidak tahu dimana keberadaan pria itu sekarang.

"Itu bukannya dia?" Tanya Cia saat melihat Elgan yang berjalan menghampiri mereka.

Sedari tadi Cia memang samar-samar melihat Elgan yang berdiri didepan dinding kaca mengahadap jalanan kota. Namun, ia tidak begitu yakin kalau itu benar-benar Elgan. Disaat Elgan menghampiri mereka barulah Cia yakin kalau itu benar si pria sombong dan dingin yang ia temui di party Nadin kemarin malam.

"Masih lama?" Tanya Elgan saat sudah berdiri diantara tiga orang itu. Tadi Elgan menjauh dari suara berisik saat mamanya menelpon.

"Kenapa?" Tanya Niko balik. Ia mengerti maksud dari pertanyaan singkat sahabatnya itu. Bukannya menyapa teman barunya, Elgan malah menampakkan tampang datarnya yang membuat Cia mencibir tak suka.

"Nyokap nelpon." Balas Elgan seadanya

Niko mengangguk mengerti..

"Oiya kalian masih lama selesainya?" Tanya Niko sambil menghadap Nadin.

"Engga, gue sama Cia udah mau pulang kok, kalian duluan aja." Balas Nadin yang ikut diangguki oleh Cia.

"Ya udah, kalo gitu gue sama Elgan pergi dulu ya." Pamit Niko, sedangkan Elgan sudah melangkah menjauh dari tiga orang tersebut.

Cia Dan Nadin menggangguk mengiyakan perkataan Niko.

"Tunggu Woy! Lo hobby banget ninggalin gue!" Teriak Niko sambil mengejar Elgan yang sudah sampai dilantai dasar. Elgan terus melanjutkan langkahnya hingga memasuki mobil dan mengabaikan sumpah serapah dari Niko karena telah meninggalkannya.

"Lo sombong banget jadi cowok. Gak ada ramah-ramahnya sedikit pun." Niko langsung mengeluarkan kekesalannya saat sudah masuk kedalam mobil.

"Terserah. Nyokab gue udah marah-marah karna kelamaan nunggu gue pulang." Timpal Elgan, walaupun tidak 100 persen benar.

Elgan menghidupkan mobil dan mulai melajukannya keluar dari pekarangan gedung.

"Sensitive amat. Jangan-jangan nyokap lo lagi hamil " Niko menanggapi perkataan Elgan dengan gurauannya.

"Mulut lo!" Bentak Elgan sambil menatap Niko yang duduk disampingnya. Mana mungkin mamanya hamil lagi disaat ia sudah berumur dua puluh enam tahun. Yang cocok mah dia yang punya anak.

"Kan bisa aja." Balas Niko sambil mencibirkan mulutnya pura-pura merengut.

Suara azan maghrib terdengar saat mereka sudah hampir memasuki pekarangan mansion. Elgan merasa hari ini waktunya habis sia-sia karena menemani Niko ke tempat yang tidak jelas. Andai saja ia tahu dari awal kalau Niko akan mengajaknya ketempat itu, Elgan seratus persen pasti akan menolaknya. Apalagi, tadi saat di perjalanan pulang, mereka harus berurusan dengan ibu-ibu hamil yang tanpa sengaja mereka menyenggol kaca spion mobil ibu tersebut. Jadilah sekarang mereka pulang jauh dari waktu yang diharuskan. 

"Elgan, dimana Niko? Kenapa kamu sendirian?" Suara Lira langsung menyambut kepulangan Elgan. Lira sudah rapi dengan mukena yang dikenakannya. 

"Di apartemen nya lah ma." Elgan yang tadi berhenti diruang tengah kembali melanjutkan langkahnya saat sudah menjawab pertanyaan mamanya.

"Ya sudah kamu mandi sana. Jangan lupa shalat dan bersiap-siap, selesai itu kita berangkat." Lira menatap punggung anaknya yang sudah berjalan menaiki anak tangga. 

"Iya, Ma."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status