"Nanti kalo Nadin curiga gimana?" Cia bertanya pada Elgan yang terlihat sedang menikmati sarapannya.
Semenjak peristiwa beberapa hari yang lalu, pria itu sudah mulai mau memakan masakan Cia walaupun terkadang ogah-ogahan.
Elgan mendongak
"Gak akan." Jawabnya singkat.
"Terus kalo Nadin nanya, aku kenapa bisa disini, gimana?" Tanya Cia lagi.
Elgan mendengus.
"Ya lo tinggal bilang aja kalo tadi kita ketemu di jalan terus gue ngajak lo kemari." Jelas Elgan.
Cia mengangguk mengerti. Sepertinya kali ini ia harus ekstra hati-hati agar tidak ada tambahan orang lagi yang mengetahui perihal pernikahannya dengan Elgan. Kemarin malam Elgan memberi tahu Cia kalau Niko memang mengetahui status mereka yang sebenarnya sehingga Cia berharap Niko tidak memberi tahu Nadin perihal pernikahan tersebut.
Ting!
Suara lift berbunyi, Elgan dan Cia langsung bergegas melangkah ke arah lobby. Cia melihat
"Aakkhh... Sakit bego!" Bentaknya pada Niko yang tidak sengaja memukul jemarinya dengan batu yang lumayan besar.Niko meringis melihat Elgan."Hehe... gak sengaja, Bro.""Gampang banget lo ngomongnya!" Sarkas Elgan sambil meniup-niup jemarinya."Buang." Suruh Elgan.Niko tampak bingung."Apanya?" Tanya Niko polos."Batu." Ujar Elgan pelan. Ia menghembuskan nafas lelah melihat tampang Niko yang sangat menyebalkan.Buk.Suara batu tersebut terdengar jelas saat bertubrukan dengan tanah."Udah." Ucap Niko sambil membersihkan telapak tangannya.Elgan diam. Ia terus sibuk dengan ponsel di tangannya. Usaha mereka untuk menghidupkan mesin mobil tersebut hancur sia-sia saat tiba-tiba mesin itu meledak dan mengeluarkan asap.Niko bersenandung kecil sambil sesekali meliukkan tubuhnya mengikuti irama musik dari ponselnya. Ia tengah mendengarkan lagu India. Benar-be
Setelah beberapa menit terdiam dengan pemikiran masing-masing, Alden berpamitan ingin pergi."Kalo gak ada yang mau dibicarain lagi, gue pergi duluan ya." Ujarnya lalu berdiri.Cia tampak bingung.Nadin? Gadis itu mengangguk sambil tersenyum ramah. Tatapan memuja ia tunjukkan kearah Alden. Untuk sesaat ia lupa dengan Niko."Eem... itu... lo mau gak bantuin, gue?" Tanya Cia.Alden diam menatap Cia.Cia meneruskan perkataannya."Maksud gue, lo mau gak nganterin gue sama temen-temen gue ke tempat yang kita tuju?" Pinta Cia sambil memelas lalu berdiri di hadapan Elgan."Mau, ya?" Pinta Cia sedikit memohon dengan penuh harap. Ia mewanti-wanti jawaban Alden.Dalam hati, Alden tertawa senang. Namun, hanya tampang datar yang ia perlihatkan pada Cia, seolah-olah permintaan gadis itu sangat sulit untuk disetujui."Please...." Lirih Cia dengan sedikit menunduk.Alden mendesah bingung lalu meng
Pagi pertama di kota terpencil tempat mereka berlibur, Cia dan yang lainnya telah berencana akan pergi mengelilingi semua kawasan wisata. Lebih tepatnya, itu adalah keinginan Cia, Nadin dan Niko. Sedangkan, Elgan? Pria berparas tampan itu tampak ogah-ogahan mengikuti kemauan kedua teman dan istrinya.Cia dan Nadin sudah siap dengan pakaian santai mereka, serta sendal jepit yang menjadi alas kaki mereka yang mulus."Cuaca hari ini bagus deh." Cia menengadah menatap langit di atasnya."Ya bagus deh kalo gitu, berarti timing kita pas buat jalan-jalan." Balas Nadin sembari mengunci pintu kamar mereka."Let's go." Nadin membuyarkan lamunan Cia yang tengah asik memandangi kawasan di sekelilingnya.Nadin dan Cia berjalan beriringan menyusuri koridor penginapan. Sesekali mereka mengeluarkan candaan yang membuat keduanya tertawa bersama. Dari lantai atas, mereka melihat Elgan dan Niko yang sedang berdiri dipinggir kolam. Yang mereka yakin
Cia refleks menjauhkan tangannya dari lengan Elgan saat mendapat tatapan penuh selidik dari Nadin. Gadis itu cengengesan tidak jelas sembari mengulum bibirnya tipis.Tidak ada yang membuka suara membuat Nadin menghela nafas sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.Mampus gue, Cia merutuki dirinya. Bisa-bisanya ia melakukan hal bodoh seperti itu di depan Nadin. Bisa-bisa sahabatnya itu curiga kepada dirinya.Cia melirik Elgan yang berdiri di sampingnya seakan meminta pria itu untuk membantunya. Tatapan mereka bertemu, seolah jantungnya berhenti berdetak, Cia menahan nafasnya saat mendapati wajah Elgan yang kaku, mata tajam pria itu menatapnya seakan ingin menusuknya dan rahang pria itu tampak mengeras. Semua ini salahnya, Cia menatap Elgan dengan tatapan menyesal. Ekspresi Elgan sudah cukup menggambarkan jika pria itu sedang marah besar kepadanya. Cia menunduk tidak berani menatap Nadin yang berdiri di depannya."Jawab dong. Gue penasara
Alden Saptaprabu, pria keren yang tidak kalah tampan dari Elgan. Pria yang mempunyai daya tarik tersendiri membuat dirinya banyak dijadikan incaran para wanita. Tentunya, wanita yang tidak baik-baik. Kebiasaannya yang suka tebar pesona jika melihat wanita sexy. Alden juga tidak kalah kaya dari Elgan. Mereka sama-sama memegang perusahan yang terkenal. Banyak persamaan diantara keduanya. Namun, perbedaan mereka juga tidak lah sedikit. Mereka saling kenal. Namun, satu hal yang membuat keduanya seakan-akan berada di zona yang berbeda. Satu hal, yang hanya keduanya dan tuhan tahu.Beberapa minggu yang lalu, Alden bertemu dengan Cia. Pertemuan yang sangat tidak disangka. Kejadian yang tak terduga membuat keduanya bertemu atau saling tatap untuk pertama kalinya. Dan beberapa waktu yang lalu, mereka kembali bertemu. Juga dengan tidak disengaja.Alden merasakan sesuatu yang berbeda saat melihat dan mengingat gadis gitu. Sejak mereka bertemu per
Elgan mengeratkan pelukannya pada tubuh Cia. Aroma Cia yang menenangkan langsung menyeruak memenuhi penciumannya. Baru kali ini mereka berdekatan sedekat ini. Sebenarnya Elgan masih sedikit kesal dengan gadis digendongannya ini. Tapi, entah mengapa rasanya ia tidak bisa menumpahkan amarahnya untuk saat ini. Elgan menunduk menatap Cia yang bersandar di dada bidangnya. Mengingat soal Alden, Elgan rasanya benar-benar ingin memberikan bogeman mentah pada wajah si brengsek itu. Berani-beraninya si brengsek itu menyentuh miliknya, pikir Elgan. Miliknya? Benarkah jika Elgan sudah mengklaim Cia sebagai miliknya? Entahlah. Elgan tidak ingin ambil pusing memikirkan itu. Namun, tetap saja ada yang janggal saat melihat Alden begitu peduli pada Cia.Kamar penginapan Cia sudah tampak di depan mata. Elgan dengan tubuhnya yang kokoh tidak sedikit pun merasa kesulitan menggendong tubuh Cia yang tidak bisa dibilang kecil. Hal itu, membuktikan jika pria it
Lambert CorpNadin baru saja keluar dari lift menuju ruangan si pria arrogant. Siapa lagi kalau bukan Elgan, yang Cia sebut si Kulkas Rusak. Suara stilettonya menggema saat menuju ruangan Elgan. Tidak jauh di depannya tampak Niko yang sedang sibuk dengan laptop yang menyala. Jari-jarinya dengan lincah menari di atas keyboard.Dengan semangat, Nadin menghampiri Niko yang saat ini belum menyadari kehadirannya. Bahkan, saat sudah berdiri di samping pria itu pun, Niko juga belum menyadarinya. Nadin mengamati wajah Niko yang tampak serius, mata tajamnya menatap lurus layar di depannya seakan menghunus benda datar tersebut.Nadin menunduk dan mendekatkan wajahnya di samping wajah kekasihnya tersebut."Ehem.." Nadin berdehem tepat di telingan Niko.Refleks Niko langsung menoleh ke samping.CupNiko terpaku saat bibirnya tanpa sengaja bersentuhan dengan sesuatu yang lembut. Namun, saat melihat wajah Nadin yang tersenyum memb
Sesuai dengan rencana awal, malam ini Cia akan bertemu dengan Alden di sebuah restaurant. Tadi, saat tiba di apartemen, Cia tidak mendapati kehadiran Elgan disana. Ternyata suaminya itu belum pulang dari kantor.Cia telah siap dengan dress yang melekat di tubuh rampingnya. Dress berwarna putih dengan panjang selutut itu tampak sangat cocok membalut kulitnya yang putih. Rambutnya sengaja ia kuncir agar tidak terlalu membuatnya gerah. Sentuhan terakhir, Cia melingkarkan jam tangan kecil berwarna hitam pada pergelangan tangan kanannya. Sudah jam 19:55 saat gadis itu melirik jam yang berada di pergelangan tangannya. Dapat dipastikan kalau Cia akan telat bertemu Alden malam ini, karena sebelumnya Alden memberitahunya untuk bertemu saat jam delapan sementara ia masih belum berangkat.Drrttt... drrttt...Getaran pada ponselnya menghentikan langkah Cia. Ia segera mengambil ponsel berwarna putih tersebut dari dalam sling bagnya."Lo udah jalan?"