“P-perusahaan Anda?” tanya Eve tergagap. Tentu saja ia memang sudah mengira kalau pria itu berkedudukan tinggi. Hal itu sudah tampak nyata dari penampilan serta banyaknya karyawan yang menunduk tadi kala berpapasan dengannya di koridor.
Tapi pemilik Vinestra? Astaga! Ini sungguh bencana bagi Eve!“Benar kamu diterima di perusahaanku? Sial!” rutuk si pria dengan tampang geram.“Panggil kepala HRD dan suruh menghadapku secepatnya selepas jam makan siang nanti!” titah pria itu sambil kepalanya menoleh ke sisi kiri di mana berdiri seorang pria muda yang sedari tadi mengikutinya.Mungkin itu asistennya, pikir Eve mengira-ngira. Namun, ia tak sempat kalau harus menyelidiki kebenaran mengenai hal itu sebab kini pikirannya telah dikuasai kecemasan. Untuk apa pria tadi memanggil kepala HRD? Apa dia akan memecat Eve? Astaga! Benar-benar gawat!“Tunggu! Maafkan saya untuk kesalahan waktu di pantai itu, Pak. Tapi tidak seharusnya Anda mencampur-adukkan masalah di luar perusahaan, bukan? Ini tidak adil untuk saya—“ Eve lantas coba memprotes sang atasan yang langsung mendelik ke arahnya.“Tidak adil katamu? Aku tidak peduli apa pendapatmu! Yang jelas aku tidak akan menerima ada karyawan yang sikapnya labil danurakan sepertimu di perusahaanku! Kemasi barangmu karena selepas istirahat nanti surat pemecatanmu akan sudah ada di atas meja!” koar pria itu dengan tegasnya.Entah, tapi melihat kegugupan dan kecemasan yang tampak di mata gadis di hadapannya itu malah membuat Gerald Foster, yang akrab dipanggil Pak Gery, sang CEO dari Vinestra Group itu makin menikmati mengganggu dan mengancamnya. Ini seperti sebuah pembalasan kecil untuk kelakuan nekat gadis itu di malam ketika ia saat itu tengah kalut.“Tap-tapi, Pak! Mana bisa begitu? Bahkan kalau pun Anda pemilik dari perusahaan ini pun, Anda tidak bisa berlaku seenaknya! Saya sudah menandatangani kontrak kerja dan—““Dan aku tetap adalah CEO di sini. Aku berhak memecat siapa pun! Camkan itu, gadis licik!” bantah Gery memotong protes dari Eve.“Gadis licik? Apa yang telah saya perbuat? Saya Cuma main-main saja di pantai dan itu bahkan sebelum saya mulai bekerja di perusahaan ini, Pak. Mengapa Anda membawa-bawanya ke urusan profesionalitas?” bidik Eve tetap mempertahankan pendapatnya bahwa ia sama sekali tidak bisa diperlakukan seperti itu.“Entah apa yang membuatmu diterima di sini. Tapi aku yakin pasti gadis suka main-main dan labil serta nekat sepertimu ini tidak mungkin lolos ujian ketatnya secara alami!” tuduh Pak Gery kemudian.“Ap-apa? Tolong bedakan saat bermain-main dengan teman di waktu santai dengan saat di dalam pekerjaan, Pak. Saya cukup profesional dan idealis. Asal Anda tahu saya adalah termasuk lulusan terbaik dari universitas tempat study saya."Di sela helaan napas, Eve melanjutkan bantahan."Tolong tarik ucapan Anda yang berkata bahwa saya memakai cara-cara licik untuk diterima bekerja di sini. Lagipula kalau dari awal saya tahu CEO di sini tak lain adalah pria dingin kepala batu seperti Anda juga saya akan berpikir ratusan kali dulu untuk melamar ke sini!”Perdebatan itu masih berlanjut sampai sang asisten mencolek bahu Gery untuk mengingatkannya bahwa mereka tadinya sedang dalam perjalanan hendak menghadiri meeting para direksi.“Pak, kita akan terlambat untuk meeting,” kata sang asisten yang langsung berhasil mengalihkan perhatian Gery dari Eve.“Kemasi saja barangmu mulai dari sekarang, oke?” Sambil berkata begitu, Gery berbalik dan pergi ke arah di mana ruangan meeting direksi diadakan. Sungguh, ia tak percaya telah membuang beberapa menit berharganya barusan untuk melayani perdebatan sengit dengan karyawan baru yang adalah gadis tengil yang mengganggunya saat di pantai waktu itu. Tapi apa daya, memang Gery sangat tak bisa membiarkan momentum itu begitu saja. Dan sikap perlawanan Eve tadi membuatnya semakin tertantang untuk menunjukkan dominansinya terhadap gadis itu.Sementara Eve yang ditinggalkan begitu saja kini terduduk lesu. Ia membanting sendok dan garpunya ke kotak bekal makan siangnya yang baru disuapnya sedikit. Nafsu makannya lenyap sudah. Kini ia bingung akan apa yang terjadi setelah jam istirahat usai nanti. Apa benar pria tadi akan langsung mengutus kepala HRD untuk memecatnya secara sepihak? Tapi apa bisa atasa bersikap sewenang-wenang begitu di hari pertamanya bekerja? Terlebih ini termasuk masalah pribadi di antara mereka, sama sekali bukan urusan pekerjaan. Tidak seharusnya CEO tadi mencampur-adukkannya.“Pokoknya aku nggak akan tinggal diam. Susah payah aku melewati semua saingan dalam sesi interview kemarin. Kalau pria itu sampai membuat ulang denganku, lihat saja perlawananku. Eve yang ini pantang menyerah, Bos. Lihat apa yang bisa dilakukan oleh seorang Eve!” geramnya seorang diri sambil menusuk-nusuk irisan nugget di atas nasinya dengan garpu dalam gerakan yang begitu gemas.Dibayangkannya bahwa yang tengah ditusuk itu adalah wajah sang CEO kulkas tadi. Sungguh sikapnya begitu menyebalkan dan sok kuasa. Mana bisa Tuhan memberinay kekuasaan sebegitu besarnya kepada pria dengan etika seburuk itu? Tidak bisa dipercaya!Eve tersadar saat kemudian ponselnya berdering. Nama Cindy terpampang di layar dan ia segera mengangkat panggilan tersebut.“Kok mendadak mati sih tadi? Kamu mau ngomong apa?” tanya suara di seberang sambungan.“Ya ampun, Cindy. Pria yang waktu itu aku tembak, yang di pantai pas permainan Truth or Dare. Ingat tidak? Dia CEO di Vinestra dan barusan dia mengancam akan langsung memecatku saat ini juga!” cerocos Eve dengan suara bergetar menahan amarah.“Apa? Kok bisa, sih? Emangnya dia masih inget sama kamu, ya? Gawat banget tuh, Eve!” Cindy ikut merasa panik. Ia tahu betul bagaimana inginnya Eve dengan pekerjaan itu. Ia juga tahu seberapa bangga orangtua Eve setelah tahu putri mereka akhirnya bisa juga menembus tes masuk ke perusahaan bonafid tersebut.“Pokoknya aku nggak akan tinggal diam! Aku akan melawan!” kata Eve penuh tekad.“Duh, aku nggak tahu deh harus komentar apa, tapi kamu yang kuat, ya. Aku doain dari sini, Eve. Kamu kan nggak bersalah. Coba kamu ajak ngomong baik-baik aja bos kamu itu. Ceritain kalau kamu saat itu Cuma kami suruh. Kalau perlu aku bisa jadi saksi buat kamu,” usul Cindy yang juga merasa tak enak hati karena ia juga terlibat dalam permainan malam itu. Mana tahu kalau akibatnya bisa sefatal itu. Begitu banyak pria di dunia dan yang lewat di depan mereka saat itu adalah calon bos dari Eve sendiri. Ya ampun! Kebetulan yang miris untuk Eve!“Tidak perlu! Ini jelas dia lagi menggunakan kekuasaannya untuk kesewenang-wenangan. Dan aku nggak akan sudi jadi korban dari praktik kotor penguasa seperti itu!” tekad Eve sambil tangannya terkepal.***“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Maaf, aku minta maaf karena belum bisa peka dengan apa yang kamu rasakan. Maaf karena sudah membuatmu cemburu dan sakit hati, Eve,” bisik Gery pelan. Sekarang ini keduanya masih berpelukan, bahkan pelukan itu semakin menguat saat Gery membisikkan kata-kata itu.Gery merasa bersalah. Sebab kemarin pun tadi dirinya tidak menjelaskan apa pun pada Eve. Walaupun apa yang Eve lihat tadi tidak sepenuhnya benar. Eve sepertinya memang tidak melihat kejadian itu sampai akhir hingga akhirnya menyimpulkan begitu.Saat merasa jika Eve sudah lebih tenang, Gery pun mencoba melepas pelukan keduanya. Laki-laki itu menatap dalam dan penuh kasih ke arah netra Eve. Eve lagi-lagi dibuat tersipu karena mendapatkan perlakuan manis dari Gery. Eve lantas menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu. Kedua tangannya juga saling bertautan dan memelintir ujung bajunya. Gery tersenyum tipis saat melihat bagaimana gemetarnya tangan Eve itu.Entah apa yang membuat Eve begitu malu. Gery tidak tahu. En
“Aku tidak bisa diam saja. Eve kasihan sekali. Dia terlihat sangat sedih tadi. Aku harus melakukan sesuatu sekarang juga!” putus Cindy cepat.“Enak saja mereka sudah buat sahabatku sakit hati tapi tidak merasa bersalah sedikit pun. Dan Gery juga kurang ajar sekali! Dasar laki-laki!” Cindy bersungut-sungut. Rasa kesalnya sungguh tidak bisa ditahan lagi.Dia hanya tidak mau jika sahabatnya bersedih karena Gery atau siapa pun itu. Walaupun Gery adalah kekasih Eve tetapi dia sangat tidak rela jika laki-laki itu menyakiti Eve. Cindy tidak akan tinggal diam jika hal itu terjadi.Cindy masih teringat bagaimana sembab juga merahnya wajah Eve tadi. Ucapannya pun begitu menyayat hati. Rasanya, sahabatnya itu terlihat buruk sekali. Eve sendiri sudah pulang sekarang ini. Karena itulah dirinya berani berkata-kata kasar juga mengumpati kekasih Eve itu.Tanpa menunggu lagi, Cindy bergegas bangkit dari kursinya dan menuju mobilnya. Cindy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah dua ouluh m
Di perjalanan, tepatnya di dalam mobil Gery yang sedang menuju kantor Eve hanya diam membisu. Gery yang melihatnya pun sedikit heran, tetapi dia tidak berniat sedikit pun untuk bertanya. Dia berpikir jika mungkin saja Eve sedang tidak ingin berbicara.Sampai di kantor, Eve pun tak juga bersuara. Wanita cantik itu bahkan langsung turun tanpa berpamitan pada Gery yang masih duduk di kursi kemudi. “Ada apa sebenarnya dengan Eve? Kenapa sikapnya begitu berbeda?” Gery bertanya-tanya, tetapi tak berlangsung lama. Laki-laki itu menggeleng kemudian turun dan masuk ke ruangannya. Di ruangannya, Eve langsung mendudukkan dirinya dengan sedikit kasar di kursi kerjanya. Hatinya sakit. Perasaannya tak keruan sekarang. Dirinya pun bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri padahal tadi dia sendirilah yang menyetujui permintaan Ny. Andrews. Akan tetapi, sekarang dirinya malah merasa menyesal.Sebenarnya, Eve tidak ingin jika Gery menyadari sikap cemburunya. Namun, entah kenapa sangat sul
Pagi ini, Eve dan Gery memang sudah memiliki janji untuk menjenguk Cheryl yang masih berada di rumah sakit. Keduanya akan pergi bersama. Semua itu atas inisiatif Eve yang ingin menjenguk dan melihat bagaimana keadaan Cheryl sekarang ini. Sebagai sesama wanita, Eve pun merasa sangat iba pada Cheryl. Apalagi setelah tahu jika selama ini wanita cantik berprofesi sebagai model itu tidak terlalu mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hati Eve ikut sesak mendengarnya. Eve sekarang ini sedang bersiap di kamarnya. Dia sengaja melakukan semua rutinitasnya dengan santai karena Gery sendiri tidak keberatan jika harus menunggunya. Karena itulah Eve sedikit memanfaatkannya untuk bersantai ria.Dering ponselnya membuat Eve harus meletakkan bedak yang baru saja akan dipakainya. Dengan sedikit malas, Eve mengambil ponselnya. Namun, sedetik kemudian senyumnya mengembang saat tahu siapa yang meneleponnya sekarang.Tanpa membuang waktu, Eve lantas menerimanya dan bersuara. “Halo?”“Halo, Eve. Apa ka
“Saya pamit. Semoga Cheryl segera pulih supaya tidak menjadi beban bagi orang lain lagi,” ucap Ny. Daphne seraya menyindir.Ny. Andrews menampilkan senyumannya, dari raut wajahnya tampak dia terpaksa. Ucapan Ny. Daphne memang menohok, cukup membuat Ny. Andrews tak berkutik.“Terima kasih telah berkenan menjenguk Cheryl, Ny. Daphne,” balas Ny. Andrews.“Sama-sama. Sampaikan salam saya ketika dia sadar,” ujar Ny. Daphne.“Baik, Ny. Daphne. Sekali lagi, saya sangat berterima kasih atas kunjungannya.”Ny. Daphne keluar meninggalkan ruangan bersama Sofia. Ny. Andrews mengantarnya hingga depan pintu ruangan. Ny. Andrews menatap kepergian Ny. Daphne dan Sofia hingga mereka menghilang dari pandangannya.Ny. Andrews kembali masuk ke dalam ruangan putrinya. Dia menatap Cheryl dengan intens. Ny. Andrews menginginkan Cheryl segera pulih, dia ingin putrinya kembali seperti sedia kala.Ny. Andrews duduk di samping ranjang. Melihat putrinya yang tak berdaya serta dipenuhi alat medis di badannya memb
Sudah tiga hari Gery rutin menjenguk Cheryl. Dia sebenarnya ingin berhenti saja, tetapi Ny. Andrews terus mengiba. Ny. Andrews ingin Cheryl kembali pulih secepatnya.“Saya sudah berusaha, Tante, tapi Cheryl belum juga pulih seperti semula. Memangnya mau sampai kapan saya harus begini?”Gery tentu saja kesal, karena pekerjaannya juga menjadi terganggu. Eve mengelus tangan Gery, berharap dia lebih sabar lagi untuk membantu kesembuhan Cheryl.“Saya minta maaf karena waktumu terganggu. Tapi mohon, bantu saya sedikit lagi. Saya yakin Cheryl akan segera pulih jika kamu terus menjenguknya ke sini,” ujar Ny. Andrews.“Iya, Gery. Sedikit lagi saja, aku juga yakin Cheryl akan segera pulih,” tambah Eve.Mereka kini tengah berada di rumah sakit, tepatnya dalam ruangan di mana Cheryl dirawat. Gery melirik ke arah Cheryl yang masih terbaring lemah, belum sepenuhnya sadar. Dalam hatinya, Gery berharap Cheryl segera pulih supaya dia tidak perlu berurusan lagi dengan Ny. Andrews.“Baiklah,” ucap Gery
“Eve!” panggil Bu Kate seraya mengetuk pintu kamar putrinya.“Iya, Ibu,” sahut Eve dari dalam.“Ibu boleh masuk?” tanya Bu Kate.“Masuk saja, Ibu,” balas Eve.Eve sedang merias wajahnya dengan sedikit polesan make up. Gadis itu duduk di hadapan cermin, wajahnya tampak sangat cantik. Bu Kate tersenyum ketika melihat putrinya.“Gery sudah menunggu di depan,” ujar Bu Kate.“Benarkah?” tanya Eve.Bu Kate mengangguk, Eve segera merampungkan riasan pada wajahnya. Eve tak mau Gery terlalu lama menunggunya. Eve mengambil tas selempangnya, lalu memakai sepatu.“Kalau begitu, Eve pergi dulu,” pamit Eve.Eve berpamitan pada Bu Kate, dia berjalan menuju depan rumahnya. Ternyata benar saja, Gery sudah duduk ditemani secangkir kopi.“Sudah selesai?” tanya Gery.Eve mengangguk, Gery tersenyum tipis. Gery masuk ke dalam terlebih dahulu untuk berpamitan pada Bu Kate. Setelahnya, Gery dan Eve berjalan menuju mobil yang telah terparkir.Gery membukakan pintu mobil untuk Eve. Setelah itu, dia mengitari m