“Semua sudah beres, Nyonya. Anda kalau sudah siap juga bisa langsung berangkat ke rumah sakit. Semua telah disiapkan oleh Dr. Dean di sana dan pelayan di rumah ini pun sudah saya koordinir semua,” lapor Sofia sambil menyeduhkan teh hangat aromaterapi di cangkir sang Nyonya. “Kalau begitu kita bisa berangkat sebentar lagi usai sarapan, ya.” Nyonya Daphne tersenyum. “Astaga, aku jadi harus akting setelah ini, semoga saja naluri main dramaku masih bisa diandalkan, Sofia,” lanjut Nyonya Daphne yang dibalas senyuman oleh Sofia. “Saya yakin sekali Nyonya akan bisa mengatasi semuanya.” Sofia kemudian beranjak untuk menyuruh salah satu pelayan mengemasi beberapa pakaian untuk menginap di rumah sakit bagi Nyonya Daphne selama tiga hari beserta juga perlengkapan pribadi beliau sementara Nyonya Daphne pergi ke bawah untuk menikmati sarapannya. Usai sarapan barulah mereka berangkat ke rumah sakit St. Pedro di mana Dr. Dean berpraktek. Dr. Dean di sana telah meminta izin kepada pihak rumah ska
Eve tak bisa konsentrasi bekerja selepas meeting tadi. Ia kepikiran oleh kondisi Nyonya Daphne. Wanita tua nan baik hati itu sudah banyak berjasa untuknya dan ia merasa cukup dekat dengan beliau hingga kecemasan juga menghinggapi hatinya.Ingin menelepon Gery dan bertanya kabar terbaru Nyonya Daphne pun ia segan. Untunglah pada jam makan siang Gery sendiri yang menelepon dan menanyakan perkembangan di kantor. Kesempatan itu ia pakai untuk menanyakan kondisi Nyonya Daphne.“Dokter bilang tekanan dan tingkat stres yang dialami Oma membuatnya daya tahannya menurun. Tekanan darah dan jantungnya melemah hingga harus dipantau dulu selama beberapa waktu. Dia juga bilang Oma tidak boleh banyak pikiran agar cepat pulih,” jawab Gery dengan nada sangat sedih. Belum pernah Eve mendengar suara Gery sesendu itu sebelumnya. Pria yang biasanya kasar dan kaku terhadapnya itu kini tengah diliputi kecemasan dan muram akan kondisi nenek kesayangannya.Hati Eve bergetar mendengarnya. Seketika rasa simpati
Kaki Eve bergerak-gerak gelisah selagi menyelesaikan pekerjaan di depan layar komputer. Berkali-kali matanya melirik ke arah arloji yang melingkar di tangannya dengan jantung berdebar-debar.Entah apa yang membuatnya gugup sampai seperti itu, Eve menggeleng berkali-kali untuk memfokuskan pikirannya pada layar komputer. Setelah pekerjaan selesai, tanpa menunggu apapun lagi Eve langsung mematikan layar komputer dan merapikan mejanya.Tergesa-gesa, Eve memasukkan barang-barang secara sembarangan ke dalam tas. Ia harus sampai ke rumah sakit secepat mungkin. Eve tak ingin membuat Gary menunggu terlalu lama.Namun sebelum benar-benar beranjak dari kursi, Eve membuka tasnya lagi dan merogoh sebuah benda persegi berwarna hitam mengkilap, dengan cermin di sisi atas dan sebuah palet berwarna peach di sisi satunya. Eve menyapu pipinya dengan brush agar wajahnya tak tampak pucat setelah seharian bekerja.“Apa aku harus menambah perona bibirku?” batin Eve seraya menatap bayangannya di cermin. Tung
Lidah Eve sudah tidak sepahit beberapa jam yang lalu. Jadi bekal makan siangnya bisa habis tanpa perlu khawatir ibunya akan marah. Mungkin karena Eve sudah melihat kondisi Nyonya Daphne yang baik-baik saja setelah dirawat, meski ia belum tahu betul keadaannya. Akan tetapi melihat wajah Nyonya Daphne yang damai tertidur membuat hati Eve sedikit lega.Eve merapikan kotak bekal dan melesakkannya kembali ke dalam wadah. Gery dan Nyonya Daphne masih terlelap sampai Eve kembali dari luar membeli minuman dingin.Apa Gery tidak pegal tertidur dengan posisi seperti itu? pikir Eve sambil melirik ke arah kelopak mata Gery yang masih terpejam. Haruskah ia bangunkan agar lehernya tidak terasa kaku? Tapi bagaimana jika itu juga membangunkan Nyonya Daphne?Eve menggeleng cepat dengan gagasan konyolnya barusan. Biarkan saja mereka terlelap, bosnya pasti juga lelah setelah mengurus Nyonya Daphne yang terbaring lemah di rumah sakit.Tepat ketika Eve mengatur suhu pendingin ruangan agar Gery maupun Nyon
Tak berselang lama setelah Gery terbangun, Nyonya Daphne pun sadar. Hati Eve semakin lega begitu melihat wajah Nyonya Daphne yang sumringah ketika melihatnya datang. Sepertinya kondisi Nyonya Daphne memang sudah membaik.“Aku sangat senang melihatmu, Eve. Astaga, mengapa kau tidak membangunkanku ketika kau datang?” ucap Nyonya Daphne dengan tersenyum lebar.“Saya tidak ingin membuatmu yang sedang tidur lelap terbangun, Nyonya. Lagi pula Nyonya butuh istirahat,” sahut Eve. “Pak Gery juga, perut Pak Gery juga butuh diisi, jangan dibiarkan kosong.”“Kau sudah makan, Eve?” Gery justru balik bertanya.Mereka memang sudah sepakat untuk tidak saling bermusuhan di depan Nyonya Daphne. Tapi tetap saja Eve sedikit terkejut dengan perubahan sikap Gery yang berubah drastis.“Sudah, Pak, tadi waktu Nyonya sama Pak Gery masih tertidur,” jawab Eve sedikit terbata.“Kenapa tidak menungguku? Atau setidaknya bangunkan aku saat kau datang tadi,” protes Gery yang membuat Eve tertawa canggung.Sungguh san
Kabin mobil terasa hangat seiring penumpang yang dirasa lengkap. Ny Dhapne benar-benar menang banyak. Sengaja memilih duduk di belakang bersama Sofia agar bisa leluasa melihat cucunya dan gadis pilihannya tersebut berdekatan. Hati wanita tua itu benar-benar bersorak. Bahkan sesekali lemparan senyum Gery pada Eve saat berbincang pun dimaknai sebagai romantisme yang sangat manis.Seolah tak pernah kehabisan kata, Ny Dhapne terus mengajak muda-mudi di depannya tersebut berbicara. Membahas tentang perkembangan bisnis serta langkah-langkah apa yang akan diambil ke depan?Bertambah besar rasa kagum wanita tua itu saat Eve mengutarakan ide-ide cemerlangnya. Bukan hanya Ny Dhapne, Gery pun akhirnya mengakui bahwa gadis disampingnya memang pantas diberi kedudukan istimewa. Tak terasa senyumnya terbit. Mata elangnya melirik sesekali dan tentu itu membuat Ny Dhapne yang memantau dari kaca spion tersenyum geli."Kalian benar-benar serasi." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Ny Dhapne mem
Eve baru saja menikmati kucuran air dingin di kepala saat ibunya mengetuk pintu. Gadis itu cepat mematikan keran agar bisa mendengar suara sang ibu di luar. "Iya, Bu?" Suara Bu Kate sangat tidak jelas karena pintu kamar dikunci dari dalam. Eve berdecak. Jalan satu-satunya adalah segera mengakhiri aktivitasnya dan lekas keluar. "Iya, Bu?" Eve kembali bertanya setelah tubuhnya terbalut handuk piama, namun di detik selanjutnya sepasang mata cokelat itu membeliak saat melihat siapa yang sedang bertamu, dan sialnya mata tajam itu kini malah melihatnya. "Ehem." Bu Kate berdeham yang tentu saja membuat Eve sadar dan segera kembali masuk ke dalam kamar. Gadis itu menyisir rambut sembari menggerutu, sebab ini masih sangat pagi, tapi Gery sudah menjemput. Hari-harinya setelah mendapat kabar bahwa Nyonya Daphne sakit benar-benar tidak lagi bebas, lantaran Gery nyaris selalu hadir dalam kehidupannya. Setiap waktu. Setelah memasang penunjuk waktu ke pergelangan tangan kirinya, dan menyemprotk
Kemenangan kecil tetap harus dirayakan. Kabar gembira hari ini adalah dirinya lagi-lagi mampu menyabet angka pertama, dari sepuluh model terbaik dunia di Tokyo.Setelah berpesta dengan dewan-dewan entertainment di gedung Hibiya, malam ini Cheryl ingin berendam dengan air susu terbaik Jepang, sembari menikmati aroma lembut dari lilin bunga lavender. Semua telah disiapkan, tapi tunggu dulu, tenggorokannya terasa kering.Dengan langkah elegan yang beberapa tahun ini berhasil memikat para penikmat body goals, Cheryl mendekati lemari es. Mengambil minuman dingin dan menenggaknya perlahan.Gadis itu memejam, menikmati sensasi dingin yang mengalir di tenggorokan. Tetapi tidak lama, dering ponsel memaksanya menghentikan teguk demi teguk minuman bersoda di tangan.Namun, mata itu mengernyit ketika yang terpampang di layar adalah nama Amanda, sahabatnya. Sudah terlanjur meninggalkan minuman dinginnya di mini bar, jadi mau tidak mau video call itu harus diangkat."Ya?" Cheryl memasang senyum seb