Ruangan pribadi Nyonya Daphne dirancang khusus untuk bersantai dan dibuat senyaman mungkin untuk manula bangsawan sepertinya. Dia sudah tak aktif mengurus perusahaan. Dia hanya bertindak mengontrol cucunya agar Gery Foster tidak kumat di masa labilnya saja.
Wanita dengan tampilan khas bangsawan yang selalu rapi dengan busana kerja semi formalnya itu tengah menyesap teh herbal hangat siang itu. Ya, beliau tak lagi mau meminum minuman dingin karena terbukti itu bisa membahayakan tenggorokan tuanya. Sesiang dan segerah apa pun, minuman hangat selalu menjadi pilihannya untuk diminum.
“Nyonya, ada yang ingin bertemu,” lapor seorang wanita separuh baya yang adalah asisten pribadinya baik di kantor maupun di rumah. Wanita itu sudah mengabdi sejak Nyonya Daphne masih berusia muda dan baru menikah dnegan Darren Foster, mendiang kakek Gery. Mereka berdua pasangan suami istri yang bahu membahu memperbesar perusahaan keluarga itu hingga akhirnya menjadi sebesar sekarang. Dan semakin besar di bawah pimpinan mendiang ayah Gery.
Nyonya Daphne mendongak memandang sang asisten. “Bukan cucuku?” tanyanya heran. Karena biasanya ia tak pernah menemui tamu lain di ruangan itu selain Gery seorang.
“Bukan, Nyonya. Dia bilang dia karyawan baru dari bagian marketing dan sangat ingin bertemu dengan Nyonya untuk mengutarakan pengaduan penting,” jawab sang asisten sambil menundukkan tubuhnya sedikit.
Nyonya Daphne mengerutkan keningnya heran.
“Pengaduan katamu?” tanyanya memastikan pendengaran karena memang itu adalah hal di luar kebiasaan. Pengaduan apa kiranya yang menjadi urusan karyawan baru terhadapnya?
“Dia gadis muda yang pemberani, Nyonya. Saya sudah sarankan dia ke ruangan HRD untuk menyampaikan pengaduannya tersebut tetapi dia bilang khusus masalahnya itu hanya Nyonya saja yang akan bisa membantunya,” lanjut sang asisten yang rupanya juga telah terbujuk oleh sikap tegas Eve di luar ruangan tadi.
Tampak wanita bangsawan yang duduk di atas sofa empuk berbahan beludru mewah itu berpikir sejenak.
“Baiklah, biarkan dia masuk. Mari kita lihat apa maunya gadis itu,” katanya kemudian.
Sebenarnya ia tak lagi mau dipusingkan oleh urusan tetek-bengek lain di perusahaan selain hanya bertindak sebagai pengawas kinerja cucunya dan juga sekaligus sebagai penasihat. Tapi kenapa sampai ada karyawan bawah yang mencarinya untuk mengutarakan sebuah pengaduan membuatnya berpikir itu pasti ada kaitannya dengan sang cucu.
Beberapa saat kemudian, sang asisten kembali muncul di hadapannya bersama seorang gadis muda yang cantik menarik. Bahkan pertama kali melihat saja, Nyonya Daphne langsung berpikir gadis di hadapannya ini pasti sudah seringkali dengan mudahnya menaklukkan lelaki mana pun yang ia mau.
“Iya? Anda ada perlu dengan saya, Nona?” tanya Nyonya Daphne langsung ke pokok permasalahan. Ia semakin yakin kalau urusan itu pasti menyangkut cucunya. Dan karena itu ia jadi segera ingin mengetahuinya.
“Selamat sore, Nyonya Daphne Foster. Maafkan atas kelancangan saya. Tetapi saya Evangelin Ravenwood. Saya karyawan magang di perusahaan ini. Saya baru saja menandatangani kontrak kerja di Vinestra Group secara sah dan valid, tetapi masalahnya Pak Gery Foster kemudian merasa berhak menggunakan kuasanya untuk langsung memecat saya tanpa saya melakukan kesalahan apa pun di sini, Nyonya.” Eve mengumpulkan segenap tekad dan keberaniannya untuk menjelaskan secara ringkas apa yang terjadi kepada sang nyonya.
“Maaf? Gery memecat Anda di hari pertama bekerja? Untuk alasan apa kalau saya boleh tahu? Karena tidak mungkin juga dia memecat orang tanpa ada kesalahan apa pun,” tanya Nyonya Daphne yang kini tertarik sekali mendengar cerita lengkapnya dari Eve.
“Silakan duduk dulu, oh, maafkan atas ketidak-sopanan saya,” lanjut Nyonya Daphne yang baru teringat Eve masih berdiri di hadapannya. Saking penasarannya, ia tadi sampai lupa mempersilakan tamunya itu untuk duduk dahulu.
Eve pun duduk di sofa berhadapan dengan Nyonya Daphne. Di ruangan itu tidak ada set meja dan kursi kerja seperti ruangan kantor pada umumnya. Itu malah serupa ruang santai luas dan besar yang salah satu dindingnya full dari kaca dan menghadap langsung ke langit luas disertai pemandangan gedung-gedung bertingkat lain di sekitar areal gedung perkantoran tersebut.
“Saya sungguh belum melakukan kesalahan apa pun di sini, Nyonya. Saya hanya ... melakukan sedikit kebodohan di lain tempat beberapa waktu lalu di mana di sana saya sempat bertemu dengan Pak Gery ....” Eve mengawali kisahnya.
“Oke ... maksudnya kalian sudah saling mengenal sebelumnya, begitu?” tanya Nyonya Daphne berusaha mencerna cerita Eve.
“Tidak, Nyonya. Kami hanya bertemu sebentar dan itu secara tidak sengaja. Dan tidak saling mengenal sama sekali. Hanya sesuatu kebodohan masa remaja saya dan teman-teman yang waktu itu sedang melakukan permainan muda. Kami ... ehm, saya ... sedikit mengganggu kenyamanan Pak Gery tapi itu hanya sedikit kesalahpahaman saja. Sungguh tidak adil kalau saya harus dipecat dari pekerjaan yang saya raih dengan susah payah melalui seleksi ketat ini hanya karena persoalan sepele seperti itu, Nyonya. Saya mohon Anda bisa bijaksana menyikapinya,” pungkas Eve akhirnya.
Ia sudah berusaha bersikap seminimal mungkin mempersalahkan Gery dan berharap si nenek Gery ini bisa lebih membelanya ketimbang cucunya yang sok kuasa itu.
Sang asisten Nyonya Daphne kini telah menghidangkan secangkir minuman dingin di meja di hadapan Eve dan mempersilakannya minum dulu. Eve mengangguk dan tak lupa mengucapkan rasa terima kasihnya. Ia langsung meneguknya karena rupanya berbicara dengan orang sekelas Nyonya Daphne ini cukup menguras energi.
Ia jadi mendadak dehidrasi dan butuh banyak cairan untuk memulihkan kekuatan diri dan menstabilkan emosi. Ck! Astaga! Aura orang kaya raya memang berbeda dengan para rakyat jelata, pikir Eve membatin dalam diam sambil merasai tenggorokannya yang menjadi sedikit lebih nyaman memang usai meneguk minuman barusan.
“Begitu ya ... Tampaknya memang hanya urusan salah paham kecil,” kata Nyonya Daphne setelah beberapa saat lamanya wanita tua dengan wajah keriput tetapi masih terpancar sisa-sisa kecantikan dari masa lalunya itu memandangi Eve.
Mata tuanya sedari tadi sudah mencoba menelisik dan memindai Eve, mencari gestur yang menunjukkan kebohongan atau tipuan atau ketidakjujuran sekecil apa pun. Tapi tak ditemukannya hal itu. Malah yang terkesan dari sosok gadis pemberani di hadapannya itu ialah ketegasan sikapnya serta aura pantang menyerah memperjuangkan haknya bahkan meskipun harus melawan penguasa utama sekali pun. Seketika muncullah kekaguman Nyonya Daphne atas diri Eve.
“Siapa nama Anda tadi? Nona Evangelin, ya?”
“Eve, panggil saja Eve, Nyonya,” jawab Eve sambil mengulas senyum segan. Sebenarnya ia juga takut akan dianggap sebagai karyawan lancang hingga berani menemui Nyonya Daphne langsung yang katanya tidak biasa menemui tamu lain dari karyawan sembarangan. Tapi apa daya, hanya itu kesempatan yang ia miliki untuk menyelamatkan pekerjaannya.
“Oke, Eve. Tunggu sebentar di sini sementara kupanggil cucuku ke mari,” ucap Nyonya Daphne yang bak genderang perang di telinga Eve.
Inilah saatnya ia akan diadu dengan Gery secara langsung dan dengan dihakimi oleh nenek Gery sendiri. Siapa kiranya yang akan menang nanti?
***
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Maaf, aku minta maaf karena belum bisa peka dengan apa yang kamu rasakan. Maaf karena sudah membuatmu cemburu dan sakit hati, Eve,” bisik Gery pelan. Sekarang ini keduanya masih berpelukan, bahkan pelukan itu semakin menguat saat Gery membisikkan kata-kata itu.Gery merasa bersalah. Sebab kemarin pun tadi dirinya tidak menjelaskan apa pun pada Eve. Walaupun apa yang Eve lihat tadi tidak sepenuhnya benar. Eve sepertinya memang tidak melihat kejadian itu sampai akhir hingga akhirnya menyimpulkan begitu.Saat merasa jika Eve sudah lebih tenang, Gery pun mencoba melepas pelukan keduanya. Laki-laki itu menatap dalam dan penuh kasih ke arah netra Eve. Eve lagi-lagi dibuat tersipu karena mendapatkan perlakuan manis dari Gery. Eve lantas menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu. Kedua tangannya juga saling bertautan dan memelintir ujung bajunya. Gery tersenyum tipis saat melihat bagaimana gemetarnya tangan Eve itu.Entah apa yang membuat Eve begitu malu. Gery tidak tahu. En
“Aku tidak bisa diam saja. Eve kasihan sekali. Dia terlihat sangat sedih tadi. Aku harus melakukan sesuatu sekarang juga!” putus Cindy cepat.“Enak saja mereka sudah buat sahabatku sakit hati tapi tidak merasa bersalah sedikit pun. Dan Gery juga kurang ajar sekali! Dasar laki-laki!” Cindy bersungut-sungut. Rasa kesalnya sungguh tidak bisa ditahan lagi.Dia hanya tidak mau jika sahabatnya bersedih karena Gery atau siapa pun itu. Walaupun Gery adalah kekasih Eve tetapi dia sangat tidak rela jika laki-laki itu menyakiti Eve. Cindy tidak akan tinggal diam jika hal itu terjadi.Cindy masih teringat bagaimana sembab juga merahnya wajah Eve tadi. Ucapannya pun begitu menyayat hati. Rasanya, sahabatnya itu terlihat buruk sekali. Eve sendiri sudah pulang sekarang ini. Karena itulah dirinya berani berkata-kata kasar juga mengumpati kekasih Eve itu.Tanpa menunggu lagi, Cindy bergegas bangkit dari kursinya dan menuju mobilnya. Cindy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah dua ouluh m
Di perjalanan, tepatnya di dalam mobil Gery yang sedang menuju kantor Eve hanya diam membisu. Gery yang melihatnya pun sedikit heran, tetapi dia tidak berniat sedikit pun untuk bertanya. Dia berpikir jika mungkin saja Eve sedang tidak ingin berbicara.Sampai di kantor, Eve pun tak juga bersuara. Wanita cantik itu bahkan langsung turun tanpa berpamitan pada Gery yang masih duduk di kursi kemudi. “Ada apa sebenarnya dengan Eve? Kenapa sikapnya begitu berbeda?” Gery bertanya-tanya, tetapi tak berlangsung lama. Laki-laki itu menggeleng kemudian turun dan masuk ke ruangannya. Di ruangannya, Eve langsung mendudukkan dirinya dengan sedikit kasar di kursi kerjanya. Hatinya sakit. Perasaannya tak keruan sekarang. Dirinya pun bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri padahal tadi dia sendirilah yang menyetujui permintaan Ny. Andrews. Akan tetapi, sekarang dirinya malah merasa menyesal.Sebenarnya, Eve tidak ingin jika Gery menyadari sikap cemburunya. Namun, entah kenapa sangat sul
Pagi ini, Eve dan Gery memang sudah memiliki janji untuk menjenguk Cheryl yang masih berada di rumah sakit. Keduanya akan pergi bersama. Semua itu atas inisiatif Eve yang ingin menjenguk dan melihat bagaimana keadaan Cheryl sekarang ini. Sebagai sesama wanita, Eve pun merasa sangat iba pada Cheryl. Apalagi setelah tahu jika selama ini wanita cantik berprofesi sebagai model itu tidak terlalu mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hati Eve ikut sesak mendengarnya. Eve sekarang ini sedang bersiap di kamarnya. Dia sengaja melakukan semua rutinitasnya dengan santai karena Gery sendiri tidak keberatan jika harus menunggunya. Karena itulah Eve sedikit memanfaatkannya untuk bersantai ria.Dering ponselnya membuat Eve harus meletakkan bedak yang baru saja akan dipakainya. Dengan sedikit malas, Eve mengambil ponselnya. Namun, sedetik kemudian senyumnya mengembang saat tahu siapa yang meneleponnya sekarang.Tanpa membuang waktu, Eve lantas menerimanya dan bersuara. “Halo?”“Halo, Eve. Apa ka
“Saya pamit. Semoga Cheryl segera pulih supaya tidak menjadi beban bagi orang lain lagi,” ucap Ny. Daphne seraya menyindir.Ny. Andrews menampilkan senyumannya, dari raut wajahnya tampak dia terpaksa. Ucapan Ny. Daphne memang menohok, cukup membuat Ny. Andrews tak berkutik.“Terima kasih telah berkenan menjenguk Cheryl, Ny. Daphne,” balas Ny. Andrews.“Sama-sama. Sampaikan salam saya ketika dia sadar,” ujar Ny. Daphne.“Baik, Ny. Daphne. Sekali lagi, saya sangat berterima kasih atas kunjungannya.”Ny. Daphne keluar meninggalkan ruangan bersama Sofia. Ny. Andrews mengantarnya hingga depan pintu ruangan. Ny. Andrews menatap kepergian Ny. Daphne dan Sofia hingga mereka menghilang dari pandangannya.Ny. Andrews kembali masuk ke dalam ruangan putrinya. Dia menatap Cheryl dengan intens. Ny. Andrews menginginkan Cheryl segera pulih, dia ingin putrinya kembali seperti sedia kala.Ny. Andrews duduk di samping ranjang. Melihat putrinya yang tak berdaya serta dipenuhi alat medis di badannya memb
Sudah tiga hari Gery rutin menjenguk Cheryl. Dia sebenarnya ingin berhenti saja, tetapi Ny. Andrews terus mengiba. Ny. Andrews ingin Cheryl kembali pulih secepatnya.“Saya sudah berusaha, Tante, tapi Cheryl belum juga pulih seperti semula. Memangnya mau sampai kapan saya harus begini?”Gery tentu saja kesal, karena pekerjaannya juga menjadi terganggu. Eve mengelus tangan Gery, berharap dia lebih sabar lagi untuk membantu kesembuhan Cheryl.“Saya minta maaf karena waktumu terganggu. Tapi mohon, bantu saya sedikit lagi. Saya yakin Cheryl akan segera pulih jika kamu terus menjenguknya ke sini,” ujar Ny. Andrews.“Iya, Gery. Sedikit lagi saja, aku juga yakin Cheryl akan segera pulih,” tambah Eve.Mereka kini tengah berada di rumah sakit, tepatnya dalam ruangan di mana Cheryl dirawat. Gery melirik ke arah Cheryl yang masih terbaring lemah, belum sepenuhnya sadar. Dalam hatinya, Gery berharap Cheryl segera pulih supaya dia tidak perlu berurusan lagi dengan Ny. Andrews.“Baiklah,” ucap Gery
“Eve!” panggil Bu Kate seraya mengetuk pintu kamar putrinya.“Iya, Ibu,” sahut Eve dari dalam.“Ibu boleh masuk?” tanya Bu Kate.“Masuk saja, Ibu,” balas Eve.Eve sedang merias wajahnya dengan sedikit polesan make up. Gadis itu duduk di hadapan cermin, wajahnya tampak sangat cantik. Bu Kate tersenyum ketika melihat putrinya.“Gery sudah menunggu di depan,” ujar Bu Kate.“Benarkah?” tanya Eve.Bu Kate mengangguk, Eve segera merampungkan riasan pada wajahnya. Eve tak mau Gery terlalu lama menunggunya. Eve mengambil tas selempangnya, lalu memakai sepatu.“Kalau begitu, Eve pergi dulu,” pamit Eve.Eve berpamitan pada Bu Kate, dia berjalan menuju depan rumahnya. Ternyata benar saja, Gery sudah duduk ditemani secangkir kopi.“Sudah selesai?” tanya Gery.Eve mengangguk, Gery tersenyum tipis. Gery masuk ke dalam terlebih dahulu untuk berpamitan pada Bu Kate. Setelahnya, Gery dan Eve berjalan menuju mobil yang telah terparkir.Gery membukakan pintu mobil untuk Eve. Setelah itu, dia mengitari m