Pras dan Sinar yang berada santai di balkon, kompak mengerutkan dahi saat melihat mobil Yasa masuk ke perkarangan rumah. Yasa memarkirkan mobilnya tepat di samping land rover milik Asa. Posisinya tepat seperti semalam saat mereka bertemu.
“Ahh, calon mantu datang.” Sinar berceletuk tapi bibirnya menyebik menatap Pras. “Kalau diinget-inget, dulu itu malah lebih banyak aku datangin kamu ya, daripada kamu datang ke rumahku.”
“Gak usah di inget-inget, toh sudah punya buntut 3.”
“Ich, kamu itu, dari dulu nyebelin, tau gak.”
“Nyebelin tapi mau aja dinikahin. Jujur aja, dari awal, kamu itu memang sudah suka sama aku.”
“Gak ya! siapa yang mau sama kamu, ganteng sih iya, tapi attitudemu itu bikin sebel!”
Perdebatan kecil seperti itu dari dulu sampai sekarang, masih saja selalu ada.
Pras kemudian menghela begitu panjang. “Aku harap, Aya ada di tangan yang tepat. Karen
“Wah, curang ini sih, ada yang bawa gandengan di mari.” protes salah satu teman SMA Yasa yang bernama Tara. Pria itu baru saja datang seorang diri, terlambat karena harus menangani sebuah operasi.“Gak usah lebay,” balas Vitor yang juga membawa sang istri, ke pertemuan yang hanya dihadiri oleh enam orang tersebut. “Cuma Yasa sama gue yang bawa gandengan, yang lain pada merana, sama kayak lo.”“Ya ngomong kek, gue kan bisa nyewa dedek gemesh buat dibawa.” Tara menari kursi yang melingkari sebuah meja bundar. Pria itu duduk, berada diantara Vitor dan Andara, yang sedari tadi hanya menekuk wajah.“Bacot, lo, Tar! Diatur!” hardik Vitor lagi.Dari dulu, Yasa memang malas untuk meladeni Tara. Karena kalau diteruskan, tidak akan ada habisnya.“Karena sudah ngumpul, gue cuma mau ngasih tahu, tanggal 21 gue nikah. Dan lo semua harus datang.”Seketika Tara mencondongkan tubuh untu
“Aku pinjam baju sama celana, training kalau ada, piyama juga boleh.”Aya langsung merangsek masuk ke apartement Yasa sambil memeluk tubuh basahnya. Menggigil, karena seluruh pakaiannya basah terkena deraian hujan, yang masih saja terhempas membasahi malam.Pantas saja, Yasa tidak mau memberhentikan motornya. Ternyata, apartemen milik pria itu tidak terlalu jauh, dari restoran tempat diadakan reuni beberapa saat yang lalu. Yasa berencana untuk mengganti motornya dengan mobil. Tapi, apa mau dikata, ternyata keduanya basah dan lebih baik singgah sebentar untuk mengganti pakaian.“Ikut aku.” pinta Yasa. Pria yang juga sama basahnya dengan Aya itu, melangkah menuju sebuah kamar, yang diyakini Aya adalah kamar milik Yasa.Yasa memasuki walk ini closet dan mengambilkan sebuah kaos, juga celana training yang biasa dipakainya untuk pergi ke tempat fitness. Tidak lupa dengan sebuah handuk, yang juga ia serahkan pada gadis itu.&ldquo
“Acaranya kenapa di rumah? Keluarga Yasa itu kan punya hotel, Pak Kaisar juga, kenapa gak di sana aja acaranya, Ay?”Ruby melayangkan protesnya, ketika Aya menyampaikan rencana pernikahan yang tidak terduga dalam waktu dekat. Awalnya, Ruby curiga tentang pernikahan yang dirasa terlalu mendadak. Namun, setelah Aya menceritakan semua hal, dengan sedikit kebohongan yang tentu saja tidak bisa diceritakan, maka Ruby percaya.Sebelum kecelakaan terjadi, Aya memang telah mengenal dengan Yasa. Aya mengatakan bahwa mereka sempat menjalin sebuah hubungan, namun ada masalah di tengah jalan. Itulah mengapa, saat makan siang bersama Bintang, Aya terlihat sangat tidak ramah kepada Yasa.“Kalau di hotel, nanti nyusahin papi. Harus ngurus izin segala macam, pasti dijaga ketat, dan waktu kumpul-kumpul sama keluarga juga terbatas, Nek. Lagian, rumah itu juga halamannya luas banget, cukup ajalah buat ijab terus lanjut resepsi.”“Tamu Pak Kaisar
“SIP!” teriak Asa. “Sekarang, coba nyebur.”“Nyebur?” Aya melepas genggaman tangan Yasa, yang sedari tadi terus saja menempel kepadanya. “Kok gak bilang kalau pake nyebur segala? Aku gak bawa baju ganti.”“Baju yang dipake buat foto di kamar nanti, kan, ada?”“Bajunya ada, dalemannya yang gak ada!”Nando yang sedari tadi melihat pengambilan foto prewed Yasa dan Aya akhirnya tergelak. “Dulu, waktu kamu masih kecil, gak pake daleman juga nyante, Ay.”Dengan sebal Aya melepas satu kitten heelnya lalu melemparnya pada Nando.Pria itu, sigap menghindar, masih diikuti tawa jahilnya. Otak Nando tiba-tiba tidak bisa diatur, hingga membayangkan lekuk tubuh polos Aya, tanpa menggunakan apapun, berbalut kemejanya.Buru-buru ia menggeleng, gadis itu sudah dianggap sebagai adik olehnya. Jadi tidak sepatutnya memikirkan Aya dalam keadaan tidak sopan seperti itu.
“SAH!”Dan, detik itu juga Aya sadar, kalau kehidupannya mulai saat ini, akan benar-benar berubah. Ia sudah tidak bisa bebas bertindak semaunya seperti dahulu kala. Ada sang suami yang kini bertanggung jawab penuh atas dirinya. Suami yang dinikahinya karena sebuah kesepakatan bisnis, meskipun Sinar dan Pras tidak pernah memaksa Aya untuk melakukannya.Demi Zamaryn agar tetap berada di poros keluarganya, dan memikirkan seluruh ucapan sang bunda tentang pernikahan. Aya akhirnya berani mengambil keputusan untuk mengarungi bahtera hidup bersama Yasa. Toh, sikap Yasa selama ini sangat bersungguh-sungguh kepada Aya. Pria itu juga dapat menerima Aya dengan segala kekurangannya.Lalu tentang Bintang, hati Aya masih berkeras, untuk tidak bertegur sapa sebagai seorang anak seperti dahulu kala. Sakit hatinya terlalu dalam, karena sang papa tidak menaruh kepercayaan sedikitpun padanya. Ayapun menolak dengan tegas ketika sang papa memintanya untuk berbicara berdu
Selesai sudah!Seluruh prosesi pernikahan mewah yang dihadiri tamu dari berbagai kalangan penting, benar-benar telah usai. Menyisakan sepasang suami istri, yang sudah bergelimpangan di atas tempat tidur pengantin bertabur bunga mawar dengan wajah lelah.Selama resepsi berlangsung, ada dua orang pria yang selalu memperhatikan setiap gerak-gerik Aya di pelaminan.Ada Bintang dengan wajah penuh sesal, karena tidak bisa mendampingi putri satu-satunya. Padahal, dulu ia pernah berkata akan selalu membahagiakan putri satu-satunya itu. Bintang berjanji tidak akan mengecewakan Aya, seperti ia mengecewakan Sinar dahulu kala. Kenyataannya, ia sudah membuat hati sang putri patah karenanya.Serta Astro yang datang berdua dengan Aster. Entah mengapa Aya tidak melihat kehadiran Zetta sama sekali. Hanya ada Zevan dan Melati yang menghadiri pernikahannya.Hah! Wanita itu pasti tengah bersedih karena pada akhirnya, Aya-lah yang lebih dulu melangsungkan pernikahan. S
Ternyata, kegiatan Aya di kamar mandi cukuplah menyita waktu yang lumayan lama. Pertama-tama, ia harus membersihkan semua jejak make up yang masih menghiasai wajahnya. Dan itu tidaklah sebentar.Setelah itu, Aya masih harus membuka cepolan rambutnya yang ditata dengan model messy loose bun. Menyugarnya pelan-pelan, agar surai ikalnya tidak mengusut.Tidak ada kesulitan saat Aya membuka gaun pengantinnya. Berkat sang suami yang sudah lebih dahulu menolongnya untuk membuka resleting gaun itu sebelumnya. Tinggal menarik pangkal lengan yang tersampir di bahu. Maka gaun yang dikenakannya jatuh begitu saja di lantai.Aya benar-benar menikmati curahan hangat, yang menyapu bersih seluruh tubuh polosnya. Hingga ia lupa, kalau sudah meninggalkan Yasa cukup lama di luar sana.Dengan balutan bathrobe yang juga disiapkan couple oleh wedding organizer, Aya keluar dari kamar mandi dengan perlahan. Rambut basahnyapun masih, terlilit handuk dengan rapat.N
“Akhirnya kita bebas, dan gak akan ada yang ganggu.”Aya menjatuhkan lehernya ke sebelah kanan. Membiarkan bibir Yasa menjelajah dengan leluasa pada bahu telanjangnya, yang memakai blouse dengan model sabrina.“Emang mau ngapain? Kamu lupa sama perjanjian kita?”Wajah Yasa mengernyit bingung, namun bibirnya masih betah berada di sepanjang garis bahu polos sang istri. Satu-satunya perjanjian yang ada hanyalah, terkait masalah Zamaryn. Dan, itu tidak ada hubungannya dengan hal mendesak, yang akan ia nikmati sebentar lagi.“Perjanjian?”“Hum!” Aya melonggarkan kedua tangan Yasa yang mengalung pada tubuhnya. Kemudian berbalik. Sedikit mendongak untuk mempertemukan pandangan mereka. Meletakkan kedua tangannya pada dada bidang Yasa.“Kalau kamu tepar sehabis acara, gak aku kasih jatah selama sebulan!”Yasa terkekeh pelan lalu berseringai kecil. “Kan udah kubilang, kalau gak k