SUBSCRIBE DULU SEBELUM MEMBACA!BIAR NGAK KETINGGALAN UPDATE CERITA SELANJUTNYA.'Kenangan Manis yang kamu ukir untuk ku bagaikan suntikkan bius, agar rasa sakit saat kamu meninggalkan ku tak membunuhku secara perlahan__Reza.Aku menoleh, mengeryitkan dahi. Kenapa selama ini aku tidak pernah menanyakan status pria itu. Bagaimana jika Mas Panji ternyata sudah memiliki istri."Memangnya kenapa jika aku berpisah dengan suamiku, mas?" ucapku dengan suara bergetar. Jantungku berdegup membayangkan jawaban terburuk keluar dari bibir Mas Panji.Pria itu tersenyum, mengusap lembut pucuk keningku, "Kalau kamu berpisah ya aku nikahin kamu lah," sahutnya terkekeh dengan nada bercanda.Aku mendengus lega, mencubit kecil pinggangnya membuat Mas Panji mengeli
'Indahnya dosa kotornya cinta. Kamu menarikku dalam percikan api cinta terlarang, tapi aku takut jika pada akhirnya justru dirimulah yang terjebak di dalamnya.'__Panji.POV PanjiBruak!Gadis itu mendorong tubuh Natali hingga menabrak bangku, kemudian tersungkur di lantai. Mata gadis itu nyalang menatap Natali yang di banjiri airmata."Kamu jangan sok jagoan ya di sini, beraninya sama adik kelas," maki Reza membuat nyali Natali menciut.Bahu Natali nampak naik turun, entah ini pertengkaran yang keberapa yang terjadi antara Natali dan Reza. Karena dua gadis pemimpin geng itu selalu melakukan hal itu."Apa kamu lihat-lihat culun?" hardik Reza melirik kepadaku.Aku yang sedang duduk di bangku kelas segera membenarkan posisi d
POV PANJIBojonegoro.Nadia mengantarku ke Kapolsek Bojonegoro tampatku bekerja. Kemudian gadis itu kembali ke rumah dinas dan akan berangkat lagi ke Jakarta nanti sore.Aku melihat Reza sudah menungguku di seberang jalan. Aku tidak salah. Reza sepertinya benar-benar mencintaiku. Permainan yang aku anggap hanya mengenang masa lalu justru membuat Reza terbawa arus cintanya kepadaku.Aku ingin membuat akhir yang manis untuk cerita cintaku dengan Reza. Agar setelah kepergianku gadis itu masih menyimpan memori indah bersamaku. Sebenarnya tidak ada sedikitpun niatanku untuk menghancurkan rumah tangga Reza. Aku hanya ingin menjadi teman pelepas kesepiannya saja.Aku menghampirinya, ulasan senyuman terukir manis di sudut bibir gadis bergigi gingsul itu. Sorot kerinduan itu terpancar dalam kedua bola matanya.
'Kamu boleh melepaskan ikatan antar kita, tapi kamu tidak akan pernah bisa melepaskan ikatan darah antara seorang ayah dan anaknya. ___'BagasYasmin bangkit dari tempat duduknya, menjatuhkan tatapan kebencian kepadaku. "Tidak Mas, Aska tetap di sini bersamaku," sahutnya.Dada wanita itu naik turun dengan nafas memburu. Aku tidak perduli jika aku tidak bisa memiliki Yasmin kembali maka Aska anakku harus menjadi miliku."Yas, aku ini Papanya bukan orang lain, kenapa kamu harus khawatir sih Yas," sahutku kekeh."Jika Mas papanya, sejak kapan Mas perduli dengan Aska. Bukankah selama ini mas sibuk dengan ..." ucapan itu terhenti dengan wajah merah menyala serta tatapan tajam padaku.Sekuat tenaga Yasmin mencoba meredam emosinya. Pria yang berada di depan meja kasir itu kini telah berada di samping Yasmin, menepu
Dor! Dor! Dor!Dadaku bergemuruh. Kukeras kan mengedor pintu rumah Mas Bagas. Namun tidak ada satupun orang yang membukakan pintu rumah yang terlihat sepi itu.Aku mencoba menghubungi nomor Mas Bagas, Namun yang ada justru pria itu mematikan ponselnya. Sepertinya dia sengaja melakukan hal itu padaku.Tubuhku perlahan terasa lemas, jatuh terhuyun di lantai. Dadaku semakin sesak memikirkan keadaan Aska, anakku.Bang Rasyid mendekap tubuhku dalam pelukannya. Mengusap lembut pada kerudung yang aku kenakan."Besok kita ke sini saja lagi Yas. Mungkin dia sedang membawa Aska bermain," bujuk Bang Rasyid setalah beberapa saat ia mengusap lembut bahuku."Ngak mau Abang, aku mau Aska sekarang Bang," ucapku tergugu merengek seperti seorang anak kecil yang kehilangan mainan kesayan
Plak!!Tamparan mulus mendarat di pipi pria yang baru saja turun dari mobil. Tanpa sempat menutup pintunya kembali.Tanganku memanas, sudahku pastikan jika pipi Mas Bagas pun juga sama panasnya dengan telapak tanganku kini.Mas Bagas mengusap pipi bekas tamparanku. Sudut bibirnya ditarik begitu sinis, membuatku jijik melihat senyum pria yang tidak memiliki pendirian itu."Mana Aska!" sergahku datar. Dadaku naik turun, nafasku terasa pendek dengan sesak yang mulai menjalari dadaku.Reza yang baru turun dari bangku belakang kemudi tercekat melihat kepadaku. Wanita simpanan Mas Bagas itu menatapku penuh kebencian."Mana Aska!" pekikku menaikkan sedikit nada suara."Dia sedang tidur Yas, aku ngak ngapa-ngapain dia kok," jelas Mas Bagas.
"Diam!" pekikku kesal.Kini suara Aska memang tidak terlalu terdengar. Kedap dinding lemari mengunci suara tangisan itu. Meskipun aku masih bisa mendengarkan tangisnya tapi tak senyaring tadi hingga membuat kepalaku ini ingin pecah saja.Deru mesin mobil terdengar masuk ke halaman rumah. Aku panik, pasti itu Mas Bagas. Ngapain lagi itu orang pulang di saat seperti ini.Dengan cepat aku membuka pintu lemari, menarik tubuh Aska dari dalamnya. Kemudian mengedong bocah itu seolah tidak terjadi apapun.Tak! Tak! Tak!Langkah cepat Mas Bagas setengah berlari mendekat ke kamar tempatku berada. Kutepuk pelan punggung Aska, Namun bayi itu masih saja terus menangis hingga terisak sejadi-jadinya."Ada apa Dek, Aska Kenapa?"Mas Bagas panik, pria itu menghampiriku
POV RezaYasmin histeris setelah Dokter mengatakan fonis jika aska akan memiliki gangguan dalam berbicara. Aku yang mendengarkannya saja merasa merinding, tidak bisa aku bayangkan jika aku memiliki anak yang bisu seperti itu.Semua yang berada di dalam ruangan itu berhamburan memeluk tubuh mungil Yasmin yang terhuyun jatuh di lantai. Kecuali Mas Bagas. Pria itu terus berteriak seolah tidak percaya dengan apa yang barusan Dokter katakan kepadanya.Rasa takut berbisik dalam hatiku, apakah semua itu gara-gara aku yang telah membanting Aska dan mengurungnya di dalam lemari.Perlahan langkah mundurku membawaku keluar dari ruangan berpendingin tempat Aska dirawat.Dadaku kian sesak, membayangkan jika saja mereka tau tentang apa yang sudah kuperbuat selama ini kepada Aska pasti Mas Bagas akan sangat marah kepadaku. Untung saja saat itu tidak ada