Fafa langsung masuk ke kamar tamu, lalu duduk di tepi ranjang. Banyak pertanyaan berputar di otaknya. Fafa mengulang satu per satu kejadian mulai dari bangun tidur. Apakah ada ucapan dan sikap yang menyinggung dan menyakiti Ian. Dia menggeleng, tidak ada. 'Ada apa dengan suaminya itu? Kenapa emosinya cepat sekali naik turun!' batin Fafa.
Fafa kira sudah sedikit mengetahui sifat Ian, setelah tadi malam. Tapi apa yang dia dapatkan. Pagi ini, Ian kembali pada sosok dingin lagi. Fafa menyesal begitu mudah menilai Ian, apalagi merasa sedikit mengetahuinya. Sekarang, Fafa sadar jika dia sama sekali belum bahkan tidak mengenal seorang Aldric Andrian-suaminya.
Setelah Fafa keluar kamar, Ian mengepalkan telapak tangan. Geram, kesal, marah, dan aura dingin kembali muncul di wajahnya. Padahal tadi pagi, dia masih bermanja dengan Fafa. Beberapa saat kemudian Rusdi datang, dia langsung membersihkan pecahan gelas. Rusdi mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dia tidak menemukan s
'Ian, apa yang sebenarnya sedang kamu rencanakan. Ini tidak seperti kamu yang biasanya!' batin Reynan.Ian keluar dari ruangan Reynan. Dia berhenti sejenak, memejamkan mata. Keputusan telah dibuat. Ingatan Ian kembali mengenang tadi malam hingga dini hari. Bagaimana dia bermanja pada candu-yang kemarin baru dinikahi. Senyuman langsung menghias wajah Ian."Istriku," gumam Ian pelan.Ian segera mengayuh kursi roda menuju lift. Seorang gadis bernama Fafa, telah mengubah tujuan hidup Ian. Bahkan dia telah lupa, jika tadi pagi telah membuat luka pada candunya. Ian hanya berbahagia, ingin melihat dunia dengan cara berbeda bersama istrinya. Ya, dia ingin hidup sesuai keinginan Fafa.Lift telah sampai di lantai dasar, Ian segera keluar dari lift dan segera menuju ke lobby. Anto berlari kecil kala melihat Ian berhenti di resepsionis."Mas Ian!""Nggak papa Anto, kamu santai saja. Aku hanya ingin berbincang dengan Rani!"
Ian memandangi wajah polos Fafa. Perlahan ia mendekatkan wajahnya hendak mencium Fafa. Ian mengurungkan niat itu, saat mendengar teriakan dari arah pintu samping."Aaa ...!" Ikhsan berteriak.Ian dan Fafa hampir saja terjungkal dari atas kursi roda. Reflek Ian langsung mendekap Fafa. Ian langsung menghujami Fafa dengan ciuman di seluruh wajah."Geli, By.""Ha ... ha ...!" Ian tertawa terbahak.Rusdi yang melihat itu, mengulum senyum, bisa-bisanya pengantin baru ini bermesraan di dapur. Rusdi geleng-geleng, langsung melangkah menghampiri Ian."Mas Ian, nggak papa?""Enggak!" sahut Ian tak suka."Maaf!" ujar Iksan menyesal."Hhmm!""Jam berapa ini, kok pada di dapur?""Habis ashar, Kak," jawab Ikhsan."Hahh!"Ian terus mengelus rambut panjang Fafa."Jadi ...!" Fafa tidak meneruskan kalimatnya. Dia menoleh dan menatap Ian."Nggak papa, Sayang!"Fafa langsung memerah,
Fafa mengusap lengan Tini, saat mengetahui Tini menggeleng. Dia menyadarkan diri, bahwa apa yang berlaku di sini adalah kehendak Ian. Fafa tidak ingin melangkah terlalu jauh, sebelum mengetahui semua dengan jelas. Ian dan segala kehidupannya sebelum menikah bukanlah kapasitas Fafa mengubah semua secara tiba-tiba bukan?Siapa dia? Hanya gadis yang dinikahi karena kesepakatan.Fafa langsung masuk rumah dan menuju kamar utama. Setelah mengetuk pintu kamar sebanyak dua kali, dia langsung membuka daun pintu."Assalamu'alaykum.""Hhmm."Fafa segera berjalan mendekati ranjang. Ian masih saja berkutat dengan tab di tangannya dan menghiraukan kehadiran Fafa."By ...!""Hhmm ...," sahut Ian tanpa mengalihkan atensi dari tab yang ada di tangan kirinya.Fafa langsung duduk di sebelah Ian, lalu mengeluarkan ponsel. Dia mendapat beberapa chat dari kawan-kawan di kampus
Ian langsung mendekatkan wajah di telinga Fafa. Dia kemudian membisikkan kalimat yang membuat Fafa merinding dan terpaku."Anak."Fafa terkejut, bagaimana bisa hamil saja belum. Apa kata Ian tadi? Anaknya yang bisa mengakses keamanan di kamar ini. Ian langsung memeluk Fafa, merasa kasihan dengan begitu banyak kejadian mendadak selama dua hari ini. Setelah Ian merasakan Fafa sudah tidak terlalu terkejut dan tegang, perlahan dilonggarkan pelukannya."Anak?" cicit Fafa."Iya, aku sudah membuat janji dengan dokter Thomas."Fafa mengangguk. Dirinya ingat kala Ian mengatakan hamil pun tetap boleh beraktifitas."Apakah itu artinya, By akan mengabulkan keinginanku yang ...?" tanya Fafa menggantung.Ian hanya menanggapi pertanyaan Fafa dengan tersenyum."Menurutmu!"Fafa langsung berkaca-kaca. Dia tidak menyangka jika Ian akan menuruti kemauannya jika hamil. Ian mengelus perut datar Fafa."Di sini akan ada benihku, b
"Hah!" Ian terkesima mendengar perkataan Fafa. Benar-benar gadis penuh kejutan."Mau nggak?""Boleh!"Fafa tersenyum senang mendengar Ian tidak menolak, malah mengiyakan. Fafa segera mengunci kursi roda Ian."Sudah, aku buka sendiri saja!" Ian langsung membuka pakaian yang dikenakan, kemudian menggantinya dengan piyama walau hanya atasan saja. Fafa mengambilkan sikat gigi yang sudah diolesi dengan pasta gigi di atasnya, kemudian menyerahkan kepada Ian.
"Bikin kopi, jelas sudah ngga bisa tidur gue, mau?""Iya," jawan Reynan singkat.David langsung menuju ke dapur. Sedangkan Reynan sendiri masih duduk dengan malas di kursi kerja David. Reynan menghela napas kasar dan memejamkan mata. 'Semakin rumit saja,' batinnya. Reynan langsung berinisiatif mengirim chat di group chat Pria Tampan dan Sukses untuk bertemu dan membicarakan semuanya nanti siang. Group chat yang isinya mereka berempat, keusilan David saja membuat group dengan nama demikian.Reynan melamun, ingatannya kembali kala ia menolak menjadi CEO di AA Corp. Bagaimana mungkin dia tidak menolak, dia hanya tidak ingin persahabatan yang dibina sejak masih kecil itu hancur. Dengan elegan Ian memaparkan data berbagai test yang telah mereka bertiga lalui tanpa disadari oleh ketiganya. Ian hanya ingin sahabatnya menempati posisi sesuai kemampuan. Lihatlah hasilnya sekarang! AA Corp terus tumbuh perlahan dengan berbagai cab
Ian dan Fafa masuk ke ruang kerja Dokter Thomas. Fafa terkejut karena melihat ada lima laki-laki duduk mengitari meja. 'Lima orang ini memakai jas putih, tentu saja mereka dokter. Lalu untuk apa mereka disini?' batin Fafa.Fafa merasakan degup jantungnya menggila. 'Ada apa ini!' batin Fafa dengan begidik ngeri. Seumur hidup Fafa, jangankan lima dokter, satu dokter saja sudah membuatnya ngeri. Dia tidak sadar jika sudah meremas lengan suaminya. Ian menyadari kengerian Fafa, tersenyum kecil."Silahkan Tuan Muda," ujar Dokter Thomas. Ian mengangguk.Fafa terkejut dan tanpa sadar bergumam, " Tuan Muda." Semua yang di dalam ruangan itu tersenyum kecil melihat ekspresi terkejut Nyonya Muda yang tampak begitu menggemaskan."Silahkan Nyonya Muda," lanjut Dokter Thomas."Ah i-iya terima kasih dokter," jawab Fafa tergagap saat menyaksikan Dokter Thomas sendiri yang menarik kursi untuknya."Ja
"San, kamu pindah ke sini!" Ikhsan menoleh menatap Ian dan melongo."Iya Kak.""Kamu dan istriku tinggal di sini. Besok paman yang urus semua."Ikhsan masih mengumpulkan pemahamannya. 'Pindah ke sini? Jadi aku dan kakak tinggal di rumah ini!' batin Ikhsan. Dia langsung mengangguk tanda paham."Iya Kak, tapi keputusan tetap sama kak Fa.""Hhmm."Keduanya kembali pada aktifitas masing-masing, hingga kedatangan Fafa memecah keheningan ruang tengah. Fafa langsung duduk di samping Ian."By, ayo sarapan!" ajak Fafa."Hhmm.""Dik, sudah sarapan?" tanya Fafa."Sudah Kak, tadi sama pak Anto dan bulek."Fafa langsung mendekatkan kursi roda di sebelah sofa. Dia langsung memeluk tubuh Ian, perlahan Ian menggeser tubuhnya ke arah kursi roda. Setelah dirasa nyaman, Fafa langsung melepas kunci kursi ro