Home / Romansa / My Husband's Secret / Bab 5. Akan Kubuat Kau Menderita

Share

Bab 5. Akan Kubuat Kau Menderita

Author: Nurja
last update Last Updated: 2021-05-29 09:42:56

RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (5)

Setelah kupastikan Mas Hakam benar-benar pergi. Cepat aku bangkit dari ranjang dan mengunci pintu dari dalam kamar. 

Ya cari aman saja, takutnya seperti di sinetron-sinetron ikan salto. Lupa mengunci pintu dan semua ketahuan. 

Aku tak ingin itu terjadi pada rencanaku saat ini. 

Aku melangkah menuju laci tempat penyimpanan semua berkas-berkas penting menyangkut harta keluargaku. 

Kubaca semua dengan seksama. Termasuk surat kendaraan milik Mas Hakam. Hanya ada BPKB saja di laci ini. Sedangkan STNK'nya tentu berada di mobilnya.

Oke tak apa. BPKB ini lebih penting dari surat itu. Mungkin aku akan menyuruh preman untuk membegal mobil Mas Hakam. Tentu ia akan kalah, karena inti dari surat kendaraan mobilnya berada di tanganku. 

Beberapa berkas kantor dan surat rumah ini sudah aman di genggamanku. Cepat kuringkus semua dan menyembunyikannya di tempat yang aman. 

Besok 'kan hari senin. Aku akan mengurus semuanya. Sudah muak juga aku berlama-lama tinggal dengan lelaki penghkianat seperti dia. 

Semua masalah berkas ini sudah selesai. Aku kembali membuka kunci pada kamarku. Agar Mas Hakam tak curiga saat ia pulang. 

Kepalaku terasa berdenyut nyeri. Lebih baik aku menyegarkan badan. 

Guyuran air yang mengalir dari shower sedikit menyingkirkan beban berat di kepala. Tak kusangka air mataku pun ikut luruh bersama aliran air. Sekuat-kuatnya wanita, pasti akan menangis bila cinta yang dijaga dihancurkan begitu saja. Menjalani mahligai rumah tangga selama delapan tahun. Bukan lah waktu yang sebentar. Namun sekarang, semua sudah di ujung tanduk. Antara berbisah atau bertahan. Jika bertahan, kurasa tidak mungkin. Aku paling anti dengan yang namanya perselingkuhan. 

Bagiku selingkuh itu hal yang paling memuakkan. Karena apa? Orang yang pernah selingkuh. Bisa jadi selingkuh lagi dikemudian hari. Meski sudah dimaafkan. Akan tetap mengulangnya, kecuali burungnya disembelih. Itu baru kapok! 

Tok! 

Tok! 

Tok! 

"Wi, udah belum mandinya?" suara Mas Hakam memanggil dari luar. Diiringi ketukan pintu beberapa kali. 

Lantas kumatikan shower ini. Dan menyudahi ritual mandiku. Bola mataku bergerak ke sana ke mari mencari benda perlengkapan seusai mandi. Sial, aku lupa membawa handuk.

Langkahku pelan menuju pintu dan sedikit membukanya. Kepalaku menengadah di daun pintu. 

"Mas, bisa ambilkan aku handuk?" titahku pada Mas Hakam. Ia tersenyum sambil mengerling nakal. 

"Nggak usah pakai handuk, Wi. Kayak sama siapa aja, di kamar ini 'kan cuma kita berdua. Lagian, aku juga sedang ingin itu ...," netra Mas Hakam menatapku dengan tatapan yang biasanya aku tahu, ia sedang ingin sesuatu dariku. Aku malah semakin jijik melihatnya, Kurang kah? Ia bergumul dengan wanita simpananya itu. Hingga masih ingin juga melakukannya denganku. Dasar mata keranjang!

"Maaf, Mas. Aku sedang tanggal merah." tolakku pelan. Lagi, Tuhan menyelamatkanku dari dosa. Menolak ajakan suami itu dosa 'kan. Beruntung, baru saja tamu bulanan ini datang. Seperti tahu saja apa yang akan terjadi. Kau memang maha baik ya Rabb. 

Lagi-lagi ingatan tentang pembalut petaka di koper Mas Hakam melintas di kepalaku. Rasa pusing yang hampir mereda kini hinggap kembali. 

Mas Hakam berlalu mengambil handukku yang tertenteng di gantungan sana. Sejurus kemudian ia berikan handuk berbulu lembut itu padaku. 

Tanganku menyambutnya dan tentu aku langsung memakainya. 

Aku sengaja berganti pakaian di depannya. Biar tahu rasa dia, pasti jiwa lelakinya akan berontak menyaksikan punggung mulusku tengah terbuka dengan leluasa. 

"Kau sengaja menggodaku?" protes Mas Hakam padaku. Ia mendekat dan memeluk pinggangku dari belakang. Sesekali ia berbisik lirih di tengkuk leherku. Membuat aku meremang dan bergidik jijik dengan perlakuannya. Pasti ini ia lalukan juga dengan Intan. 

"Lepas, Mas. Aku mau makan." kulepas tangan kekarnya yang masih bertolak di pinggangku. Ia mendengkus pelan. Mungkin kesal. Tapi di sini aku yang jauh lebih kesal darinya. 

Aku mematut diri di depan cermin. Memandangi setiap inci wajahku. Bagiku aku cantik, bahkan Intan tak ada apa-apanya dibandingkan denganku. Apa yang membuat Mas Hakam tega mendua? Di mana letak kekuranganku. Apa karena aku belum bisa memiliki anak? Kurasa aku tak mandul.

 Memang aku dulu pernah keguguran. Ada insident yang membuat janinku tak bisa diselamatkan. Hingga sekarang, Allah belum mempercayai aku untuk mengandung lagi. Tapi Mas Hakam bilang, itu tidak masalah. Tapi kenyataannya, bocah bernama Albert itu memanggil Mas Hakam dengan sebutan Ayah. Jadi, sudah sangat jelas. Jika itu anak Mas Hakam. Keputusanku sudah bulat. Berpisah jalan yang terbaik. 

"Katanya mau makan. Kok ngelamun." tepukan di pundak membuatku terhenyak kaget. Semua rutukan dalam hati entah buyar  ke mana. 

"Mas, bisa tolong bawakan makanannya ke sini. Aku lagi malas turun ke lantai bawah." ucapku manja. Lihat saja, dia menuruti perintahku atau tidak. 

"Iya, Sayang. Mas bawa ke sini." tumben sekali dia memanggilku 'sayang' kayak ada manis-manisnya gitu. Tapi membuatku enek dan pengen membogem mulutnya. 

Lelaki bertubuh atletis itu pun ke luar dari kamar. Tanpa melontarkan pertanyaan padaku. Lumayan lah, mumpung dia masih di sini. Bisa disuruh-suruh. Sebelum masa aktifnya di rumah ini segera berakhir. 

Kimono yang aku kenakan menempel sempurna di tubuhku. Sengaja aku, biar Mas Hakam makin tersiksa dengan yang ia sebut junior itu. Tapi ya, bodo amat. Hatiku teramat dongkol untuknya. 

Kusenderkan kepalaku di meja rias. Tahan Wi, jangan nangis. Air matamu terlalu mahal untuk menangisi lelaki tidak tahu diuntung seperti Hakam. 

Derap langkah terdengar mendekat. Segera kuangkat kepalaku dan berpindah duduk di atas ranjang. Tentu memasang wajah elegan. Tak mau gurat sedih berhias di sana. 

Mas Hakam datang membawa sate pesananku. Lengkap dengan lontong yang sudah teriris rapi di piring. 

"Mas, aku ngantuk. Kamu makan aja ya satenya. Aku sedang tidak berselera makan." ucapku lalu berbaring. Dan menarik selimut hingga sebatas dadaku. Perutku memang sedang tidak bersahabat. Menatap makanan itu tidak membuatku lapar sama sekali. 

"Tadi 'kan kamu bilang, lapar! Kok sekarang gitu?" terdengar nafas Mas Hakam yang berderu berat. Aku tahu, dia mungkin jengkel dengan tingkahku. 

Itu tidak ada apa-apanya Mas. dibandingkan dengan sakit hatiku. 

"Itu 'kan tadi, Mas. Udah ah, sekarang aku mau tidur!" tekanku. Kurubah posisi tidurku menjadi menyamping dan membelakanginya. Rasakan kamu Mas! 

'Lihat saja besok! Bersiaplah menikmati kehancuranmu satu-persatu.' batinku tersenyum devils. 

Bersambung.... 

*

Mari kira buat Hakam dan Bu Karti menderita yok.  😂

Jangan lupa follow, komen, dan like ya biar semangat up nya. terimakasih. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Husband's Secret    Bab 43 End

    Rahasia di Koper SuamikuBab 43"Dewi! Kamu kenapa?!"Aku langsung berlari ke kamar mandi. Takut kalau sampai muntah di sini.Mas Rehan yang tadi sempat kulihat menutup kembali tudung saji itu segera menyusulku ke kamar mandi."Kamu masuk angin ya?" tanyanya. Ia memijat area tengkuk leherku.Setelah membasuh area mulut dengan air. Aku berdiri dengan sempoyongan. Tak ada apa-apa yang ke luar dari mulutku, tapi kenapa rasa mual ini mendadak dan sangat menyiksa sekali. Kepala juga langsung ikutan pusing tujuh keliling."Nggak tahu, Mas. Kenapa bisa mendadak mual begini. Aku pengen istirahat aja, nggak napsu banget aku mau makan. Aku minta tolong kamu nanti makanya di bawa ke luar ruangan aja ya, takut kalau aku mual lagi." Aku berkata dengan napas tersengal-sengal. Telapak tangan ini pun masih berkacak memegangi hidung dan mulut. Takut tiba-

  • My Husband's Secret    Bab 42

    Rahasia di Koper SuamikuBab 42"Aw! Jangan, Mas!" Pekikku.Aku langsung memejamkan mata rapat.Kurasa tangan Mas Rehan bergerak menyentuh kerah piamaku."Heh, kenapa? Pasti kamu mengira aku akan minta jatah 'kan malam ini?" ucapnya membuatku membuka mata kembali."Jangan salah sangka dulu, Sayang. Aku akan langsung gas besok saja kalau udah sampai di Bali. Malam ini libur dulu ya. Maksud aku tadi bilang mau puasin kamu itu aku mau pijitin kamu Sayang." Mas Rehan berkata lagi, malah kali ini dia tertawa renyah.Ya ampun, dia ini memang akalnya ada aja. Bisa selalu membuatku bersenandika yang tidak-tidak.Kedua mataku hanya menatap lurus ke depan. Sementara jemari Mas Rehan mulai memijat area kedua pundakku dekat dengan tengkuk leher."Enak nggak, Sayang?" tanyanya, sementara aku hanya diam m

  • My Husband's Secret    Bab 41

    Rahasia di Koper SuamikuBab 41Ah … jadi pengen cepat-cepat sampai kamar dan memeluknya sambil berbisik i love you, sayang."Kenapa senyum-senyum begitu?" Mas Rehan yang baru saja ke luar dari kamar mandi langsung menegurku.Pria yang rambutnya masih basah dan berbalut handuk putih melingkar di pinggangnya itu lekas kupeluk erat.Aroma shampoo menguar harum saat aku meletakan dagu di atas pundaknya."Heh, ditanyain kok diam aja," protesnya.Aku menarik diri dan tersenyum pada lelaki berhidung mancung ini."Ah, kamu perhatian banget sih. Makin gemas deh." Jemariku langsung mencubit kedua pipi Mas Rehan."Jangan lupa diminum yang rutin ya susu promilnya. Aku sayang kamu." Satu lagi, Mas Rehan mengecup sebentar keningku lalu berlalu ke lemari untuk ganti baju.Jelas aku s

  • My Husband's Secret    Bab 40

    Rahasia di Koper Suamiku Bab 40 Mas Rehan berdesis kesal. Sebelum Mila tadi pergi, aku sempat melihat kalau mereka saling bersitatap sebentar. "Udah ya, Mas. Sabar," ucapku buru-buru menenangkan Mas Rehan dan mengelus pundaknya pelan. "Tapi aku nggak suka sama sikap pembantu baru yang nggak punya sopan santun itu, Sayang!" Mas Rehan membuang napas kasar. "Mungkin dia cuma nggak sengaja masuk ke kamar ini tanpa ngetuk pintu dulu, Mas. Udah ya, kamu jangan marah-marah mulu. Nanti biar aku bilangin ke dia, biar Mila nggak ngilangin kesalahan yang sama. Oke." Aku terus mendongak menatapnya penuh harap. "makin jelek kalau marah," tambahku lalu menjulurkan lidah. "Sini! Kugigit kau!" Pekik Mas Rehan ketika aku membalik badan dan berlari ke arah seberang ranjang. Aku tertawa lepas. Melihat Mas Rehan yang berkali-kali me

  • My Husband's Secret    39

    Rahasia di Koper SuamikuBab 37Rehan tergopoh mendekatiku setelah membuka pintu."Kamu kenapa teriak-teriak?"Rehan menatapku dengan wajah penuh tanya. Kedua alis tebalnya saling bertaut."Ini, mantan kamu telepon mulu. Sampai bosan ini kuping dengerinnya!" Aku melotot ke arah Rehan.Kemudian, lelaki yang wajahnya selalu datar itu duduk di sebelahku."Siapa?""Siapa lagi kalau bukan Delina. Emangnya mantan kamu ada lagi ya selain demit satu itu?!" Aku ngegas. Sumpah kesel banget! Nyeri perut baru aja semb

  • My Husband's Secret    38

    Rahasia di Koper SuamikuBab 38"Hei, buka pintunya Sayang! Ini handukmu." Rehan mengetuk pintu. Dengan teriakan yang berulang-ulang."Kenapa harus malu? Aku sudah tahu semuanya Sayang," pekiknya lagi.Aku tepuk jidat dibuatnya. Menyesalkan kecerobohan ini.Pintu sedikit kubuka lalu kuulurkan tangan."Mana handuknya?!" sentakku."Nih." Tak berselang lama. Handuk terasa ia sampirkan di tanganku.Cepat kututup pintu hingga menimbulkan suara derit yang memekak di telinga.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status