Share

Chapter 01

“Kenapa? Mimpi itu lagi? Take it easy, lah, Dre. Bunga tidur doang, elah!” cibir Gamma.

Dia menyiku lengan Aldrean lalu merangkulnya seraya tertawa renyah. Kakaknya itu memandang di dengan sangat datar.

“Gue serius, Gam.”

“Gue juga serius, Dre.”

Aldrean mengalihkan pandangnya dari Gamma dan melanjutkan perkataannya. “Sekali dua kali, enggak masalah. Masalahnya gue udah mimpiin hal itu bertahun-tahun sampe gue hafal isi mimpinya.”

“Em, hm,” jawab Gamma seraya menganggukkan kepalanya.

“Dulu gue gak terlalu peduli, sekarang beda lagi. Gila aja gue ditinggal Mate gue sendiri. Ha, ha. Gak lucu,” lanjut Aldrean dengan ucapan datarnya.

“Gila! humor itu buat gue! Hahaha!” tawa Gamma dengan puas.

Aldrean melepaskan rangkulan Gamma dengan paksa lalu mendorongnya hingga Gamma tersungkur beberapa meter ke belakang. “Anjing, lo!” seru Aldrean.

“Anjing gak usah teriak, Anjing!” seru Gamma tak kalah emosi.

Gamma berdiri lalu membenahi pakaiannya, ia berjalan perlahan seraya mengacak-acak rambutnya dan menyeringai kepada Aldrean. Tanpa peringatan, Gamma melompat tepat di depan Aldrean lalu melayangkan tinju di pipi kiri Kakaknya dengan keras sehingga mengakibatkan ujung bibir pria itu mengeluarkan darah. Aldrean tertawa menatap Adiknya garang, dia menyeka darah di bibir seraya membuang ludah yang tercampur dengan darah. Senyumnya semakin mengembang, Gamma bersiap memukul kembali Aldrean dan dengan sigap Aldrean menangkisnya lalu menendang perut Gamma dengan lutut.

Gamma terbatuk, tendangan Aldrean sangat keras. Bisa-bisa rusuknya patah karena tendangan tadi, dengan sempoyongan Gamma berusaha mendekati Kakaknya dan melayangkan tinjuan tepat di muka Aldrean. Sayangnya Sang Kakak bisa membaca pergerakan tangan Adiknya dan secepat mungkin merunduk lalu bersiap-siap untuk memukul kembali perut Gamma dengan tangannya. Tapi, Gamma tidak sebodoh itu, dia segera melompat dan melingkarkan kakinya di leher Aldrean lalu menjatuhkan dia dengan keras hingga tanah yang mereka tapaki retak.

“Boleh juga lo, Bocah,” gumam Aldrean.

Aldrean menyeringai membuat Gamma gemetar karena hawa yang keluar dari tubuh Kakaknya. Dengan cepat dia menghindar, tinjuan Aldrean meleset mengenai pohon yang berada tepat di samping Gamma. Pohon tersebut tumbang hanya karena tinjuan dari tangan Aldrean, Gamma menatap ngeri Kakaknya. Dia tahu jelas kalau dia terlalu cepat seribu tahun untuk melawan Kakaknya. Tapi, ini semua demi harga diri seorang pria. Gamma tidak bisa begitu saja menyerah, walau nyawa taruhannya, dia harus bisa membuat Kakaknya babak belur jika kemenangan tidak bisa ia gapai.

“Ho ...,” ucap Aldrean dengan seringainya.

“Jangan ngira kalau gue bisa ngalah gitu aja, Dre!”

Aldrean menyeringai kembali, pertarungan dengan Gamma begitu menyenangkan. Walau Aldrean harus memastikan Gamma tidak akan terbunuh dengan tangannya sendiri. Tidak bisa dipungkiri lagi jika Aldrean begitu menikmati setiap inci gerakan serangan juga pertahanan yang Gamma buat.

“Gue gak yakin, Gam.”

Gamma mengepalkan tangannya, bersiap untuk meninju pipi Aldrean. Setelah tinjuannya terlayangkan, Aldrean dengan santainya menahan tinjuan Gamma dengan telapak tangannya. Bahkan Aldrean tidak terusik sedikitpun sedangkan Gamma sudah mengeluarkan banyak tenaga untuk pukulan tersebut.

“See? You can’t beat me,” ujar Aldrean sombong.

Gamma semakin terprovokasi dan mundur beberapa langkah, Wolfnya mulai bereaksi. Meminta pertukaran tubuh agar dia bisa mengalahkan Aldrean. Tetapi, Gamma tidak akan membiarkan Wolfnya membantu sedikitpun. Ini adalah pertarungan antara lelaki. Dan lelaki sejati tidak membutuhkan bantuan hanya untuk memenangkan pertarungan kecil ini dengan Kakaknya.

Perkelahian antara kedua saudara itu masih berlanjut hingga taman Pack sudah seperti kapal pecah. Ceta dan Delta sudah berusaha untuk melerai mereka. Tapi, apa daya keduanya yang tidak berani membantah perintah dari calon Alpha yang memerintahkan mereka untuk tidak ikut campur satu milimeterpun.

Kini perkelahian mereka sudah masuk ke dalam klimaksnya, yang akan menentukan siapa yang menang dan kalah. Sudah terlihat dengan jelas Gamma kehabisan energinya karena terus bertahan dari serangan Kakaknya juga menahan Wolf yang terus berusaha untuk mengambil alih demi keselamatan dirinya. Aldrean tersenyum dengan bangga seraya mengepal tangannya dengan erat lalu melayangkan tinju tepat di pipi Gamma. Gamma hanya terdiam, tidak punya lagi tenaga untuk menghindari serangan Aldrean. 

Dengan mata terpejam Gamma mencoba untuk menahan tinjuan Aldrean sekuat mungkin, saat dirasanya kepalan tangan itu mulai mendekati wajah Gamma, tiba-tiba semak yang berada di belakang tubuhnya serta rambut Gamma terkibas karena angin yang sangat kencang. Dia melirik dan melihat tangan Reymon—Sang Ayah—menahan serangan Aldrean yang menyebabkan rambutnya berantakan karena pukulan Aldrean yang tertahan oleh tangan Reymon.

“Astaga, para anjing-anjing ini pasti lapar ‘kan?” tanya Reymon.

Aldrean berdecak sebal karena tinjuannya ditahan oleh Reymon, dia masih menatap Gamma garang. Gamma menundukkan kepalanya karena tidak berani berhadapan dengan Reymon jika dia sama-sama mementingkan egonya untuk terus menyerang Aldrean. Tidak cukup dengan gangguan dari Reymon, Aldrean kembali mencoba untuk menyentuh Gamma, membuat Reymon melirik tajam kepadanya.

“Hentikan!” seru Reymon tegas.

Mereka berdua tegang mendengar Reymon yang sudah mengeluarkan Alpha-tone, Gamma semakin menunduk tidak berani melihat Aldrean apalagi Reymon. Aldrean yang mematung dengan kepalan tangannya di udara ikut menunduk.

“Maaf, Ayah,” ujar mereka bersamaan.

“Sudahlah, Istriku sudah siap di meja makan menunggu kalian berdua. Dan kalian malah bersenang-senang di sini,” sindir Reymon disertai kekehan.

Gamma mengangkat kepalanya dan tersenyum bangga karena merasa dirinya terbela oleh Reymon, Aldrean tidak terima. Dia memandang Gamma dengan tajam. Kontes saling tatap-menatap berlangsung selama beberapa menit dan berakhir dengan jeweran di telinga Kakak-Adik tersebut. Reymon menghela napasnya kasar lalu menatap mereka bergiliran dengan tatapan kesal. Keduanya kembali menunduk seraya menggerutu.

“Bahkan seorang Ayah pun begitu membenciku.”

“Lebay, lo, Gam,” ucap Aldrean.

Gamma melirik Aldrean dengan tatap kesal. Kedua orang ini masih melanjutkan pertengkaran mereka dalam pikiran masing-masing. Reymon menghela napas kembali, dia memutuskan untuk beranjak terlebih dahulu menuju meja makan dan mengabaikan kedua anak lelakinya yang sulit sekali di atur. Berada di sekitar mereka berdua saja sudah cukup membuat Reymon terkena serangan batin, apalagi pasangan hidup mereka berdua nanti.

“Cari ribut, ya, lo, Dre!” seru Gamma.

Reymon sudah tidak terlihat lagi, Gamma dan Aldrean berjalan menuju ruang makan dengan pertengkaran kecil yang terjadi sepanjang jalan.

“Gue diem, lo aja yang sensitif.”

“Sensitif?! Lo bilang apa, hah?!” teriak Gamma.

Pria itu menarik leher baju Aldrean dengan kuat, yang tertarik bajunya hanya menatap datar pada Gamma. Tidak berniat untuk melanjutkan pertengkaran tadi. Mereka sudah masuk ke dalam rumah dan tidak lagi berada di luar ruangan. Aurelius—Ibu mereka—tidak pernah mengizinkan pertikaian macam apapun di dalam rumah. Mau itu perdebatan kecil sekalipun kecuali saat mereka sedang mengadakan rapat keluarga atau acara-acara besar seperti pengangkatan calon Alpha dan Alpha.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
kakak adek yg selalu ribut hehe...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status