Beranda / Semua / My Luna / Chapter 01

Share

Chapter 01

Penulis: KuyRebahan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-25 17:35:52

“Kenapa? Mimpi itu lagi? Take it easy, lah, Dre. Bunga tidur doang, elah!” cibir Gamma.

Dia menyiku lengan Aldrean lalu merangkulnya seraya tertawa renyah. Kakaknya itu memandang di dengan sangat datar.

“Gue serius, Gam.”

“Gue juga serius, Dre.”

Aldrean mengalihkan pandangnya dari Gamma dan melanjutkan perkataannya. “Sekali dua kali, enggak masalah. Masalahnya gue udah mimpiin hal itu bertahun-tahun sampe gue hafal isi mimpinya.”

“Em, hm,” jawab Gamma seraya menganggukkan kepalanya.

“Dulu gue gak terlalu peduli, sekarang beda lagi. Gila aja gue ditinggal Mate gue sendiri. Ha, ha. Gak lucu,” lanjut Aldrean dengan ucapan datarnya.

“Gila! humor itu buat gue! Hahaha!” tawa Gamma dengan puas.

Aldrean melepaskan rangkulan Gamma dengan paksa lalu mendorongnya hingga Gamma tersungkur beberapa meter ke belakang. “Anjing, lo!” seru Aldrean.

“Anjing gak usah teriak, Anjing!” seru Gamma tak kalah emosi.

Gamma berdiri lalu membenahi pakaiannya, ia berjalan perlahan seraya mengacak-acak rambutnya dan menyeringai kepada Aldrean. Tanpa peringatan, Gamma melompat tepat di depan Aldrean lalu melayangkan tinju di pipi kiri Kakaknya dengan keras sehingga mengakibatkan ujung bibir pria itu mengeluarkan darah. Aldrean tertawa menatap Adiknya garang, dia menyeka darah di bibir seraya membuang ludah yang tercampur dengan darah. Senyumnya semakin mengembang, Gamma bersiap memukul kembali Aldrean dan dengan sigap Aldrean menangkisnya lalu menendang perut Gamma dengan lutut.

Gamma terbatuk, tendangan Aldrean sangat keras. Bisa-bisa rusuknya patah karena tendangan tadi, dengan sempoyongan Gamma berusaha mendekati Kakaknya dan melayangkan tinjuan tepat di muka Aldrean. Sayangnya Sang Kakak bisa membaca pergerakan tangan Adiknya dan secepat mungkin merunduk lalu bersiap-siap untuk memukul kembali perut Gamma dengan tangannya. Tapi, Gamma tidak sebodoh itu, dia segera melompat dan melingkarkan kakinya di leher Aldrean lalu menjatuhkan dia dengan keras hingga tanah yang mereka tapaki retak.

“Boleh juga lo, Bocah,” gumam Aldrean.

Aldrean menyeringai membuat Gamma gemetar karena hawa yang keluar dari tubuh Kakaknya. Dengan cepat dia menghindar, tinjuan Aldrean meleset mengenai pohon yang berada tepat di samping Gamma. Pohon tersebut tumbang hanya karena tinjuan dari tangan Aldrean, Gamma menatap ngeri Kakaknya. Dia tahu jelas kalau dia terlalu cepat seribu tahun untuk melawan Kakaknya. Tapi, ini semua demi harga diri seorang pria. Gamma tidak bisa begitu saja menyerah, walau nyawa taruhannya, dia harus bisa membuat Kakaknya babak belur jika kemenangan tidak bisa ia gapai.

“Ho ...,” ucap Aldrean dengan seringainya.

“Jangan ngira kalau gue bisa ngalah gitu aja, Dre!”

Aldrean menyeringai kembali, pertarungan dengan Gamma begitu menyenangkan. Walau Aldrean harus memastikan Gamma tidak akan terbunuh dengan tangannya sendiri. Tidak bisa dipungkiri lagi jika Aldrean begitu menikmati setiap inci gerakan serangan juga pertahanan yang Gamma buat.

“Gue gak yakin, Gam.”

Gamma mengepalkan tangannya, bersiap untuk meninju pipi Aldrean. Setelah tinjuannya terlayangkan, Aldrean dengan santainya menahan tinjuan Gamma dengan telapak tangannya. Bahkan Aldrean tidak terusik sedikitpun sedangkan Gamma sudah mengeluarkan banyak tenaga untuk pukulan tersebut.

“See? You can’t beat me,” ujar Aldrean sombong.

Gamma semakin terprovokasi dan mundur beberapa langkah, Wolfnya mulai bereaksi. Meminta pertukaran tubuh agar dia bisa mengalahkan Aldrean. Tetapi, Gamma tidak akan membiarkan Wolfnya membantu sedikitpun. Ini adalah pertarungan antara lelaki. Dan lelaki sejati tidak membutuhkan bantuan hanya untuk memenangkan pertarungan kecil ini dengan Kakaknya.

Perkelahian antara kedua saudara itu masih berlanjut hingga taman Pack sudah seperti kapal pecah. Ceta dan Delta sudah berusaha untuk melerai mereka. Tapi, apa daya keduanya yang tidak berani membantah perintah dari calon Alpha yang memerintahkan mereka untuk tidak ikut campur satu milimeterpun.

Kini perkelahian mereka sudah masuk ke dalam klimaksnya, yang akan menentukan siapa yang menang dan kalah. Sudah terlihat dengan jelas Gamma kehabisan energinya karena terus bertahan dari serangan Kakaknya juga menahan Wolf yang terus berusaha untuk mengambil alih demi keselamatan dirinya. Aldrean tersenyum dengan bangga seraya mengepal tangannya dengan erat lalu melayangkan tinju tepat di pipi Gamma. Gamma hanya terdiam, tidak punya lagi tenaga untuk menghindari serangan Aldrean. 

Dengan mata terpejam Gamma mencoba untuk menahan tinjuan Aldrean sekuat mungkin, saat dirasanya kepalan tangan itu mulai mendekati wajah Gamma, tiba-tiba semak yang berada di belakang tubuhnya serta rambut Gamma terkibas karena angin yang sangat kencang. Dia melirik dan melihat tangan Reymon—Sang Ayah—menahan serangan Aldrean yang menyebabkan rambutnya berantakan karena pukulan Aldrean yang tertahan oleh tangan Reymon.

“Astaga, para anjing-anjing ini pasti lapar ‘kan?” tanya Reymon.

Aldrean berdecak sebal karena tinjuannya ditahan oleh Reymon, dia masih menatap Gamma garang. Gamma menundukkan kepalanya karena tidak berani berhadapan dengan Reymon jika dia sama-sama mementingkan egonya untuk terus menyerang Aldrean. Tidak cukup dengan gangguan dari Reymon, Aldrean kembali mencoba untuk menyentuh Gamma, membuat Reymon melirik tajam kepadanya.

“Hentikan!” seru Reymon tegas.

Mereka berdua tegang mendengar Reymon yang sudah mengeluarkan Alpha-tone, Gamma semakin menunduk tidak berani melihat Aldrean apalagi Reymon. Aldrean yang mematung dengan kepalan tangannya di udara ikut menunduk.

“Maaf, Ayah,” ujar mereka bersamaan.

“Sudahlah, Istriku sudah siap di meja makan menunggu kalian berdua. Dan kalian malah bersenang-senang di sini,” sindir Reymon disertai kekehan.

Gamma mengangkat kepalanya dan tersenyum bangga karena merasa dirinya terbela oleh Reymon, Aldrean tidak terima. Dia memandang Gamma dengan tajam. Kontes saling tatap-menatap berlangsung selama beberapa menit dan berakhir dengan jeweran di telinga Kakak-Adik tersebut. Reymon menghela napasnya kasar lalu menatap mereka bergiliran dengan tatapan kesal. Keduanya kembali menunduk seraya menggerutu.

“Bahkan seorang Ayah pun begitu membenciku.”

“Lebay, lo, Gam,” ucap Aldrean.

Gamma melirik Aldrean dengan tatap kesal. Kedua orang ini masih melanjutkan pertengkaran mereka dalam pikiran masing-masing. Reymon menghela napas kembali, dia memutuskan untuk beranjak terlebih dahulu menuju meja makan dan mengabaikan kedua anak lelakinya yang sulit sekali di atur. Berada di sekitar mereka berdua saja sudah cukup membuat Reymon terkena serangan batin, apalagi pasangan hidup mereka berdua nanti.

“Cari ribut, ya, lo, Dre!” seru Gamma.

Reymon sudah tidak terlihat lagi, Gamma dan Aldrean berjalan menuju ruang makan dengan pertengkaran kecil yang terjadi sepanjang jalan.

“Gue diem, lo aja yang sensitif.”

“Sensitif?! Lo bilang apa, hah?!” teriak Gamma.

Pria itu menarik leher baju Aldrean dengan kuat, yang tertarik bajunya hanya menatap datar pada Gamma. Tidak berniat untuk melanjutkan pertengkaran tadi. Mereka sudah masuk ke dalam rumah dan tidak lagi berada di luar ruangan. Aurelius—Ibu mereka—tidak pernah mengizinkan pertikaian macam apapun di dalam rumah. Mau itu perdebatan kecil sekalipun kecuali saat mereka sedang mengadakan rapat keluarga atau acara-acara besar seperti pengangkatan calon Alpha dan Alpha.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
kakak adek yg selalu ribut hehe...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • My Luna   Chapter 16

    “Aku tidak butuh hiburan, Sep! Keluar dari kamarku!” teriak Adriana, kesal.Adriana terganggu sekali dengan ucapan Septian yang mengatakan bahwa Ghina pasti baik-baik saja. Dan dia tahu betul di mana Ghina berada sekarang.Sudah hari kelima Ghina hilang. Orangtuanya mengarahkan polisi untuk mencari Ghina dan mereka masih belum menemukannya. Bagaimana mungkin perkataan Septian yang begitu omong kosongnya bisa Adriana terima.“Aku gak pernah bohong sama kamu, Ya. Kamu sendiri tahu kan kalau aku gak bisa sembunyikan apapun padamu. Kamu masih belum percaya aku?” Septian mempoutkan bibirnya, berharap Adriana akan tersenyum dan kembali seperti semula. Namun, kehilangan Ghina membuat Adriana berubah begitu drastis. Ghina adalah jantung bagi Adriana. Jika Ghina terluka, maka Adriana akan sama sakitnya. Dan ini yang selalu Devan khawatirkan, karena Adriana tidak pernah bisa dekat dengan siapapun selain Ghina dan Septian.

  • My Luna   Chapter 15

    “Gak ada,” ujar Devan.Septian dan Adriana melirik sekitar, banyak pondok kayu yang dibangun di dalam hutan ini. Beberapa tungku masak masih utuh, walau umurnya mungkin sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Devan memasuki pondok tersebut satu persatu bersama dengan Septian. Adriana melangkah maju, menuju bagian hutan yang terlihat sedikit luas.Firasatnya mengatakan kalau dia bisa menemukan Ghina di tempat ini. Namun, dia menginjak sesuatu. Sobekan kain yang bertebaran di sekelilingnya. Dia terus maju, mengikuti jalan setapak tersebut. Dan tak disangka dia menemukan hal yang membuatnya terduduk tanpa kata.“Raya! Kamu di mana?!” teriak Septian penuh tanya.Adriana masih terduduk di tanah, air matanya perlahan tumpah. Tak bisa berkata-kata lagi. Kondisi di hadapannya ini membuatnya bungkam.“Ya! Kenapa kamu duduk di sana? Ada yang sakit?” tanya Devan yang berhasil me

  • My Luna   Chapter 14

    “Sebenarnya ada sesuatu yang Ghina ceritain ke Raya.”Seketika Devan menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Adriana penasaran. Septian ikut menatapinya juga yang sibuk sekali memandang tanah.“Bisa cerita ke Kakak apa yang Ghina bilang itu?” tanya Devan hati-hati.Ia takut membuat Adriana mengurungkan niatnya untuk berbicara mengenai suatu hal yang mungkin saja jadi petunjuk besar bagi mereka.Perlahan Adriana mengangguk, dia menatap Devan dengan sedikit keraguan. Pria itu langsung saja tersenyum, agar Adriana tidak lagi ragu.“Kakak tahu perihal tanda?”Devan dan Septian sedikit kebingungan dengan pertanyaan ambigu yang dilontarkan Adriana.“Hm... tanda kepemilikan kaum manusia serigala,” lanjut Adriana.Devan mengerutkan keningnya, masih tidak menger

  • My Luna   Chapter 13

    Suara desahan dari keduanya berpadu satu dengan alam. Kicauan burung yang bernada seakan menjadi musik romansa yang membuat suasana semakin gerah. Namun, satu hal yang merusak semua perpaduan indah yang tak pernah didengar orang.Tangisan Ghina dan permohonan disela-sela desahannya begitu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Rasa yang begitu amat menyesal, terdesak dan pasrah tak henti-hentinya keluar dari mulut Ghina. Dia ingin segera terbangun dalam mimpi buruknya.“Gamma ... gue mohon, ah! Sshhh, ber—mhh ... berhenti. Gu-gue, Ah! Sakit Gamma! Sakit ... tolong hiks ... berhenti.”Seakan terbutakan dengan hasratnya sendiri, Gamma yang tak pernah ingin menyakiti seujung jaripun pada Ghina, kini tak bisa mendengar teriakan minta tolong atau bahkan jeritan kesakitan yang Ghina teriakkan.“Mhh ... sebentar lagi, Sweetheart. Tahan sebentar lagi,” ucap Gamma, dengan suara seraknya.

  • My Luna   Chapter 12

    “Hari ini rapat selesai sampai di sini, kita lanjutkan besok,” ucap Reymon menyudahi rapat. Aldrean sama sekali tidak berniat pergi dari ruangan dan semua orang kebingungan ketika Aldrean memukul meja dengan keras. “Selesai? Apanya yang selesai, Ayah? Bagian selatan kita dihuni oleh para Rogue, Ayah akan berdiam diri seperti ini dan bertindak ketika mereka mulai mendatangkan masalah? Basmi mereka sekarang juga, Ayah! Saya siap untuk menghancurkan mereka semua.” Para Gamma, Delta serta Ceta kembali duduk di kursinya masing-masing. Mendengar opini dari Aldrean membuat mereka mau tidak mau mendengarkan apa yang mengusik perhatian calon Alphanya ini. Sedangkan Reymon memijat keningnya perlahan, dia tidak ada niatan untuk membasmi keroco-keroco macam itu. “Tidak perlu, Anakku. Hal seperti itu bahkan bisa dibasmi oleh satu kelompok Ceta, tidak perlu khawatir seperti itu.” Aldrean menatap tajam Reymon s

  • My Luna   Chapter 11

    Helaan napas Ghina mengganggu Gamma, pria yang terus menunjukkan senyum manisnya pada Ghina akhirnya membuka mulut setelah terdiam di situasi canggung yang cukup lama. “Ada apa, Ghina? Ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?” tanya Gamma, hati-hati. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Ghina, tapi Ghina langsung menepis tangan Gamma dan menarik tangannya. “Gak usah pegang-pegang gue!” teriak Ghina tidak nyaman. Kulit lengannya tiba-tiba tersengat listrik ketika Gamma menyentuhnya. Tidak terlalu sakit namun cukup membuat Ghina terkejut. Sama halnya seperti Gamma yang merasakan sedikit sengatan di lengannya. “Pertanyaanku belum kamu jawab,” ucap Gamma perlahan. Ghina menautkan jari-jarinya di bawah meja. Dia memang terlihat tidak takut sama sekali dengan Gamma. Tapi, tetap saja pertanyaan yang akan dia tanyakan itu tidak berani Ghina ajukan apalagi dia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status