Share

Chapter 02

“AYAH! LIHAT NIH KELAKUAN KAK DEVAN!” teriak Adriana kencang.

Keributan yang dibuat Adik-Kakak di pagi-pagi buta ini benar-benar mengganggu waktu istirahat Roland. Dia yang selalu pulang larut malam masih membutuhkan waktu untuk istirahat. Tapi, anak-anaknya sangat tidak bisa di atur sama sekali, terlebih lagi anak lelaki satu-satunya yang paling besar namun seperti anak kecil prilakunya.

Sebuah jitakan lembut mendarat di kening Adriana oleh Devan, Roland yang baru saja turun langsung menghampiri mereka karena suara bising yang terus mengganggu waktu tidurnya. Jitakan yang begitu lembut menurut Devan di dahi Adriana tetap membuat gadis itu mengaduh kesakitan, Ayahnya menatap Adriana kesal karna suaranya yang terlalu bising.

“Kenapa Ayah marah sama Raya? Kak Devan duluan yang makan bekal buat makan siang Raya!” protes Adriana.

Adriana Soraya, kerap di panggil Raya dan sangat tidak suka jika orang-orang memanggilnya Adriana, bahkan oleh Ayahnya sendiri. Nama yang selalu terucap lembut di bibir Ibundanya selalu membuat Adriana merasa bersalah karena telah membuatnya pergi. Kata-kata terakhir saat Ibunya mencoba untuk menyelamatkan Adriana karena kesalahan Adriana sendiri membuatnya selalu menyalahkan dirinya. Nama panggilan yang tak pernah bisa Ia lupakan, namun juga menjadi trauma yang belum bisa Adriana hadapi. Dia tidak suka dengan nama depannya, dia sangat membencinya. Bahkan Adriana menjauhi orang-orang yang selalu memanggil namanya dengan nama depan, hingga membuatnya sulit untuk berteman dengan orang-orang.

Adriana mundur beberapa langkah saat Devan akan menjitaknya lagi, dia bersembunyi di belakang Roland meminta sebuah pembelaan. Kejahilan Devan tidak akan bisa berlangsung selama ada Roland yang menjadi perisai Adriana.

“Sudah, Bagas. Jangan berantem terus sama Adik kamu, kamu itu sudah besar, masih saja isengin Adriana.”

Mendengar nama yang di panggil Roland, Adriana mencubit lengan Ayah dan semakin memperlihatkan wajah kesal serta marahnya. Di tambah ucapan Devan yang membuat darah Adriana semakin panas.

“Bagas cuman makan sedikit, kok, Yah. Lagian Raya kan bisa beli makan di kantin sekolah,” elak Devan.

“DIKIT?! Kakak makan semuanya tahu!” teriak Adriana kesal.

“Iya tempe, kok.”

“Argh! Kenapa sih Raya harus punya Kakak kayak Kak Devan?! Raya buat ini dari tadi pagi. Sekarang lihat udah jam berapa? Padahal Raya udah susah-susah bikinnya. Tapi malah Kakak habisin semuanya. Udah lah. Raya berangkat!”

Dengan sekuat tenaga Adriana membanting pintu dan pergi dengan terburu-buru menghiraukan semua panggilan dari Devan juga Roland. Ia sama sekali tidak ingin melihat wajah Kakaknya hari ini. Bukan sekali dua kali dia menjahili Adriana seperti ini, Adriana sudah bangun pagi-pagi sekali untuk memasak tetapi Devan habiskan begitu saja tanpa izin membuatnya kesal sampai keubun-ubun. Dia selalu iri dengan ikatan Adik-Kakak yang selalu bahagia, saling tolong-menolong, tidak seperti Kakaknya yang tidak punya otak sama sekali.

Tingkah Devan yang selalu seenaknya selalu membuat Adriana marah, salah satu contohnya adalah dia dengan terang-terangan masuk kedalam kamarnya dan mengajaknya untuk menonton tontonan dewasa. Tidak cukup dengan caci-makian yang Adriana keluarkan, bahkan pukulan-pukulan Adriana tidak mempan untuk mengusir Devan dari kamarnya dan terus menonton video itu sampai selesai.

Kadang kala dia berpikir ingin sekali membunuh Devan karena tindakannya yang diluar nalar manusia, setiap tindakan Devan tidap pernah logis sama sekali. Bahkan Adriana meragukan kewarasan akan Kakaknya, tapi pemikiran itu selalu tertepis saat Devan datang karena Adriana membutuhkannya di situasi yang benar-benar memang membutuhkan sandaran seseorang. Dan Devan akan maju paling depan jika menyangkut Adriana. 

Tapi, semua perhatian Devan tidak pernah sebanding dengan perjuangan yang Adriana lakukan karena kelakuaan bangs*t Kakaknya yang memang sudah membuat Adriana kesal sampai ketulang, bahkan keberadaan Devan saja bisa membuat Adriana hampir mati karena komentar-komentar jahat dari wanita-wanita yang mengagumi Kakaknya.

Rasanya dia ingin bangga karena memiliki Kakak yang berparas menawan, tetapi karena wajah Kakaknya yang selalu membuat wanita terpanah selalu membuat Adriana kesusahan. Bukan karena dimintai tolong untuk didekatkan dengan Kakaknya, tapi dihina karena menganggapnya sebagai wanita simpanan Devan yang selalu keluar masuk rumah Devan. 

Dari sini saja sudah jelas bahwa Adriana dan Devan memang satu rumah, mereka memiliki hubungan darah. Namun, orang-orang yang sudah terbutakan oleh wajah Devan tidak pernah mempercayai ucapan Adriana sedikitpun. Pada akhirnya, Adriana hanya ingin Devan merentangkan jaraknya karena kehidupan sekolanya saja sudah cukup berat. Ia tidak ingin Devan semakin menambah beban hidupnya.

 

***

Bagas Devan, anak pertama dari Roland juga Kakak satu-satunya Adriana. Mengurus Adriana yang sangat mandiri tidak pernah membuat Devan kewalahan, tetapi karena sifat Adiknya yang selalu memendam masalahnya sendiri membuat Devan merasa tidak berarti sebagai Kakaknya. Dia selalu menunjukkan bahwa dirinya benar-benar sayang kepada Adriana dengan caranya sendiri, dengan cara yang sangat mengganggu Adriana. 

Setiap tindak lakunya pada Adriana hanyalah sebuah pendekatan agar Adriana tidak merasa sendirian dan memendam apapun sendiri, hal itu juga merupakan sebuah pernyataan bahwa Adriana tidak sendiri dan bukan hanya dirinya saja yang begitu merindukan sosok Ibu. Namun, Devan tidak begitu bisa memerankan peran seorang Ibu. Maka dari itu yang bisa Devan lakukan adalah memastikan Adriana baik secara fisik maupun mental. Namun nyatanya, Devan sendiri yang membuat mental Adriana terguncang.

Devan berjalan menuju dapur untuk mengambil es batu karena cubitan Roland di pinggang Devan benar-benar sakit bahkan membiru, ia akui kalau kejadian tadi itu memang salahnya. Tapi, tidak mungkin dia bilang kalau bekal makan siang Adiknya tidak sengaja tertumpahkan susu. Karena tidak ingin mengakui semua kesalahannya dia membuang nasi yang sudah tercampur dengan susu coklat itu dan berlagak seolah dia memakan bekal Adiknya.

Dia merutuki dirinya karena ceroboh dan terlalu takut untuk memberitahu Adriana kebenarannya, dirinya memang pantas untuk mendapatkan cubitan dari Roland. Namun sepertinya berkata jujur dan meminta maaf tidak akan membuat Adriana semarah tadi. devan sungguh menyesali perbuatannya dan akan meminta maaf saat Adriana pulang nanti.

Es batu sudah ia dapatkan, dia menutup kembali lemari es dan melirik dapur secara keseluruhan, bahan-bahan yang Adriana gunakan masih berada di atas meja dan salah satu bahan makanan menarik perhatian Devan. Udang. Dia tidak pernah ingat Adriana menggunakan udang untuk bekalnya, kecuali bekal makan untuk dirinya. Devan kembali melirik sekeliling dapur dengan terperinci dan menemukan sebuah kotak makan siang disertai note di atasnya.

Jangan lupa bawa bekal makannya, ya, Kak.

Udah Raya masakin udang kesukaan Kakak.

Love,, Raya

Ps: Awas aja kalau gak abis! 

Devan tersenyum melihat note kecil itu, Adiknya memang selalu menggemaskan dan membuatnya merasa sangat bersalah karena kecerobohannya sendiri.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
co cweet sekali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status