Share

Chapter 03

Aldrean duduk di ujung pohon tertinggi di daerah Pack-nya, dia melihat lalu-lalang manusia pinggiran kota yang semakin lama semakin berusaha merusak hutan tempatnya berlindung dari kejamnya manusia. 

‘Tidakkah mereka cukup dengan semua kerusakan yang mereka perbuat hingga membuat seperempat dari hutan ini longsor karena pohon yang mereka tebang tanpa meraka tanami ulang?’

Pertanyaan yang selalu muncul di kepalanya tidak pernah mendapatkan jawaban karena sulitnya untuk berinteraksi dengan manusia-manusia di seberang sana. Rasa tidak suka dengan makhluk satu itu membuat Aldrean tidak pernah ingin menginjakkan kakinya di sana. Berbeda dengan Adiknya Gamma, dia selalu keluar dari hutan dan berteman dengan manusia-manusia yang menurutnya sama sekali jauh dari prilaku jahat yang selalu Reymon ceritakan selama ini.

“Lagi meratapi nasib lo lagi, Dre?” tanya Gamma, bercanda.

“Enggak usah ganggu gue, lo punya janji sama mereka, ‘kan?”

Gamma berpindah tempat dan duduk di sebelah Aldrean, dia ikut menatap ke arah yang Aldrean tatap. Bagian selatan hutan yang mulai gundul, juga bagunan-bagunan yang mulai di bangun satu persatu. Memang sangat jauh dari kediaman mereka, tapi dalam kurun puluhan tahun mereka yakin hutan hijau ini akan berubah menjadi kawasan yang di penuhi dengan lampu-lampu malam juga gedung-gedung pencakar langit dan Aldrean masih belum bisa mendapatkan solusi terbaik agar kawasannya tidak terjamah manusia.

“Jangan terlalu khawatir, Dre. Just relax. Gue punya orang dalem, kok.”

“Nggak usah banyak bacot kalau kenalan lo bukan Presiden.”

“Yaelah malah ngeyel, lo enggak tahu the power of orang dalem, sih.”

Aldrean turun tanpa pamit dengan Gamma, sikap Gamma yang selalu santai juga tindakan antisipasinya membuat Aldrean kesal dengan dirinya sendiri. Dia seorang calon Alpha, tapi tidak bisa apa-apa selain bertarung. Bahkan rencananya saja kalah sempurna dari Adiknya.

“Malah ninggalin, jir. Kakak macam apa kau,” gerutu Gamma.

Gamma ikut turun dan merangkul Aldrean saat dirinya berhasil menyusul Aldrean, dengan cegiran khasnya dia mengacak-acak rambut Aldrean.

“Diam, Gam. Gue bukan Adik lo.”

“Gue juga bukan Kakak lo,” balas Gamma dengan santainya.

Aldrean berhenti dan menatap Gamma dengan bingung, pernyataan macam apa itu? Sangat tidak  jelas hingga membuat Aldrean mengerutkan keningnya. Dia kembali berjalan dan berusaha mengabaikan Gamma sebisa mungkin.

Gamma yang tidak pernah menyerah untuk mengganggu Kakaknya terus saja mengatakan hal-hal yang semakin membuat Aldrean kesal setengah mati. Tatapan dingin juga tajam terpahat di wajah Gamma ketika Aldrean mengatakan hal yang selalu membuat Gamma benci dengan sikap kekanakan Kakaknya.

“Gue enggak mau terima tawaran Ayah, Gam.”

“Terus siapa lagi kalau bukan lo, Dre?! Lo pikir Ayah bisa terima alasan gak make sense lo? Ayah bisa aja nyuruh gue yang gantiin lo atau orang lain kepercayaan Ayah. Tapi, lo tahu sendiri tradisi keluarga kita kayak gimana. Lo enggak pernah lupa perjuangan gue buat bisa keluar dari sini, ‘kan? Gue nggak suka kalau lo galau karna hal sepele gini—”

“Lo enggak ngerti, Gam.”

Aldrean menghentikan langkahnya, menatap dingin ke depan. Pikirannya tidak bisa berhenti menyuruhnya untuk menyerahkan posisi calon Apha kepada Gamma, persetan dengan tradisi yang akan sangat menyiksanya ketika dia sudah mengatakan hal tadi kepada Reymon.

Gamma melepas rangkulannya di pundak Aldrean lalu berjalan mendahului Kakaknya itu seraya menendang kerikil-kerikil kecil di tanah.

“Lo yang enggak pernah bisa cerita sama gue, Dre. Umur kita emang kelewat jauh, tapi gue bukan lagi bocah yang selalu minta lo lindungi. Lo enak bisa ke mana aja tanpa susah minta izin kesana-kemari kayak gue. Tanpa lo, gue enggak bisa keluar dari hutan ini seenaknya. Gue enggak—”

“Kenapa enggak lo aja?” tanya Aldrean.

“Hah?”

Gamma menghentikan langkahnya, menatap bingung kepada Kakaknya. Kerutan di keningnya semakin banyak karna Aldrean terdiam setelah mengatakan hal tersebut. Dia menghampiri Aldrean yang jaraknya sudah kelewat jauh, dengan pendengaran tajam dari kaumnya, Gamma bisa mendengar setiap helaan napas yang keluar dari mulut Kakaknya saat Gamma menanyakan kenapa.

“Iri sama gue karna bisa ke mana aja, ‘kan? Kalau gitu lo rebut posisi gue. Gue nggak suka dunia luar dan lo butuh mereka. Ini bukan karna gue nggak sanggup tapi karna gue mau lo lakuin apa yang lo mau.”

Langkah Gamma terhenti, dia mematung mendengar penjelasan sebenarnya dari Kakaknya yang selama ini terus menjawab tidak pantas menjadi Alpha dari RedMoon Pack. Matanya menyala, berwarna lembut seindah emerald. Bayangan hijau muda keluar dari sekitar badannya, angin-angin mulai menyambar dedaunan, gemerisik ranting yang saling bergesekan semakin mendinginkan suasana. Aldrean hanya menatap dingin kepada Gamma yang terlihat akan mengeluarkan sosok wolf-nya.

“Munafik!” teriak Gamma.

“Gamma, kata-kata lo nggak sopan.”

“Lo lakuin itu bukan karna gue. Tapi, karna lo yang selalu merasa lebih rendah daripada gue. Lo gak mau orang-orang ninggalin lo karna lo merasa kurang kompeten.”

“Cukup, Gam.”

Masih dengan wajah datarnya, Aldrean mencoba mendekati Gamma, berusaha untuk menahan sosok wolf Gamma yang akan segera mengambil alih. Tapi, tepisan di tangan Aldrean membuatnya terdiam dan memperhatikan Gamma yang memundurkan langkahnya tidak ingin dekat dengan Aldrean.

“Lo selalu beralasan, Dre. Gue benci sikap lo yang kayak gitu, lo sendiri gak mikir imbasnya ke gue apa? Gue emang suka keluar dari sini tanpa perlu di marahin, tapi gue nggak pandai dalam urusan ngerjain hal-hal penting kayak lo apalagi urusan berantem. Kurangin sikap egois lo, Dre. Jangan coba buat merasa lo kurang sempurna—”

“Gamma.”

Tatapan tajam terpatri di wajah dingin Aldrean, dia mulai kesal karena kata-kata sindiran yang terus keluar dari mulut Adiknya. Tidak segan-segan dia mengintimidasi wolf yang berada di dalam tubuh Gamma sehingga Gamma berhasil meredakan amarahnya dan kembali normal.

“Berhenti bahas gue yang jadi pengganti lo, kalau lo gak suka gue ngomong lo  kekanakan, egois, pemarah—”

“Sudah cukup, Gamma! Jaga mulut sama kelakuan lo. Lo bela diri gini bukan karna lo nggak bisa ngemban tugas yang bakal lo dapetin tapi karna harga diri lo sebagai anak kedua. Lo yang munafik, Gam.”

Aldrean pergi begitu saja dengan wajah dinginnya, perkataan Gamma mulai keterlaluan. Aldrean memang membenarkan semua perkataan Gamma, tapi alasan dia ingin menyerahkan posisi calon Alpha kepada Gamma adalah karna Gamma sendiri memiliki potensi untuk memimpin Pack ini lebih baik dari dirinya.

Kesempatan itu sayang sekali kalau di lewatkan dan Aldrean sendiri masih ragu untuk mengemban jabatan itu, dia yakin Adiknya lebih bisa memimpin daripadanya.

Gamma menghela napasnya kasar seraya menatap punggung Aldrean yang semakin jauh, dia melihat Aldrean dengan tatapan sendu. Sama sekali tidak tega untuk mengiakan permintaan Kakaknya itu, dia tidak ingin Aldrean mengorbankan diri untuk Adiknya yang sangat egois ini.

“Gue gak akan pernah setuju, Kak. Yang lo kasihin ke gue bukan cuman gelar, tapi nyawa lo juga.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status