Share

Chapter 05

“Ghina gak dibeliin, Sep?”

Adriana menyiku lengan Septian yang baru saja menyajikan nasi goreng untuknya dan untuk Septian, lelaki itu melirik Ghina lalu memalingkan wajahnya malas. Dia tidak suka melihat Ghina, apa lagi di pagi cerah seperti ini. Membuat mood Septian hancur, pasalnya Ghina adalah perempuan yang Septian kejar. Tapi, berulang kali Ghina menolak pernyataan Septian dengan alasan tidak logis.

Kekagumannya terhadap makhluk Mitologi bernama Werewolf membuat Ghina menjadi sedikit tidak waras, ia seringkali berhalusinasi sebagai jodoh dari Ras makhluk Mitologi itu yang terkenal sangat setia kepada pasangannya. Dan penuturan itu membuat Septian merasa lebih rendah karena di bandingkan dengan manusia jelmaan serigala yang belum tentu ada di dunia ini. Septian yang begitu di kagumi oleh banyak perempuan kini kalah karena penghantar dongeng sebelum tidur untuk anak-anak.

***

Septian sedang mengelilingi lorong perpustakaan bagian novel dan komik, SMA Langit memang menyediakan fasilitas yang tidak hanya berpacu pada mata pelajaran saja, namun ilmu-ilmu lain yang biasanya tidak di temukan di sekolah. Kepala sekolah berharap para siswa dan siswi menjadi betah berada di sekolah dari pada menghabiskan waktu mereka dengan melakukan hal-hal yang menghambat perkembangan pikiran mereka.

Dia berniat membawakan komik kesukaan Adriana karena gadis itu dari pertama datang ke sekolah hingga jam istirahat seperti ini masih saja menekukkan wajahnya. Tetapi, Septian tidak tahu komik apa yang bisa Adriana baca saat perasaannya sedang tidak baik seperti ini. 

Setelah bolak-balik di lorong tersebut seperti setrikaan listrik, netranya menangkap sosok Ghina, sahabat yang mengetahui apapun tentang Adriana. Dia langkahkan kakinya menuju Ghina yang sibuk memilah bacaan yang akan dia baca. Sesampainya Septian di hadapan Ghina, gadis itu menatap Septian penuh tanya.

“Gue mau tanya sesuatu,” ucap Septian seraya mencengram pergelangan tangan Ghina.

Ghina meringis karena cengkraman Septian cukup kuat. “Mau apa lo!”

“Gue mau tanya sesuatu, kenapa lo marah?” tanya Septian mulai tidak enak.

Ghina melepaskan cengkraman Septian dengan kasar dan menatap lelaki itu penuh benci. “Ngapain lo samperin gue, hah?!”

“Udah gue bilang, gue mau tanya sesuatu.”

“Kenapa lo harus izin ke gue dengan alasan pertanyaan sedangkan tangan lo sendiri main pegang tangan gue tanpa izin!” seru Ghina kesal.

Septian mengerutkan keningnya, dia hanya ingin bertanya. Tidak bermaksud kemana-mana seperti yang Ghina pikirkan. Ia menghela napasnya panjang serta menatap Ghina malas.

“Lupain, sorry, okay? Gue cuman mau tahu komik apa yang disukain—”

“Ya?” potong Ghina dengan ekspresi tidak percayanya.

Septian mengerutkan alisnya, “Apa?”

“Itu yang lo maksud pertanyaan? Basa-basi macam itu?” tanya Ghina dengan wajah meremehkan Septian.

Septian sama sekali tidak mengerti apa yang Ghina coba katakan dan apa yang dia tangkap dari pertanyaannya yang belum rampung itu. “Maksud lo apa, sih? Pertanyaan gue aja belum selesai!”

Kali ini Septian sedikit berteriak karena Ghina tidak bisa di tanyai sama sekali. Dia mengambil buku secara acak dan membuka lembaran-lembarannya, menerawang apakah Adriana akan suka dengan isi bukunya atau tidak. 

“Kenapa lo masih di sini?” tanya Ghina risih.

Septian mulai kehilangan kesabarannya menghadapi orang macam Ghina. Dia memojokkan Ghina pada rak dan berkata, “Suka-suka gue, dong. Mau gue di sini atau di sana, gak ada urusannya sama lo. Emangnya lo siapa sampai bisa perintah gue seenaknya?”

Ghina mendorong Septian untuk menjauh. “Septian! Cukup. Gue tahu maksud lo ke mana. Tapi, gue gak tertarik sama manusia! Gue yakin jodoh gue itu Werewolf. Dan kalau bukan pun, gue gak pernah sudi buat berhubungan lebih dari teman sama lo. Jadi gue mohon. Berhenti kejar gue.”

Septian menyimpan kembali buku yang sedang dia pegang, mood-nya yang sedang tidak baik itu tiba-tiba berubah menjadi lebih hancur karena perkataan tajam dari Ghina. Niatnya yang ingin menanyakan beberapa hal tentang Adriana kini malah berujung salah paham yang sangat menyakitkan untuk dirinya.

Dia tahu sekali Ghina memang tidak menyukainya, bahkan kalimat tersebut sudah berkali-kali terdengar di telinganya. Namun, tetap saja sangat menyakitkan ketika kalimat itu terucapkan. Rasanya seperti terhujam beribu macam besi panas.

“Sadar, Ghin! Makhluk itu nggak nyata!”

Ghina menampar pipi Septian dengan keras hingga anak-anak yang sedang belajar di dalam Perpustakaan memperhatikan keributan mereka, Staff Perpustakaan saja sampai menggelengkan kepalanya berkali-kali karena melihat Septian sebagai biang keladi kejadian ini.

“Lo keterlaluan, Sep.”

Ghina pergi menjauh meninggalkan Septian dengan tatapan kasihan dan kecewa karena lagi-lagi perasaannya terluka di tambah tatapan-tatapan menyebalkan dari siswa-siswi yang memperhatikannya tadi membuat Septian naik darah.

“Ngapain lihat gue? Ada tontonan baru? Ada drama yang bisa lo pada gosipin?”

“Septian Haidar! Ini Perpustakaan, kalau mau berkelahi silahkan keluar.”

Staff Perpustakaan yang lain baru saja datang dari jam istirahatnya, guru yang sering nongkrong di Perpustakaan melihat Septian di kerumuni anak-anak langsung menghampirinya dan menyuruhnya untuk tidak membuat keributan. Datangnya Pak Agus yang tidak pernah lelah memarahi Septian membuat Septian semakin emosi, salah sekali dia datang ke Perpustakaan.

“Anjing lo semua! Minggir!”

“Septian! Jaga bahasa kamu!”

Tanpa mendengarkan ucapan dari Pak Agus, Septian terus berjalan sembari mendorong anak-anak yang menghalangi jalan keluarnya.

***

“Buat apa? Aku kan traktir kamu, bukan dia.”

Ghina Adela, sahabat perempuan Adriana satu-satunya juga perempuan yang disukai Septian. Kecintaannya pada Makhluk Mitilogi Setengah Serigala itu membuat Ghina berhalusinasi kalau dirinya adalah pasangan dari Makhluk tersebut. Perempuan keras kepala yang selalu memimpikan masa depan di mana dirinya bersama dengan para Makhluk yang menjadi pengantar tidur anak-anak. Perempuan yang kerap kali dicintai oleh Septian itu tak kunjung sadar akan imajinasinya tentang Makhluk Mitologi yang keberadaannya masih misterius.

Ghina menatap tajam Septian, masih pagi sudah sangat menyebalkan. Dia masih tahan dengan kehadiran Septian karena Adriana. Tapi, ucapannya yang sangat tajam membuatnya emosi ingin mencekik lehernya Septian sekarang juga.

“Bisa gak sih, enggak ngajak ribut terus?” tanya Ghina dingin.

Septian mendelik tajam, “Kenapa?! Lagian lo juga punya Bakso.”

“Terus? Emang gue minta traktiran lo?” jawab Ghina dengan nada tinggi.

“Bilang aja lo cemburu sama Raya.”

“Cemburu? Ogah!”

Pagi-pagi seperti ini Adriana sudah di suguhi adegan pertengkaran yang sangat panas, hingga Es Teh Manis Ghina sudah tinggal seperempat lagi. Ada rasa lega sekaligus resah, lega karena mereka bisa kembali seperti dahulu dan resah karena sesudah ini mereka akan saling menabur kebencian yang kian hari kian mendalam.

“Jadi, kalian mau terus berantem atau dengar aku cerita?” tanya Adriana dengan tenangnya menyimak mereka berdua beradu mulut.

“Makan dulu, Sayang. ‘Kan lagi di kantin.”

Septian berhenti berdebat dengan Ghina dan duduk di sebelah Adriana dengan manja, sedangkan Ghina hanya bisa menatapnya tajam. Perlakuan macam apa itu. Kenapa hanya kepada semua wanita selain Ghina saja dia berbaik hati.

“Lo mending diem aja, Sep. Gue pengen denger cerita Raya,” celetuk Ghina tajam.

“Apa sih, ganggu aja lo.”

“Septian. Jangan mulai,” ancam Ghina.

“Lo yang tiba-tiba datang, gue cuman mau mastiin Raya makan sekarang.”

“Sok banget sih lo jadi orang, emang lo siapanya Raya hah?”

Septian mulai merasa tidak nyaman. “Lo kenapa sih? Ribet banget, Anjing!” rukuk Septian kesal. Ghina membelalakkan matanya, “Ha?! Ha ha, apa lo bilang? Udah gila lo?! Noh makan sendiri!”

Ghina menyodorkan mangkuk Baksonya tepat di hadapan Septian dan berdiri menarik lengan Adriana untuk ikut bersamanya, semakin lama berdebat dengan Septian semakin dalam juga benci yang dia rasakan. Namun, Ghina tahu sendiri kalau orang yang paling di butuhkan Septian adalah Adriana begitupun sebaliknya. Maka dari itu, salah satu alasan Ghina menolak Septian karena mereka berdua saling membutuhkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status