And here they are … berada di dalam ruangan kerja Dominic dan sedang berhadapan dengan dua orang tersangka yang kini terduduk lemah tak berdaya di atas karpet. Dominic yang sedari tadi memimpin rombongan pun bergerak mundur dan mempersilakan Fransisco untuk maju.
Sejak masuk tadi, Fransisco tidak bisa berhenti melihat Ares. Benarkah sejak semula Ares sudah memperdaya dirinya tentang lukisan itu? Lukisan yang membuat Frans seperti orang bodoh sekarang.
“Apa tujuanmu, Ares! Aku tidak menyangka kau telah membohongiku selama ini dan sudah melakukan kejahatan sampai sejauh ini.” Fransisco memulai dengan suara yang bergetar. Iriana dan Chris berada tepat di sebelahnya untuk memberinya kekuatan.
Ares melihat aura kesedihan dan kebencian dari sorot mata sayu Fransisco. Oh, jika mereka semua berada di sini sekarang, itu artinya mereka sudah tau tentang lukisan asli dan palsu itu kan? Huh! Masih berlagak sok suci! Ares memaki di dalam hati.
“Aku jahat? Hah. Hah
Guys, maaf kemarin gak up yaa, aku family time. Ehh, udah pada beli tiket beloomm? Aku udah, besok mau ke Amrik sama Daddy, wkwkwkwk.
Dua minggu kemudian. New York University, tepatnya pukul dua siang. Perkuliahan Chalondra baru saja selesai saat dia mendapat kabar dari Grace, kalau kakak sepupunya itu mendadak ada interview kerja. Grace sangat menyesal karena tidak bisa menjemputnya sekarang. Berdasarkan info dari kakaknya pula, dia tau kalau Ken sudah mengirim anak buahnya untuk menjemputnya ke kampus. Sebenarnya Chalondra tidak keberatan jika harus pulang sendiri. Dia juga sudah sangat penasaran rasanya naik kendaraan umum di sini. Bahkan jika diijinkan, dia sangat ingin mengunjungi Times Square yang cukup dekat dengan kampusnya. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit jika dia menggunakan taksi lokal. Tapi om nya tidak mungkin mengijinkan dia berkeliaran sendirian. Buktinya saja, saudara sepupu ayahnya itu sudah mengirimkan orang lain untuk menjemputnya. Chalondra berharap orang suruhan Ken sudah mengetahui tempat dia biasa menunggu jemputan Grace, karena dia tidak bisa memberi kabar
“Chalondra, will you marry me?” tanya Dominic dengan wajah serius dan nada yang cukup tegas. Kedua mata abunya menatap gadis itu dengan penuh rasa cinta. Ini adalah momen yang sangat berharga dan momen yang sudah lama dinantikan oleh Dominic. Dulu dia pernah menikah atas dasar balas budi orang tua. Tidak ada lamaran seperti ini karena tidak ada cinta di antara dia dan mantan istrinya. Namun berbeda dengan sekarang. Setelah akhirnya dia menemukan seseorang yang berhasil membuatnya benar-benar jatuh hati, dia ingin melamar wanita itu dengan cara yang tidak akan bisa mereka lupakan sampai kapan pun. Dia bahkan sampai rela mengeluarkan uang milyaran rupiah demi mengosongkan Times Square selama tiga jam dan menyewa tiga buah papan billboard utama di sana. Chalondra meneguk ludahnya. Dia mencerna pertanyaan Dominic dengan sisa-sisa kesadaran yang dia punya. Dominic bertanya apakah dia berkenan menikah dengan pria itu? Seriusan? “Dad, i-ini se-ri-us?” suara Chalondr
Chris, Amber dan Brandon sudah menunggu kedatangan Dominic dan juga Chalondra di dalam kamar hotel president suites yang mereka tempati sejak sampai di New York tadi malam. Ken, Aliya dan Grace juga sudah ada di sana dan turut membantu kelancaran rencana lamaran Dominic tadi. Saat pasangan yang sedang dimabuk cinta itu muncul di balik pintu, Amber, yang sudah begitu merindukan Chalondra langsung bangkit dari sofa tempatnya duduk. Wanita itu setengah berlari menyambut anak gadisnya yang juga langsung berlari menerjang tubuhnya. “Mamaaaaaa …” Rasa haru Chalondra tidak tertahan. Air matanya langsung tumpah saat kepalanya terbenam di pelukan ibunya. Begitu pun dengan Amber yang langsung menitikkan air mata saat memeluk sang buah hati. Dia kembali dirundung perasaan sedih setiap kali mengingat malam yang paling mengerikan itu. “Mama kangen banget sama kamu, Cha. Maafkan mama kalau udah bikin kamu sedih.” Tangis Chalondra semakin terdengar pilu. Ingatannya
Akhirnya keluarga Ellordi touch down di Jakarta dan langsung disambut oleh segala hiruk pikuknya. Baru juga landing, Chalondra dan Dominic sudah langsung berangkat lagi menuju butik desainer yang mengerjakan baju pernikahan mereka. Keduanya bahkan tidak pulang ke rumah dulu, karena kata Amber, mereka harus cepat-cepat melakukan fitting terakhir, supaya pihak butik masih sempat melakukan perbaikan kalau-kalau ada yang kurang. Chalondra yang masih jetlag tidak bisa protes karena Dominic juga terlihat sangat bersemangat. Sang calon suami mengijinkannya tidur di mobil selama dalam perjalanan menuju butik. “Dad, kenapa sih nikahnya itu harus besokk? Aku kan masih capek, Dad. Besok kalau aku pingsan di depan altar gimana?” keluh Chalondra dengan suara setengah mengantuk. Kini dia sedang bermalas-malasan di pelukan Dominic dan mereka duduk di kursi belakang mobil ayahnya. Tadi Marcus memang langsung menyuruh supir pribadinya untuk stand by di bandara sebelum pesawat mereka landing.
Kekesalan Chalondra masih belum selesai karena insiden keceplosan Dominic. Sepanjang jalan dia mengamuk dan memaki pria itu habis-habisan. Kemesraan yang sudah tercipta sejak awal mereka bertemu seakan terlupakan. Dominic yang memang menyadari kesalahannya, harus ikhlas menerima umpatan Chalondra. Malahana dia senang karena sudah lama tidak melihat anak kecil itu marah seperti sekarang. "Cha, jangan ngambek lagi dong," bujuk Dominic untuk yang ke sekian kalinya saat dalam perjalanan pulang. "Gimana aku nggak ngambek, Dad?? Daddy loh ngumbar aib sendiri di depan orang-orang! Pakai toa aja sekalian Dad, biar satu Jakarta tau!" "Saya tidak sengaja, Chalondra. Lagian saya yakin tadi asisten desainernya tidak mengerti apa yang saya maksuda." "Nggak ngerti apanya? Anak kecil juga kalau dengar kata saling meraba itu pasti ngerti, Dad!" Dominic menahan tawanya. Lihatlah, hanya persoalan keceplosan saja calon istrinya itu sudah berang setengah mati. Ba
Chalondra meremas jemari Amber yang sedang menemaninya duduk di ruangan mempelai wanita. Dia sudah selesai dirias dan sudah memakai ball gown pemberkatannya. Sejak tadi tubuhnya tidak berhenti bergetar dan tangannya basah lantaran keringat dingin. Amber sampai kelimpungan melihat keringat yang bercucuran di kening putri kecilnya itu. Memang sih riasannya tidak akan luntur, tapi tetap saja itu akan merusak penampilan Chalondra di hari bersejarah ini. “Cha, calm down, Sayang.” Amber membalas remasan jemari putrinya sambil menepuk punggung tangan gadis itu. “Maaaaa, aku takut,” jawab Chalondra dengan geraham yang terdengar saling beradu. Rahangnya bergerak-gerak seperti orang yang menggigil kedinginan. Dia sangat nervous!! “Takut kenapa, Sayang? Mau dipanggilin Dom dulu?” Chalondra cepat-cepat menggeleng. Mana surprise lagi kalau mereka bertemu di sini? Cha maunya dia dan Dom saling melihat untuk pertama kalinyaa saat bertemu di altar. Sejak kemarin dia
Dominic tidak berhenti menatap seseorang yang kini sedang bersenda gurau dengan asisten desainer yang sedang membantunya memakai ball gown untuk pesta resepsi pernikahan mereka. Dia adalah Chalondra Chalya Ellordi. Gadis cantik, bertubuh mungil yang baru saja resmi dia ikat menjadi pendamping hidupnya melalui janji suci pernikahan. Dominic melihat Chalondra yang tidak berhenti tersenyum ketika sang asisten lagi-lagi menggodanya dengan membahas kecanggungan yang terjadi saat dia mengucapkan janji pernikahan. Sesekali istrinya itu juga melirik Dom lewat cermin seperti ingin meminta pertolongan. Dominic tau, pasti Chalondra masih merasa aneh mengingat mereka sudah berstatus suami istri. Dominic pun sebenarnya sama. Laki-laki itu kemudian melemparkan ciuman jauh untuk Cha dengan gerakan bibirnya yang seksi. “Loh, ternyata ada suaminya, Mba. Pantes senyum-senyum terus dari tadi.” Si asisten desainer sepertinya baru menyadari kehadiran Dominic karena Chalondra yang tidak b
WARNING 21+++. HARAP YANG GAK SUKA MENYINGKIRRRR. . Chalondra belum pernah merasa selelah ini sebelum-sebelumnya. Bangun subuh dan beracara hingga malam hari membuat seluruh tubuhnya seakan remuk dan pegal. Mana sisa jetlag yang kemarin pun masih tertinggal. Mereka berdua, Dominic dan Chalondra, baru benar-benar bisa masuk ke kamar hotel mereka sendiri sekitar pukul sembilan malam. Acara resepsi sih kelar jam lima sore, namun tamu-tamu yang datang dari luar negeri dan merasa jarang pulang ke Indonesia, memilih untuk tinggal lebih lama. Mengobrol dengan Chris, Marcus, Fransisco, Brandon dan Dominic. Chalondra sendiri harus ikhlas meladeni ibu-ibu sosialita yang sudah sering dia jumpai saat ikut arisan ibunya. Saat memasuki kamar dan Dominic menutup pintu, kegugupan Chalondra kembali lagi. Ini adalah malam pertama setelah status mereka berubah menjadi pasangan suami istri yang sah. Chalondra tidak tau apa yang harus mereka l