Sudah sampai di tempat tujuan, Ruan berjalan selangkah di depan Zea. Sesekali Ruan berhenti, agar Zea menyusulnya melangkah beriringan. Namun, Zea sepertinya tidak ingin hal itu. Ia selalu saja memperlambat langkahnya agar tertinggal lagi."Ish, kau ini kura-kura atau siput? Berjalanlah disampingku! Apa kau ingin terlihat seperti babu?" omel Ruan."Aku, aku hanya tidak terbiasa dengan sepatuku, Pak," jawab Zea beralasan yang tak sebenarnya.Tak lagi mempermasalahkan soal langkah yang tak seiringan, Ruan terus melanjutkan langkahnya lebih cepat. Ia tidak menunggu Zea lagi, hingga akhirnya Zea bersusah payah mengejar langkah tertinggal itu dengan sepatu berhak tinggi yang sebenarnya ia sudah terbiasa memakainya. Wig dan kacamatanya yang bergerak-gerak cukup membuat repot."Ruan, kau datang tepat waktu. Kita sudah akan memulai presentasi," ucap seorang wanita berpenampilan elegan."Ya, baiklah," sahut Ruan.Wanita itu adalah yang menelpon Ruan saat di mobil tadi. Dia adalah teman dekat R
Sambil terus melihat pada Adam, Ruan keluar dari mobil. Zea pun sama, ia juga melihat pada Adam. Hanya saja cara memandang mereka berbeda. Jika Zea melihat dengan penuh senyum, lain halnya Ruan yang melihat dengan tanda tanya."Siapa yang memesan taksi di jam kerja seperti ini?" tanya Ruan bergumam sendiri sambil melihat jam tangannya."Itu Adam," jawab Zea."Kau mengenalnya?" tanya Ruan. Entah mengapa ada rasa cemburu untuk hal ini dihati Ruan."Dia temanku! Bolehkah aku menemuinya?" jawab sekaligus tanya Zea."Ini masih jam kerja, paham!" Ruan meninggalkan Zea begitu saja."Ini masih jam kerja, paham," ulang Zea mengejek ucapan Ruan. Zea merasa sebal sekali dengan Ruan yang sekarang.Disaat seperti itu, Adam menghampiri Zea. "Hey, siapa dia? Apa dia bos mu? Atau itukah suamimu? Lalu apa dia mengenalimu?" berondongan pertanyaan dari Adam membuat Zea kebingungan untuk menjawab."Adam, dia itu memang Ruan suamiku. Dia tidak mengenaliku sama sekali. Sekarang kau pergilah dulu, ini masih
Pintu ruangan Ruan terbuka, Angel terlihat kemudian. Ia masuk dengan wajah yang dibuat secantik mungkin. Senyumnya selalu tercurah untuk Ruan. Gadis ini memang akan kehilangan akal sehat, jika sudah di depan Ruan."Uncle Ru, kau memanggilku? Aku akan selalu ada untukmu," katanya."Ya, Angle. Aku ingin kau mengantar Aretha ke meja kerjanya," timpal Ruan."What? Kau mengganggu kerjaku hanya untuk itu? Uncle Ru, please. Meja kerja sekretaris itu hanya selangkah dari balik pintumu ini!" kesalnya, memprotes."Bukan untuk itu saja, Angel. Kau juga akan memberi arahan untuknya." Ruan sampai bangun dari tempat duduknya.Angel melihat sinis pada Zea. Dia tidak akan sudi pastinya, tetapi jika pria idamannya ini yang memerintah mau tidak mau ia harus menuruti. Sementara Zea menyembunyikan senyum merasa lucunya."Baiklah, ikut aku!" ucap Angel ketus pada Zea.'Dari pada nanti Uncle Ru yang membimbingmu lebih baik aku saja' pikir Angel.Setelah berpamitan untuk keluar ruangan Ruan dan mengikuti An
Daycare Pelangi MitraSebuah papan nama menempel tepat di atas pintu. Pintu berbahan kaca tebal, kemudian didorong Zea untuk masuk kedalamnya. Barulah kemudian ia menemui seorang resepsionis."Silakan," ucapnya setelah menerima sebuah kartu yang menandakan Zea adalah orang yang berkepentingan di tempat itu.Melanjutkan langkahnya, Zea memasuki ruangan inti. Banyak anak yang dititipkan disitu. Berhubung saat ini adalah jam tidur, maka anak-anak yang dititipkan itu sedang tertidur. Walaupun ada beberapa yang belum tidur, terutama usia bayi seperti Vio. Vio sendiri pun belum juga tertidur.Zea melihat seorang wanita petugas yang sedang menjaga Vio. Terlihat ia tengah menggendong Vio mencoba untuk menidurkannya. Namun, bukannya tidur, Vio malah tak bisa diam dalam gendongan petugas itu. Sebentar-sebentar, Vio juga merengek. "Dia sudah sangat menginginkan ASI Anda, Bu," ucap petugas yang menjaga Vio–putra Zea dan Ruan."Ouh, Sayang." Zea meraih Vio dari gendongan petugas wanita yang sudah
"Katakan padaku, apa kau sudah menikah?" desak Ruan tiba-tiba sudah berada di belakang Zea."Pak Ruan! Sejak kapan Anda di belakang ku? Apa Bapak mengikuti ku?" tanya Zea sedikit terkejut dan kesal mengira Ruan membuntutinya."Siapa yang mengikuti mu?! Kau tidak sepenting itu." Ruan berbalik kesal dengan tuduhan Zea. Zea memasang wajah kesal akan kalimat terakhir Ruan yang sama saja menganggap dirinya tidak penting."Kau sudah menikah dan punya anak, kan? Tadi itu suamimu, seorang supir taksi dan yang di daycare adalah anakmu! Katakan saja," desak Ruan lagi."Nah, benar, kan Bapak mengikuti ku?" Zea menunjuk hidung Ruan dengan telunjuk kecilnya dan matanya menatap selidik.Sebenarnya ada rasa ketakutan jika Ruan benar-benar tahu tentang dirinya yang sebenarnya. Namun, Zea berusaha tidak menampakan hal itu. Dari caranya menerka, Ruan hanya mengira ia sudah menikah dan punya anak saja. Bukan sudah mengetahui siapa dirinya, itu artinya Zea masih aman sebagai Aretha."Aku hanya kebetulan
Meja kerjanya yang berada dekat dengan ruangan Ruan membuat Zea melihat Angel yang kegirangan membawa kopi untuk Ruan. Zea tersenyum kecil sambil sedikit menggelengkan kepalanya. Zea berpikir Angel benar-benar telah melakukan hal yang gila.Gadis itu masuk tanpa mengetuk pintu lagi. Zea masih melihat pada Angel yang kemudian menutup pintu ruang kerja Ruan itu. Tak peduli dan tak ingin ambil pusing, Zea melanjutkan pekerjaannya. Ia terfokus kembali pada layar laptop di depannya. Zea benar-benar menjadi sekretaris sungguhan kini.Tak lama kemudian, Angel keluar dari ruang kerja Ruan. Wajah cerianya berubah menjadi cemberut dan kesal. Sering sekali gadis itu dengan ekspresi wajah yang seperti itu. Sayang sekali, jika wajah cantik itu selalu seperti itu. Matanya menyorot tajam kearah Zea kemudian."Kau dasar penikung!" hardiknya pada Zea.Zea menghentikan aktivitasnya lalu melihat heran pada Angel. Mata gadis itu masih menyorot tajam dan marah. Gadis itu merasa didahului oleh Zea perihal
"Eum, aku permisi, Bu. Aku akan mengerjakan tugas ini sekarang," pamit Zea tak melanjutkan lagi pembicaraan tentang Ruan.Angel bergeming, ada rasa heran juga kepuasan seperginya Zea. Ia ketakutan jika pertanyaan Zea tadi mengisyaratkan ketertarikan pada Ruan, pamannya itu. Zea yang tidak protes akan semua tugas yang dilimpahkan kepadanya membuat Angel merasa senang dan puas.'Ah, sudahlah. Kalau wanita buruk rupa itu memang menyukainya Uncle Ru, dia tidak akan mungkin mendapatkannya! Dia tidak pantas menjadi sainganku. Aku tidak perlu memikirkannya' gumamnya sambil mengibaskan tangannya.Angel merapikan meja kerjanya untuk bersiap-siap pulang. Ia juga merapikan dirinya yang sebenarnya tidak perlu dirapikan lagi. Tatanannya tentu tidaklah berubah secara dia tak banyak melakukan pekerjaan di ruangan yang harum, nyaman dan sejuknya alat pendingin ruangan.Waktu sudah berjalan setengah jam dari jam pulang kerja tadi, hingga ruangan kantor itu menjadi sepi. Zea mencoba untuk mengerjakan p
"Tapi, Pak, Anda terlihat sangat kesakitan," ucap Zea menolak permintaan Ruan."Pak, antar aku ke perumahan Victoria," pinta Ruan tidak menghiraukan Zea.Zea terdiam, alamat yang dituju Ruan memanglah alamat rumahnya. Ya, perumahan real estate dengan bangunan rumah yang mewah, disitu jugalah Zea pernah tinggal bersama Ruan. Kini setelah lama pergi, Zea akan mendatangi rumah itu lagi."Pak, Anda yakin akan pulang saja?" tanya Zea menyakinkan. Ruan mengangguk lemah.Sang supir taksi pun menuruti mengantar Ruan kembali ke rumahnya. Sampai tiba di depan pintu masuk yang ditunggui seorang security perumahan. Identitas pengunjung pun diminta oleh sang security sebagai syarat untuk memasuki kawasan perumahan itu."Loh, Anda, Pak Ruan?" ketika sang security melihat ke bagian penumpang untuk mengecek kebenaran apa yang disampaikan sang supir taksi."Ya," jawab Ruan mengangguk."Silakan, Pak," lanjut sang security mengizinkan mobil taksi yang membawa Ruan untuk memasuki kawasan perumahan.Sang