"Terima kasih, Bu, sudah membantu," ucap Zea kepada Ibu itu sambil mengatupkan tangannya."Iya, Nak. Mengapa kau harus berbohong. Apa kau merahasiakan Ibumu dari Bosmu itu?" sahut Ibu itu merasa peduli pada Zea."Tidak, Bu. Aku hanya tidak ingin dia tahu kalau yang sakit dan berada di Rumah Sakit ini adalah anakku, karena dia melarang seorang Ibu bekerja di perusahaannya," ungkap Zea."Oh, jadi seperti itu! Kebanyakan memang perusahaan seperti itu, Nak." Ibu pasien itu memahami."Tapi kelihatannya dia pria yang baik. Jika kau berkata jujur, aku yakin dia akan memahami. Apalagi jika kau memang menjadi tulang punggung keluarga," lanjutnya."Lalu di mana suamimu? Apa kalian berpisah?" tanyanya kemudian."Amm … amm….:" Zea kebingungan menjawab. Jika ia berbohong mengatakan apa yang ditebak Ibu tersebut, ia merasa berdosa kepada orang yang sudah baik padanya itu."Dia itu … dia itu adalah suamiku, Bu," akhirnya Zea mengatakan juga yang sebenarnya, dengan berpikir, Ibu itu tidak akan bertem
"Lily, syukurlah, aku bisa menemui Vio! Bagaimana keadaan Vio?" cecar Zea setelah sampai pada Lily."Bu Zea, tadi itu siapa? Pria itu begitu mirip dengan Vio," tanya Lily."Lily, dia itu suamiku! Lily maafkan sikap yang sudah memarahimu tadi." Zea merasa sangat tidak enak pada Lily akan sikap Ruan tadi."Tidak Bu Zea, tidak apa. Itu hal yang wajar! Dia benar-benar mirip dengan Vio! Sayang sekali jika Anda sampai berpisah," lirih dan takjubnya Lily."Apa Anda tidak ingin kembali? Kurasa dia pria yang baik." Lily menatap Zea penuh harap. Ia benar-benar berharap agar Zea kembali lagi pada Ruan. Ia akan sangat menyetujui hal itu."Tidak, Lily," jawab Zea lirih."Ouh, sayang sekali," lirih Lily lagi.Zea menciumi dan memeluk Vio kemudian. Rasa khawatirnya sudah lenyap. Melihat Vio tidak seneng khawatirkan yang dipikirkannya. Tak lupa pula ia mengungkapkan rasa terima kasihnya pada Lily.Banyak hal yang akhirnya diceritakan Lily mengenai jatuhnya Vio dari tempat tidur. Lily yang walaupun be
Foto pernikahannya di atas nakas jatuh dan pecah setelah tak sengaja tersenggol olehnya, membuat Zeana Arnalitha terkejut. Namun, bukan hanya terkejut saja melainkan ada rasa khawatir yang teramat sangat akan suaminya. Zea, mempercayai jatuhnya foto pernikahan mereka merupakan pertanda buruk. Ia berpikir suaminya dalam bahaya atau terjadi sesuatu.'Ruan, apakah telah terjadi sesuatu padamu' gumam Zeana menebak akan suaminya dengan rasa kekhawatiran yang berlebih.Zea meraih ponselnya untuk segera menghubungi suaminya. Namun, hal itu hanyalah sia-sia, tak ada sahutan dari sana. Setelah mencoba beberapa kali yang membuatnya semakin khawatir, akhirnya Zea memutuskan untuk mendatangi saja kantor Ruan.Tak lagi berbenah diri, hanya melapisi jumpsuit lengan pendeknya dengan cardigan hitam, Zea melesat keluar rumah. Disambarnya tas selempang kecil yang tergeletak di sofa. Perjalanan lancar dengan menaiki angkutan umum membawa Zea sampai ke kantor suaminya dengan cepat. Berjalan dengan terge
Kepala sang supir taksi itu kemudian menyembul keluar dari jendela mobil berjenis sedan. Wajah marahnya terlihat seakan ingin menerkam Zea. Sementara Zea hanya terdiam dengan tatapan kosong lurus ke arah depan. "Hey, mengapa kau diam saja? Minggir, aku harus cepat!" teriak sang supir taksi dengan gemas.Tak jua mendapat respon, akhirnya sang supir taksi itu keluar dari taksi-nya. Ia menghampiri Zeana masih dengan kesalnya. Menurutnya, Zea sangat mengganggu pekerjaannya."Kau tuli atau kau memang benar-benar ingin bunuh diri? Jangan libatkan aku jika kau memang ingin bunuh diri!" omelnya lagi kemudian bermaksud menarik paksa Zea.Brukk …Bukankannya mendapat jawaban, sang sopir malah ketiban sialnya, Zeana malah tiba-tiba pingsan dan jatuh tepat ke dada sang sopir. Ia dengan refleks menanggapi tubuh Zea, namun dengan kebingungan."Hey, kau! Apa-apaan ini?" Sang sopir taksi berusaha menjauhkan tubuh tak berdaya Zea."Sial! Dia benar-benar pingsan."Perlahan sekali sopir taksi itu melaj
"Hey, kau. Kemarilah!" ajak Adam begitu ia melihat Zea."Ha! Eh! Aku?" Zea terkejut, tak menyangka Adam sudah melihatnya, sedang ia dalam keadaan berpikir dan tak terfokus.Adam melangkah mendekati Zea, lalu mengajak Zea untuk lebih masuk ke dalam ruang dapur itu. Ia akan mengajak Zea turut makan bersama. Sementara ibunya Adam terlihat cemberut."Kami memang tidak memiliki meja makan, jadi kita makan di lantai saja," ucap Adam sudah membawa Zea ke dalam ruang dapur."Kau bisa membantu ibuku untuk meletakkannya di bawah, aku akan mencuci tanganku dulu," lanjut Adam sambil melangkah ke wastafel."Ya, baiklah," balas Zea.Zea mulai menurunkan satu menu ke lantai. Adam dan ibunya memang terbiasa seperti itu, rumah mereka memang teramat sederhana. Ibunya Adam kemudian melihat tajam pada Zea."Ku harap kau tidak mengatakan bahwa kau yang memasak," bisiknya pelan sekali, tepat ke wajah Zea.Zea tak menyahut, ucapan dengan berbisik itu malah membuatnya bertambah keheranan. Apa yang membuat ib
Pada akhirnya Adam membawa Zea kembali ke rumahnya. Setelah mendatangi dokter kandungan yang juga menyatakan Zea hamil, bahkan kehamilan Zea ternyata telah memasuki bulan ke lima. Pantas saja baby bum Zea sudah terlihat, hanya saja ia tidak mengalami apa-apa yang biasa dialami wanita hamil pada umumnya. Hal itulah yang membuat Zea tidak menyadari kehamilannya.Seandainya saja ia menyadari kehamilannya lebih dulu, mungkin tak akan ada kejadian yang menyakiti itu. Zea dan Ruan pasti sudah berbahagia akan kehamilan yang sudah dinanti-nantikan dalam tiga tahun pernikahan mereka. Namun, kini semuanya seakan percuma saja, hanya Zea saja yang mengetahui hal kehamilan itu."Kau jangan berdiam diri saja, enak saja jika kau tidak melakukan apa pun di rumah ini," ucap kasar ibunya Adam."Ibu, apakah boleh jika hari ini aku tidak melakukan apa pun. Perutku sakit sekali," sahut Zea sedikit merintih."Kau jangan berpura-pura dan itu hanya alasanmu untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah!" Ibunya Ad
Sudah berjalan beberapa bulan, Rumah yang disewanya dengan harga lumayan besar itu sudah lengkap dengan peralatan rumah tangga. Jadi, Zea tidak kebingungan lagi masalah itu. Rumah itu pun bersih dan nyaman. Namun, keuangan Zea hasil penjualan cincin pernikahannya semakin menipis. Uang itu hanya cukup untuk beberapa kali lagi membayar rumah kontrakan itu."Zea, aku bawakan makanan untukmu," ucap Adam tiba-tiba datang saat Zea melamun, hingga ia tak mendengar suara mobil taksi Adam."Adam, kau baru saja datang?" tanya Zea terkejut."Ya, kau tidak mengetahui kedatangan mobil taksiku, kah?" Adam menanyai bagaimana Zea tidak mendengar suara mobil.Kedatangan Adam bukan hanya tidak diketahui Zea saja, tapi juga ibu pemilik rumah kontrakan yang selalu sibuk sehingga belum pernah bertemu Adam sekalipun."Tidak, aku … aku," sahut Zea terbata-bata tak ingin menceritakan tentang kekhawatirannya."Uangmu apa sudah habis?" tanya Adam."Tidak, uangku masih ada," sahut Zea.Adam melihat raut kegelisa
"CV mu." Ruan meminta CV atau surat lamaran Zea.Perlahan Zea mengulurkan map berisi data diri dan lainnya yang disebut juga curriculum vitae. Sedikit berdebar ketika map itu sudah berpindah ke tangan Ruan. Zea berharap Ruan tidak teliti saat memeriksa berkas-berkasnya.Duduk sejajar dan berhadapan dengan Ruan, Zea hanya tertunduk cemas. Ruan mulai membuka map milik Zea sambil sesekali melihat pada Zea. Tentunya Ruan tidak mengenali Zea dengan segala atribut penyamarannya saat ini. Tidak ada cantik-cantiknya membuat Zea berpikir Ruan akan menarik lagi ucapan yang tadi katanya sudah menerimanya."Namamu 'Mimi'? 'Mimi Aretha'? tanya Ruan setelah baru hanya membaca bagian nama saja."I-iya, Pak," jawab Zea tergagap lagi.Bukan hanya dirinya saja yang dipalsukan, tetapi juga identitasnya. Bantuan Adam membuat semuanya teratasi dengan baik. Memiliki banyak kenalan orang-orang, tak jarang si sopir taksi itu mendapat bantuan dari berbagai hal dan caranya. Termasuk merubah data diri Zea saat i