Share

Tara, dan seni bertahahan hidup

Gadis dengan rambut ikal mayang itu mengerjap pelan. Krisna membuka matanya, dan menyadari jika dia tengah terbaring di atas kasur sebuah kamar hotel yang remang. Lampunya tidak menyala, tapi jendela yang gordennya terbuka lebar, menampakkan pemandangan malam khas Ibu Kota itu berhasil memberinya sedikit penerangan. Krisna terkejut saat menyadari bahwa tubuhnya kini hanya terbalut sebuah kemeja over size putih yang mampu menutupi separuh pahanya saja.

Krisna memegangi kepalanya, berusaha mengingat apa yang terjadi. Potongan-potongan ingatan berputar di otaknya seperti lubang hitam, membuat  Krisna pening. Dia sungguh berharap kalau yang terjadi hari ini hanya sebuah mimpi buruk.

Saat banyak pikiran sibuk menjejali otak Krisna, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar mandi di buka. Sontak mata gadis itu tertuju ke arah sosok yang baru saja keluar dari dalam sana, yang tubuhnya hanya di tutupi oleh selembar handuk, sedang mata Krisna bisa melihat dengan jelas tubuh atletisnya yang membentuk delapan kotak milik pria itu.

Krisna tersentak. Dia lantas menutupi paha dan bagian dadanya dengan tangan.

"Siapa kamu? Jangan macam-macam, ya, sama saya! cepat kembalikan baju saya atau saya akan teriak!"

Teriakan panik itu muncul bertubi seolah dia sudah siap melayangkannya saat hendak pingsang di hadapan pria asing itu 30 menit yang lalu.

Orang itu tidak menjawab. Ia hanya terkekeh, sambil berjalan ke arah sofa, mengambil sebuah kemeja dan celana dasar yang terletak begitu saja di sana, lalu melangkah menuju kamar mandi lagi. Tapi sebelum tubuhnya menghilang di balik pintu, pemuda itu sempat berhenti lalu berkata,

"Bukankah seharusnya kata yang keluar dari mulut kamu adalah terimakasih? jangan lupa, saya sudah menolong kamu," ucapnya dengan sebuah senyum miring yang mampu membuat Krisna bergidik.

Krisna menyapu tengkuknya dengan jari kanan, sedang tangan kirinya masih menutupi bagian tubuh yang lain. Dengan cepat, Krisna bangkit dan diam-diam berjalan menuju pintu. Pokoknya apapun yang terjadi dia harus keluar dari sana saat itu juga. Persetan dengan manusia aneh dan menyeramkan yang telah menyelamatkan dari mimpi buruknya hari ini, karena itu sama sekali tidak menjamin kalau orang itu tak akan memberikan Krisna mimpi buruk lainnya.

Bagaimana kalau dia seorang psikopat?

Krisna menyambar tas tangan silver yang tergeletak di atas nakas, dan kembali melangkah pelan sambil memunguti sepatunya yang tercecer di lantai. Kini gadis itu berjinjit kecil ke arah pintu. Sebelum jemari lentiknya sempat menyentuh kenop, kembali terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, membuat tubuhnya mematung seketika dengan jantung yang seakan ingin turun ke ususnya.

Pria itu melangkah tegas menuju Krisna yang sedang membeku di ambang pintu, menarik lengan Krisna yang menggantung, hingga tubuh mungil gadis itu terhuyung dan membuat wajahnya menabrak dada bidang yang kini sudah ditutup oleh selembar kemeja berwarna biru muda itu.

Krisna yang terkejut seketika berteriak histeris, lalu dengan cepat mulutnya di bekap oleh tangan kekar pria tersebut.

Seluruh tubuh Krisna yang kini terhimpit ke dinding itu bergetar. Matanya terbelak saat perlahan-lahan wajah pria itu mendekat ke arahnya, membuat mata Krisna kini mampu melihat orang itu dengan jelas.

Alisnya tebal menaungi sorot kelam tajam yang langsung menusuk retina Krisna. Kulitnya yang bersih, dengan wajah mulus yang tidak tampak di tumbuhi sehelai bulu pun. Rahang yang terpahat kokoh membuat wajah pria itu nyaris sempurna, dan jangan lupakan wangi citrun yang menyeruak lewat kulilinya berhasipenggelirik indra menciuman Krisna.

Wajahnya terus saja mendekat, kemudian berhenti di samping telinga Krisna, membuat napas gadis itu tercekat di tenggorokan untuk beberapa saat sebelum akhirnya pria itu berucap,

"Kalau kamu suka sekali mempermalukan dirimu sendiri, sialahkan keluar dengan keadaan seperti itu."

Pria itu melepaskan lengan kirinya dari mulut Krisna, kemudian berbalik dan melangkah ke arah sebuah sofa yang menghadap langsung ke luar jendela, meninggalkan Krisna yang kini berusaha menahan lututnya yang lemas agar tidak luruh ke lantai. Krisna mengerjapkan matanya beberapa kali sembari memegang dadanya dengan kuat, memastikan kalau jantungnya masih melekat di sana.

Tiba-tiba suara bel berbunyi. Pria itu berdiri dari duduknya, bejalan ke arah pintu dengan arogan, metewati Krisna yang masih bergeming sambil memegangi bagian atas bajunya dengan tangan bergetar.

Ia tampak bebicara sebentar dengan seseorang di balik pintu tanpa mempersilahkan tamunya masuk, menerima sebuah paper bag putih bercetakkan sebuah brand terkenal, lantas menutup pintu itu kembali.

Pemuda itu menatap Krisna sambil menggelengkan kepalanya singkat. Ia melangkah yakin ke arah gadis itu, menipiskan jarak di antara mereka sehingga membuat Krisna yang sedang menunduk dan hanya bisa melihat langkah orang itu yang semakin mendekat. Jantung Krisna kembali memompa darah ke seluruh tubuh dengan cepat.

"Ini, pakai! Tubuh kamu gak cukup bagus untuk dipertontonkan ke semua orang," ketus pria itu sambil menyodorkan paper bag di tangannya.

Kirisna sungguh ingin mengutuknya. Tapi ia benar. Tubuh Krisna memang tidak cukup bagus untuk bisa Krisna pertontonkan. Setidaknya, jika ingin melarikan diri, dia butuh berpakaian dengan layak. Krisna segera mengambil benda itu, dan dengan cepat berlari menuju kamar mandi. Tanpa sadar tangannya membanting pintu dengan kuat hingga terdengar suara benturan yang amat keras.

BRAK!

Krisna memejamkan mata sambil menggigit bibirnya.

"Bodoh!"

****

Krisna yang sudah menggunakan mini dress berwarna pastel yang menggantung manis sampai lututnya itu membuka pintu kamar mandi perlahan. Dia sedikit mengintip keluar dan mendapati lampu ruangan telah menyala, membuat dia bisa melihat dengan jelas sebuah kamar dengan cat abu-abu muda itu. Terdapat sebuah kasur dan lukisan ala abad ke-80 di sana. Di sebelahnya, nakas kecil berwarna cokelat dan lampu tidur senada, serta sebuah lemari hias dan sebuah lemari besar tampak memenuhi ruangan.

Mata Krisna menjelajahi setiap inci ruangan, sampai iris coklatnya menangkap punggung bidang pria itu. Krisna melangkahkan kakinya ragu. Setidaknya dia tahu bahwa orang itu sama sekali tidak bermaksud jahat dengannya. Pria yang sadar akan keberadaan Krisna itu kini menoleh, kemudian mempersilahkan Krisna duduk di kursi di hadapannya.

Krisna duduk di sana ragu. Dia tampak menautkan jari-jarinya gugup. Krisna memikirkan kalimat-kalimat apa yang harus dia ucapkan di situasi seperti ini. haruskah Krisna berterima kasih pada pria itu karena sudah menolongnya? baru saja akan membuka mulut, pria itu lebih dulu buka suara.

"Bagaimana perasaanmu?" tanyanya sambil menatap Krisna.

Krisna mendongak, matanya bertatapan langsung dengan iris cowok itu, "A-aku merasa lebih baik," jawabnya tergagap. Tatapan orang di hadapannya benar-benar mampu membuat Ksisna merasa terintimidasi.

Ia mengangguk-anggukkan kepalanya tipis "syukurlah kalau begitu." Pria itu menyodorkan lengannya, "Oh, ya, Saya Tara Bamasya Febranta, tapi kamu bisa panggil Saya Bam saja."

Nama yang terdengar tak asing ... tapi Krisna lupa pernah mendengarnya di mana.

"Kenapa Bam?" Perkataan yang justru Krisna lontarkan, membuat pria itu mengerutkan dahinya.

"Apanya yang kenapa?" tanya Bam.

"Ya, kenapa harus panggil Bam? bukannya Tara lebih baik?"

Mendengar jawaban Krisna, Bam dengan tampangnya yang datar membuat sebelah alisnya terangkat. "Saya lebih suka dipanggil Bam. Soalnya Tara itu seperti nama perempuan," jelasnya singkat.

Krisna menganggukkan kepalanya kemudian berujar, "padahal nggak selalu nama perempuan. Artinya juga bagus. Bintang," terang Krisna sambil tersenyum manis, seolah melupakan kejadian yang beberapa saat lalu sempat dia alami.

"Benarkah?" tanya Bam.

Krisna menggangguk.

"Saya lebih nyaman dipangiil Bam saja."

"Oke baiklah, Tara.." jawab Krisna membuat dahi Bam lagi-lagi berkerut.

"Bam!" ulang pemuda itu.

"Tara..." ujar Krisna sambil tercengir menampakkan gigi ginsulnya.

Bam yang melihat gadis itu hanya menghela napasnya panjang kemudian berujar, "Ya, sudah... terserah kamu saja."

"Krisna. Krisna Syifa," ujar Krisna sambil menerima uluran tangan Bam yang masih mengantung di udara yang sudah agak tetasa pegal.

"Soal yang tadi. Saya pikir kamu akan malu kalau saya melihat kamu dalam keadaan seperti itu. Makanya lampunya saya matikan," jelas Bam. Krisna jadi merasa bersalah karena sudah berpikir yang tidak-tidak soal pria itu.

"Oh, enggak! Saya yang harusnya meminta maaf, dan ... terimakasih untuk yang tadi."

"Tidak masalah," ucap Bam, "Sekarang kamu mau pulang? mau saya antar?" Bam bersiap untuk berdiri sambil menggapai kunci mobilnya yang terletak di meja, tapi Krisna dengan cepat menghentikannya.

"Enggak, Enggak!" Gadis itu menggoyangkan kedua tangannya di udara. "Saya rasa, saya sudah cukup banyak merepotkan kamu. Saya akan pulang sendiri saja."

"Baiklah kalau begitu." Bam menganggukkan kecil kepalanya, "saya antar sampai bawah."

***

"Terimakasih Tara ..." ujar Krisna sambil melemparkan sebuah senyuman ke arah pria di luar kaca mobil.

Bam menganggukkan kepalanya dengan bibir yang sedikit tersenyum. Sebuah senyuman yang sangat tipis dan terlihat canggung.

Kemudian kaca mobil tertutup seiring dengan membawa lajunya membelah jalanan kota yang masih tampak ramai, padahal sudah hampir tengah malam. Krisna melempar pandangannya ke luar jendela dengan tatapan kosong.

Malu, sakit, marah atau ... entahlah. Dia sendiri bahkan tak tahu kata apa yang tepat untuk menggambarkan perasaannya kini. Yang Krisna tahu, dia hanya berharap  hari ini cepat berlalu, dan esok semuanya akan hilang seolah tidak pernah terjadi apa pun.

Krisna baru saja tiba di sebuah rumah minimalis dengan gaya klasik yang di depannya terdapat banyak tanaman-tanaman hias itu, kala ponselnya berdenting, menandakan sebuah pesan masuk.

[Beb, aku sudah bisa meninggalkan Bandung besok pagi. See at Jakarta tomorrow, sayang.]

From: Bayu

Krisna menatapi pesan yang tertera di sana cukup lama. Dia senang akan bertemu Kekasihnya itu lagi setelah satu minggu, tapi banyak hal yang terjadi hari ini benar-benar membuat pikiran Krisna kacau.

[Bay, aku kesal dan sedih sekali hari ini]

[Delete]

Krisna menghembuskan napas berat. Dia melemparkan ponselnya ke atas sofa. Krisna tidak boleh membebani Bayu dengan masalahnya. Lagi pula, kalau Bayu tahu masalahnya dengan Pak Gio hari ini, Krisna yakin sekali kalau kekasihnya itu akan langsung menyuruh Krisna untuk berhenti dari pekerjaannya. Sungguh, dia lebih menginginkannya dibanding siapa pun. Namun bagaimana pun, Krisna sangat membutuhkan pekerjaan itu sekarang.

Membayangkan akan jadi setidak ramah apa suasana kantor besok saja sudah berhasil bikin gadis itu merinding. Satu-satunya hal yang membuatnya siap menerjang badai agar tetap bisa sampai ke neraka itu, tentu saja Karena besok Krisna gajian.

Ayolah ... Krisna butuh bertahan hidup.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status