Share

Kutukan di hidup Krisna

Pagi-pagi sekali Krisna bangun dan bersiap untuk berangkat ke kantornya. Semalam ia ketiduran tanpa sempat mengisi daya ponselnya sama sekali. Krisna berangkat menggunakan Bus. Padahal sebelum Bayu ditugaskan ke Bandung, mereka selalu berangkat dan pulang bersama setiap hari.

Tepat seperti dugaannya, hari ini lingkungan kantor terasa begitu memyeramkan. Semua orang-orang bebisik dan menatapi Krisna dengan tatapan aneh. Tentu saja, berita pasti menyebar dengan cepat. Krisna berusaha tetap tenang dan melangkahkan kakinya berani. Karena bagi Krisna, dia memang tidak bersalah. Dia benar-benar bukan pelakor, jadi tidak ada alasan untuk menundukkan kepala.

Gadis itu baru saja duduk di mejanya kala seorang wanita menghampiri gadis itu. Dia Binta--sekertaris pak Gio, sekaligus satu-satunya orang yang berhasil jadi teman Krisna selama dia berada di kantor ini.

"Krisna... kamu sudah ditunggu Pak Gio di ruangannya," ucap Binta dengan raut yang sulit Krisna artikan.

"Eh, ada apa?" tanya Krisna sambil berdiri dari duduknya. Tidak biasa-biasanya Pak Gio memanggilnya sepagi ini.

"Nggak tahu juga, deh, Na," jawab Binta sambil memaksakan seulas senyum yang aneh. Benar-benar tidak singkron dengan jawaban yang wanita berambut cokelat sepunggung itu berikan.

Krisna hanya menganggukkan kepalanya sambil mengekor ragu dengan perasaan yang mengaduk isi perutnya.

Mereka sudah tiba di depan pintu berukuran besar saat Binta menghentikan langkahnya, lantas menggenggam kedua tangan Krisna erat, dengan tatapan teduh yang begitu hangat. Mungkin dia menjadi satu-satunya orang di kantor ini yang tidak menatap Krisna dengan tatapan jijik.

"Na, kamu baik-baik aja?"

"It's okey, Nta. Aku baik-baik aja," jawab Krisna sambil tersenyum. Lebih tepatnya, dia sedang pura-pura terlihat baik-baik saja. "Aku hanya ... benar-benar nggak melakukannya. Kamu tahu itu."

Binta menepuk-nepuk kecil pundak Krisna, "tentu aku tahu itu, Na. Kamu temanku. Mereka nggak seharusnya ngelakuin ini sama kamu. Kalau butuh bantuan, kamu bisa cari aku, oke?"

Krisna tersenyum sambil mengangguk. Tatapan Binta seolah menjalarkan rasa hangat hingga ke dadanya.

Binta mengetuk pintu, sebelum membukanya dan berkata, "Pak, Krisna ada di sini."

"Baik Binta, persilahkan dia masuk."

Wanita itu memutar kenop, kemudian mempersilahkan Krisna masuk.

"Aku balik ke ruanganku, ya," Binta menepuk pundak Krisna sekilas sebelum meninggalkan gadis itu di sana.

Krisna melangkahkan kakinya masuk ke ruangan besar itu dengan degup jantung yang tak beraturan. "Bapak manggil saya?" tanyanya pada Pria yang tengah duduk sofa itu.

"Ya, Krisna, silahkan duduk."

Krisna mengangguk kemudian mengambil duduk di hadapan pria itu. Pak Gio masih dengan auranya yang membuat siapa saja setuju kalau kalau bosnya itu berkarisma. Usianya boleh hampir menginjak kepala empat. Tapi penampilannya selalu tampak berwibawa. Ia memiliki segalanya. Uang, kekayaan, jabatan, kehormatan, satu-satunya yang cacat dati pria itu adalah; ia tunduk di bawah kaki istrinya. Apa lagi asalannya kalau bukan semua aset yang dia miliki merupakan milik keluarga Mayang. Semua orang tahu itu.

"Jadi begini Krisna, untuk kesalahpahaman yang kemarin, saya minta maaf sekali dengan kamu," ujarnya tulus dengan wajah yang penuh perasaan bersalah. "Maafkan atas perlakuan istri saya juga."

"Tentu saja, Pak," jawab Krisna. "Tentu saja. Itu bukan masalah untuk saya."

Sebenarnya itu masalah besar untuk Krisna. Tapi setidaknya, dia harus menurunkan sedikit lagi harga dirinya agar bisa bertahan dengan pekerjaannya.

"Jadi begini..." Gio ragu mengatakannya. "Mulai hari ini kamu tidak bisa bekerja lagi di kantor ini. Ini surat pemecatan kamu. Kamu dipecat secara tidak hormat dan tidak mendapatkan pesangon." Ia menyerahkan sebuah amplop sambil menundukkan kepalanya, membuat Krisna tercengang seketika.

"Maksud Bapak apa!" Nada bicara gadis itu meninggi. "Apa salah saya, Pak? Bapak tidak bisa memberhentikan saya begitu saja."

"Maaf sekali Krisna. Tapi saya tidak punya pilihan lain. Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk melindungi semuanya."

Krisna berdiri dari duduknya kemudian kembali berteriak. "Apa yang berusaha Bapak lindungi? kehormatan keluarga bapak? harga diri istri bapak? perusahaan Bapak? atau selingkuhan bapak yang akhirnya membuat bapak mengkambing hitamkan saya, hah!"

Krisna kalut. dia benar-benar tidak habis pikir dengan hal gila ini. Kenapa orang lain dengan begitu kejamnya berusaha memotong dia hanya karena Krisna tidak punya apa pun. Dia tidak dapat menahan sesuatu yang hendak keluar dari kelopak matanya. Sekerika, butiran-butiran bening meluncur ke pipinya dengan bebas tanpa bisa Krisna hentikan.

"Krisna saya mohon jangan buat keributan. Kamu hanya akan semakin terluka jika kamu tetap bertahan di sini. Kamu gadis yang cerdas dan berpotensi. Perusahaan saya sangat rugi melepas kamu, tapi saya tidak punya pilihan lain. Saya mohon mengerti." Gio berusaha menenangkan Krisna, meski dia tahu kalimat apapun yang keluar dari mulutnya tetap tak akan mampu memperbaiki segalanya.

Krisna menghapus air matanya. Benar. Krisna masih bisa berkerja di tempat lain. Tidak ada gunanya bertahan di sini seperti pengemis yang hina.

Dia menatap pria di hadapannya dengan penuh kebencian. Mengambil amplop di meja tersebut, lalu meninggalkan ruangan itu begitu saja. Di sepanjang jalan Krisna menghapus air matanya dengan jari. Dia sama sekali tak ingin terlihat lemah dihadapan siapa pun. Krisna membereskan barang-barang di mejanya dan segera meninggalkan tempat itu.

***

Hari itu, Krisna tak menyia-nyiakan waktunya begitu saja. Dia segera pulang ke rumah dan mengambil sisa beberapa berkas CV, dan mulai membawa langkahnya ke beberapa perusahaan-perusahaan dengan semangat dan senyum cantik yang menghias wajahnya.

Namun, seiring dengan turunnya mentari ke barat kota, senyum di wajah Krisna pudar perlahan berbarengan dengan semangat yang tidak lagi mampu menopang kaki-kaki jenjangnya.

Krisna duduk di kursi sebuah taman mini tepi jalan, sambil memijat kecil betisnya yang terasa kebas. Dia lebih memilih berjalan kaki dengan sepatu ber-hak 10 cm itu, dari pada mengeluarkan uang barang satu rupiah saja, untuk menggunakan taxi guna menghemat pengeluaran.

Harusnya, besok adalah tenggat waktu pembayaran hutang mendiang Papa Krisna yang harus dia bayar. Namun, gajinya selama bekerja dua tahun di Winde Grup kemarin, sudah habis untuk membayar cicilan pinjaman yang Krisna gunakan untuk membayar kuliahnya. Tak ada gaji bulan ini, sama saja dengan menghilangkan kesempatan negosiasi dengan rentenir sakit jiwa yang terakhir kali datang, berhasil merampok semua tabungan yang dia miliki.

Selain merelakannya, Krisna bisa apa? Hutang 5 Miliyar, dan belum berserta bunganya itu terlalu besar untuk bisa dia lunasi. Jadi, terkadang Krisna membiarkan saja para lintah darat itu datang setiap bulan dan mengambil uang darinya, sebab, setelah itu Krisna memiliki waktu untuk bernapas ... atau setidaknya, semua itu masih lebih baik dari pada harus merelakan rumah peninggalan orang tuanya. Harta dan satu-satunya kenangan berharga yang Krisna miliki.

Ingatan Krisna terlempar pada tahun-tahun pertama sepeninggalan Mamanya. Wanita bak jelmaan malaikat yang Tuhan ambil dari hidup Krisna dalam sebuah insiden kecelakaan mobil. Mamanya menjadi satu-satunya orang yang tak berhasil selamat, menyisakan sebuah perasaan bersalah, dan luka teramat dalam di hati Papa.

Sepeninggal Mama, Papa Krisna mulai kehilangan arah hidupnya. Usahanya bangkrut karena semua uang habis digunakan berjudi. Krisna sama sekali tidak bisa melupakan bagaimana pria yang amat dia cintai itu berubah menjadi monster. Bagaimana Papanya selalu pulang larut dengan keadaan mabuk, dan menghajarnya habis-habisan. Menjadi orang yang seperti paling tersiksa dan kehilangan, tanpa memedulikan bahwa dia punya Krisna. Bahwa kehilangan Mama tak juga melukainya, tapi melukai Krisna dengan amat. 

Sampai suatu saat, Sebuah kecelakaan merenggut nyawa Papanya kala tahun terakhirnya duduk di bangku SMA. Haruskah dia sedih, karena satu-satunya keluarga dan tempat bergantung yang dia miliki lagi-lagi diambil darinya? Atau justru lega, sebab itu berarti manusia egois yang selalu menyakitinya lenyap? tapi satu hal yang Krisna tahu pasti, dia hanya tinggal sebatang kara.

Krisna menghembuskan napas panjang, mendongakkan kepalanya yang sempat menunduk, menatap sebuah gedung yang menjulang di hadapannya. Mahesa Mode, adalah tujuan terakhir dari lamaran kerjanya hari ini. Sebuah perusahaan yang masuk top 5 teratas di negri ini.

Krisna mulai berdiri dari duduknya, kemudian melangkahkan kaki memasuki loby gedung dengan 35 lantai tersebut. Mahesa Mode adalah impian semua orang. Kabarnya, mereka memiliki seorang direktur muda yang begitu kompeten.

Awalnya interview berjalan lancar dan baik-baik saja. Krisna berhasil memberikan jawaban yang cukup membuat HDR itu terkesan. Gadis itu dapat melihat peluang yang cukup besar, sebelum akhirnya seorang wanita memasuki ruangan tersebut, kemudian membisikkan sesuatu pada HRD bernama Henri tersebut. Henri memandang Krisna sekilas dengan tatapan yang sulit diartikan, lantas membuang napasnya berat sebelum berujar,

"Krisna, sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Ternyata posisi yang kamu lamar sudah tidak tersedia."

Persisi. Apa yang di ucapkan Henri barusan serupa dengan apa yang Krisna dengar dari para peng-interview sepanjang hari ini. Tentu saja, kalau boleh berprasangka buruk, Krisna yakin kalau ini semua adalah ulah Mayang. Dia tidak akan tinggal diam melihat dirinya sendiri dipermalukan. Padahal sudah jelas-jelas yang membuatnya seperti itu kan bukan Krisna. Krisna bahkan tidak tahu apa-apa dan tetap harus berakhir mengenaskan.

Sungguh, terlibat dengan masalah keluarga Bendrict adalah sebuah kutukan untuk hidup Krisna.

Gadis itu meninggalkan ruangan dengan langkah gontai dan perasaan kecewa yang menyesak dadanya. Krisna tak tahu lagi setelah ini harus melakukan apa.

Tanpa sadar, akibat kecerobohannya, pundak sebelah kiri Krisna menabrak seorang pria, hingga membuatnya menjatuhkan gelang yang terlepas tanpa sengaja. Krisna yang tidak menyadari itu hanya berbalik sekilas dan membungkukkan sedikit punggungnya, "maafkan aku," ucapnya tanpa menatap pria itu sama sekali. Kemudian sosoknya menghilang di persimpangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status