Share

NAFKAH DARI ADIK IPAR
NAFKAH DARI ADIK IPAR
Author: Yulistriani

Cemburu buta

[Mbak Intan, saya sudah transfer uang untuk jajan Gita, ya]

Pesan dari Fathan, adik dari almarhum Bayu--suaminya Intan.

[Terimakasih ya, Mas,]

Intan hanya mengirimkan ucapan terimakasih pada adik iparnya atas transferan uang sebesar 3 juta rupiah. Sudah tiga bulan ini Fathan selalu mengirimkan uang setiap bulan.

Meski adik ipar, namun Intan selalu menyebut Fathan 'mas' karena usianya lebih tua. Suaminya meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Ia menjadi korban tabrak lari dan orang yang menabraknya belum juga di ketahui hingga hampir satu tahun suaminya meninggal. 

Intan terdiam untuk beberapa saat sembari memperhatikan bukti transfer dari adik iparnya. Tak biasanya, Fathan yang semasa suaminya masih hidup adalah orang yang kurang dekat dengan kakaknya, tiba-tiba ia datang dan begitu perhatian pada Gita--keponakannya.

"Ma, Gita mau es krim," rengek Gita. Anak berusia 5 tahun itu membuyarkan lamunan Intan.

"Iya sayang, nanti sore beli es krim ya, sekarang mama masih banyak kerjaan," kata Intan lembut sembari mengelus pucuk kepala putrinya.

"Horeee ... biasanya mama gak bolehin Gita jajan, tapi sekarang mama sering beliin jajan, Gita seneng deh, mama dapat uang banyak ya dari Bu Aminah?" tanya Gita polos.

Intan bekerja sebagai buruh cuci di rumah Bu Aminah, orang terkaya di kampungnya. Namun Bu Aminah sering telat memberikan upah pada Intan sehingga ia begitu kekurangan, namun berkat pemberian adik iparnya beberapa bulan belakangan ia tak lagi kekurangan. Ia dan anaknya bisa makan dengan layak.

"Alhamdulillah, rezeki dari Allah nak," jawab Intan dengan senyum mengembang di bibirnya.

"Gita mau minta terus sama Allah, supaya Allah kasih mama uang yang banyak, biar Gita bisa makan enak terus," jawabnya sumringah.

Kebahagiaan terbesar dalam hidup Intan adalah melihat anaknya tersenyum bahagia. Selepas kepergian suaminya, Gita hampir jarang tersenyum. Apalagi kehidupan yang di rasa semakin susah.

***

Fathan senyum-senyum sendiri sembari melihat layar ponselnya. Dia bekerja di perusahaan bonafit dengan gaji tinggi. 

"Mas, minta uang dong!" Rena, istri Fathan menghampiri suaminya dengan tangan menengadah.

"Bukannya aku sudah kasih jatah kan mam?" tanya Fathan. Ekspresi wajahnya berubah seketika.

"Biasanya kamu kasih aku 15 juta, masa sekarang kamu cuma kasih aku 10 juta, ya gak cukup lah mas," ungkap istrinya dengan geram.

"Kan aku sudah bilang, aku berikan separuhnya buat jajan Gita, separuhnya lagi buat pegangan aku, masa uang segitu gak cukup?" tanya Fathan sembari menahan emosi.

"Gak cukup lah, buat perawatan aku, buat shopping, buat makan sama jajan Gea. Lagian ngapain sih kamu kasih Gita uang jajan sampe 3 juta? Kalau mau ngasih seratus ribu aja cukup kali. Atau jangan-jangan kamu naksir Intan ya?" tuduh Rena dengan mengacungkan telunjuk ke wajah suaminya.

"Kamu jangan ngada-ngada, gak usah ngomong aneh-aneh, seratus ribu cukup buat apa Rena? Lagian Gita itu ponakan aku, ponakan kandung aku, apalagi sekarang dia sudah yatim, apa aku salah menafkahinya?" tanya Fathan lagi.

Hatinya bergemuruh, ingin rasanya ia menampar istrinya yang selalu mengatur-atur hidupnya. Tapi dia masih waras sehingga tidak melakukan perbuatan kriminal itu.

"Mas. Bukannya dulu aja kamu gak peduli sama keluarga mereka? Kenapa sekarang kamu perhatian semenjak mas Bayu meninggal? Apa lagi alasan seorang laki-laki perhatian pada janda kalau bukan ada main. Aku curiga, jangan-jangan benar kata Bu Lastri kalau kamu ada main sama kakak ipar kamu itu?" 

Rena semakin tak bisa mengendalikan dirinya. Ia terus menuduh bahwa suaminya main belakang dengan kakak iparnya.

"Kamu dengar Rena! Gita itu anaknya mas Bayu, mas Bayu itu kakak kandung aku, itu artinya setelah dia gak ada, aku walinya Gita, aku yang harus menggantikan mas Bayu untuk menafkahi Gita sampai dia menikah nanti. Harus berapa kali aku jelaskan ini sama kamu, hah?" 

Fathan semakin geram mendengar tuduhan demi tuduhan dari istrinya. Padahal, sebelumnya ia sudah sering menjelaskan alasan ia memberikan uang bulanan untuk Intan, karena dia ibu dari keponakannya.

"Terserah kamu lah mas, yang pasti aku gak rela uang kamu di makan sama janda gatel dan anaknya itu," kelakar Rena.

"Cukup Rena! Cukup! Jangan pernah merendahkan Intan, dia bukan janda gatal, justru dia wanita yang bisa menjaga kehormatannya, baik suaminya masih ada ataupun setelah ia sekarang menjadi janda," Fathan tak terima mendengar kakak iparnya di hina.

"Pokoknya, aku mau ambil lagi uang yang kamu kasih sama Intan, mending buat jajan Gea dari pada buat orang miskin itu," hardik Rena sembari melangkah keluar.

"Harusnya kamu bersyukur karena aku masih mau menafkahi anak kamu yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawabku, tapi kenapa kamu justru mempermasalahkan uang yang aku beri pada orang yang seharusnya menjadi tanggung jawabku?" teriak Fathan. 

Lelaki itu sudah tak tahan lagi untuk mengungkapkan isi hatinya. Rena menghentikan langkahnya, lalu berbalik arah dan menatap tajam suaminya, tangannya mengepal sehingga urat-urat tangannya menonjol.

***

"Bu, beli es krim, beras lima liter, minyak dua liter, sama gas ya," ucap Intan sembari menaruh gas yang kosong di deretan tabung gas berwarna hijau.

"Tumben kamu belanja banyak Tan? Sekarang juga gak pernah hutang di warung saya?" tanya Bu Ita, sembari menyiapkan barang belanjaan Intan.

"Alhamdulillah Bu, Allah kasih rezeki buat Gita," jawab Intan sembari tersenyum. 

Bu Lastri yang kebetulan sedang belanja juga ikut menimpali.

"Bu Ita emang gak tau, si Intan kan sekarang jadi simpanan adik iparnya," celetuk Bu Lastri si mulut pedas.

"Astaghfirullah Bu, jangan fitnah ya, mas Fathan memang memberikan uang jajan untuk Gita, tapi semua murni karena dia pamannya Gita, bukan karena ada hubungan sama aku," balas Intan. Ia tak terima dengan omong kosong Bu Lastri.

"Alah, mana ada maling ngaku, kayak gak ada lelaki lain aja harus main sama adik ipar sendiri. Kalau pak Bayu masih ada, pasti dia nyesel nikahin wanita murahan kayak kamu Tan," ejek Bu Lastri lagi.

"Terserah ibu mau ngomong apa, percuma saya ngomong sama orang yang benci, saya akan selalu salah di matanya," balas Intan sembari membawa barang belanjaannya.

Baru saja intan keluar dari warung Bu Ita beberapa langkah. Rena datang dan langsung menjambak hijab yang di kenakan intan hingga rambutnya terlihat.

"Dasar janda genit, sini kembalikan uang suami saya," hardik Rena dengan tangan menjambak rambut Intan.

"Lepasin Rena, sakit ... aurat aku kemana-mana, aku malu!" jerit Intan sembari berusaha melepaskan cengkraman tangan istri adik iparnya.

"Alah sok alim lo pake nutup-nutup aurat segala, dasar j*l*ng syar'i," hardik Rena. Tangannya menarik rambut Intan semakin kuat.

Mendengar keributan, warga yang di dominasi ibu-ibu berkerumun. Namun, tak ada satupun orang yang berusaha melerai. Mereka justru memvideo kejadian itu lalu dijadikan siaran langsung di sosial medianya.

"Mama ...." teriak Gita yang kebetulan melihat ibunya sedang berkelahi.

Namun cengkaraman Rena di rambut Intan justru semakin kuat. Intan terpaksa menjambak rambut Rena sebagai pembalasan. Ia melirik sekilas ke arah anaknya, tapi ia tak bisa lepas dari Rena.

"Sudah ... sudah ... ada apa ini? Hentikan! Hentikan!" sela pak RT. Mendengar suara pak RT Rena segera melepaskan cengkraman tangannya di rambut Intan, lalu mendorong Intan hingga terjatuh.

"Aww ...." jerit Intan, tangannya berdarah akibat gesekan dengan tanah.

"Mama ...." Gita berlari dengan air mata berurai, ia memeluk ibunya yang menjadi tontonan warga.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status