Share

IV. The Re-Research

last update Last Updated: 2024-02-06 21:23:49

Sementara itu di luar ruang makan, Hana mondar mandir di koridor, khawatir akan hal buruk terjadi pada temannya yang sedang berbincang dengan Sir Edric. Will juga sedang jongkok di pinggir koridor sembari menekuri ponselnya, menunggu kesempatan untuk berbicara dengan Sir Edric. Salah satu pelayan sedang berjaga didepan pintu masuk ruang makan, mencegah orang lain masuk dan mengganggu perbincangan Elly dan Sir Edric, juga mencegah agar Will dan Hana bertengkar lagi.

"Temanmu disetubuhi!" ledek Will yang masih sibuk dengan ponselnya.

Hana terbelalak, wajahnya berubah berang setelah mendengar hinaan Will pada temannya. "Apa maksud perkataan menjijikkanmu itu!" sergah Hana yang seketika berhenti mondar – mandir.

"Setiap orang punya cara sendiri untuk berdamai, dan mungkin ayahku memilih berdamai dengan cara menggagahi temanmu. Konglomerat biasa begitu," duga Will asal - asalan.

Muak dengan perlakuan Will di Houndshill dan perkataannya saat ini terhadap Elly, Hana menderap kehadapan Will, berdiri tepat di hadapan sembari menatapnya nanar. "Sahabatku masih terlalu suci untuk mengamini perkataan dari mulut sampahmu itu! Lebih baik kau pergi dan benahi perusahaan ayahmu!" cerca Hana sekaligus meledeknya.

Will yang tidak mau kalah berdiri dari jongkoknya, berhadapan dengan Hana dengan tatapan penuh nanar dan penuh akan amarah. "Yang kau maksud adalah perusahaanku! Berani - beraninya orang sepertimu berbicara tidak sopan padaku! Orang yang cocok jadi pembersih toilet tidak pantas berbicara seperti itu!" cerca balik Will dengan lantang.

Melihat tingkah kekanak - kanakan Will dan Hana, pelayan yang menjaga pintu dengan cepat mengambil inisiatif menengahi keduanya. "Tuan dan Nona! Maaf jika lancang, namun pertemuan  Sir Edric bisa terganggu karena suara pertikaian kalian. Akhiri pertengkaran kalian atau aku terpaksa mengambil tindakan tegas!" ancam si pelayan, membuat keduanya terdiam meski masih saling bertukar pandangan tajam.

Tak lama pintu ruang makan terbuka, di tengah konflik antara Hana dan Will, Sir Edric keluar dari ruang makan diikuti oleh Elly yang berjalan sembari meraba sekitar dengan Tongkat tunanetra-nya,.

"Kau sudah selesai pak tua?" tanya Will.

Sir Edric menghela napas mendengar putranya meledek. "Kata tepat yang kau maksud mungkin 'ayah', Wilfred. Dan aku ingin berbicara empat mata denganmu,” tegasnya. “David! antar nona - nona ini pulang, urusanku dengan mereka sudah selesai, untuk hari ini" perintahnya pada pelayannya.

"Umm! Eh! Maaf! Jangan pakai helikopter lagi ya kalau bisa, Tuan," imbuh Hana yang tidak mau Elly panik lagi.

"Kami permisi dulu, Sir Edric, terima kasih atas jamuannya hari ini," pamit Elly sopan.

Pelayan yang menjaga pintu tadi menuntun Elly dan Hana meninggalkan Mansion, menyisakan Sir Edric dan Will di depan pintu masuk ruang makan.  "Sudah? Begitu saja? Kau biarkan mereka pulang setelah apa yang terjadi pada perusahaanku!?" sergah Will berang.

"Seluruh anak perusahaan masih dibawah kekuasaan Thorn Enterprise, yang artinya masih akulah yang memegang kendali atas semua aset yang kau punya, tidak terkecuali perusahaanmu. Eleanor dan temannya berada di dalam pengawasanku. Maka, kau sebaiknya tinggalkan mereka dan mulai perbaiki kesalahan yang kau buat. Bukan kau yang bicara di hadapan media, bukan?" tandas Sir Edric yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Will dengan wajah masam tidak terima.

***

Dua hari setelah pertemuannya dengan Sir Edric, Elly lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam apartemen kecil tempat tinggalnya. Tanktop abu dan celana pendeknya terlihat begitu lusuh akan noda keringat, pertanda Elly belum sekalipun keluar dari kamarnya.

Elly duduk bersila, menekuri laptop yang menjadi satu- satunya sumber cahaya di kamarnya. Ditemani dengan banyak buku terbuka dan kertas - kertas berserakan di sekitar tempat tidur, kertas-kertas yang tak lain adalah dokumen pemberian Sir Edric, yang terus di raba dengan jemari tonjolan tulisan braile-nya.

Laptop yang di gunakan Elly sudah dilengkapi dengan pembaca layar, memudahkan ia yang tidak bisa melihat untuk mendengarkan apa yang ia ketikkan serta apa yang ditampilkan pada layar laptopnya. Lima belas kaleng kopi kosong di atas nakas dan di bawah kasur menjadi tanda lamanya waktu yang dihabiskan Elly untuk tetap terjaga mempelajari berkas pemberian Sir Edric.

"Peperangan antara kerajaan Dal Riata dari bangsa Gael dengan kerajaan bangsa Pict menemui akhir pada abad ke-sembilan. Baik bangsa Gael dan Pict menyepakati bahwa kesatuan kekuasaan setelah perdamaian kedua bangsa berdiri di bawah naungan Raja Caustantin dari bangsa Pict. Bersatunya dua bangsa ini membantuk negara baru yang hingga saat ini dikenal sebagai Skotlandia."

Dengan seksama, Elly meraba jemari pada salah satu lembar kertas di genggamannya, sembari mendengarkan informasi ensiklopedia digital yang dipaparkan melalui suara pembaca layarnya. Haus, Elly meraba ke arah nakas untuk meneguk kopi kalengan, namun tidak ada satu kalengpun yang berisi.

Tidak lama berselang, terdengar suara ketukan dari arah pintu masuk apartemen Elly. "Hey Siri, pukul berapa sekarang?" tanya Elly pada Homepod di nakasnya. 

"Sekarang sudah pukul 08:00 malam waktu setempat."

Elly tertunduk dan mengernyitkan dahi mendengar informasi yang disampaikan dari Homepod-nya, tersadar akan berapa lama waktu yang di habiskan hanya di dalam kamar apartemen. "Bloody hell," umpat Elly.

Suara ketukan pintu terdengar berulang - ulang, memaksa Elly menghentikan aktifitasnya untuk sementara.  Elly turun dari kasur dan tidak sengaja menendang kaleng - kaleng kosong. Dengan sempoyongan ia berjalan keluar kamar, sembari meraba dinding yang menuntun langkahnya menuju pintu masuk apartemennya.  Ketika Elly berhasil sampai di pintu masuk, ia membuka pintu, dimana seorang wanita tua sudah berdiri tepat di depan apartemennya, dengan wajah yang menggurat risau.

"Selamat malam, Elly," sapa wanita tua.

"Halo, Nyonya Margaret," sambut Elly yang mengenal suara wanita itu.

Lamat-lamat wanita tua itu memandangi sekujur tubuh Elly, hingga ia di kagetkan oleh betapa memprihatinkan kondisi gadis di hadapannya. "Oh! My! Apa yang terjadi padamu anakku?"  tanya si wanita tua kaget melihat wajah pucat Elly.

"Aku ... tidak apa, Nyonya, hanya sedikit tidak enak badan," kilah Elly berusaha menahan lelah.

"Tidak! Bibirmu pucat dan kau terlihat seperti mendiang suamiku di pemakamannya! Kapan terakhir kali kau makan Elly? Tidak! Kapan terakhir kali kau tidur? Kau terlihat begitu mengkhawatirkan, Nak," tanya Margaret khawatir.

"A-Aku ... ba-baik-baik sa-saja... ha-hanya bu-butuh se-sedikit."

Suara Elly bahkan terdengar parau serta napasnya sudah terkesan berat. Karena kehabisan tenaga, Elly terkulai lemas tidak sadarkan diri di hadapan Margaret, membuatnya terkaget histeris melihat Elly terbaring tiba-tiba.

"Oh! Lord!" seru Margaret.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXXI. Buried Unity [END]

    Sejatinya, perjalanan dari Roma menuju Sirakusa terbilang sangat jauh jika mengambil jalur darat. Ada empat kota yang harus dilewati sebelum mencapai Sirakusa, yakni Napoli, Benevento dan Catania. Membuat waktu perjalanan dapat diperkirakan menjadi 10 jam lamanya. Namun, berkat helikopter MI5, rombongan Pascal hanya perlu menempuh waktu 1 jam perjalanan, hanya butuh terbang dengan memotong jalur melewati garis Laut Tirenia. Katakomba San Giovanni. Sebuah kapel bersejarah yang terbangun diantara susunan batu alam. Kesan kuno serta dilengkapi ukiran-ukiran fresko yang semakin memudar, merupakan pelengkap setiap dinding-dinding dan pilar-pilar fondasi area pemakaman. Tampak luarnya tak beda dengan arsitektur kapel dan gereja pada umumnya, hanya kesan kuno serta sarat sejarah yang membedakannya. Setidaknya, itulah tampak sekilas dari atas tanah. Terkesan tak begitu mencolok sebagai salah satu situs bersejarah, bahkan disekitaran area kapel masih dapat dijumpai bengunan-bangunan pemukiman

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXX. The Chronicles of Magna Graecia

    Vilfredo membawa rombongan Pascal ke ruang kerja pribadinya, yang terletak di lantai dua Museum Capitolini. Tak seperti ruang kerja pribadi pada umumnya, terdapat bentang tiga rak melengkun setinggi dua meter di belakang meja kerja Vilfredo. Tak hanya itu beberapa sisi ruangan juga dipenuhi beragam pajangan artefak-artefak bersejarah. Seperti lukisan langka milik Caravaggio, Titian serta pahatan patung dari Praksiteles dan Skopas. Seluruh rombongan Pascal menyusuri ruang kerja seluas 30 meter persegi itu. Dona mengambil salah satu buku dari rak lengkung dan memperhatikan sampul beserta isinya, membaca buku berjudul 'The Romans: From Village to Empire' karya Mary T. Boatwright. Pascal tengah memperhatikan salah satu lukisan yang terpanjang di dinding, lamat-lamat memandangi karya berjudul Assumption of the Virgin oleh Carvaggio, lukisan yang menggambarkan Kenaikan Perawan Maria ke Surga, dengan komposisi yang dramatis dan penggunaan warna yang luar biasa. Sementara Hana bergedik jiji

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXIX. The Eternal City

    Karena memutuskan untuk menuruti permintaan Elly, penerbangan yang seharusnya hanya memakan waktu 1 jam saja menuju london kini berlangsung lebih lama. Deru mesin helikopter yang begitu bising berangsur memudar seiring berjalannya waktu penerbangan, terkesan lebih menenangkan. Elly bahkan sampai tertidur, duduk di bangku panjang helikopter namun kepalanya bersandar di atas brankar, tepatnya menyandari perut Will yang juga sudah terlelap di atas tempat tidurnya. Will tertidur nyenyak, dengan posisi tangan kanan yang menapak di atas kepala Elly. Begitu juga dengan Hana, hanyut terbawa kantuk setelah penerbangan hampir berlangsung selama dua jam. Terlelap begitu nyenyak dengan berbaring di atas bangku panjang helikopter. Berbeda halnya dengan Pascal dan Dona yang masih terjaga, di bangku panjang seberang Hana, keduanya tengah fokus memperhatikan tampilan satelit peta digital di layar tablet pintar. Seraya berdiskusi untuk mempersiapkan lokasi pendaratan. "Hmmm.. Susunan komplek museum

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXVIII. To Get One Step Ahead

    Sayang, momen-momen meramu asmara dalam cumbuan terpaksa berhenti, tatkala ko-pilot helikopter menjulurkan radio genggam ke belakang. "Sir Wilfred, Dame Eleanor. Letnan Pascal ingin bicara dengan kalian," potongnya. Sontak, Will dan Elly yang tadinya hanyut dalam pagutan secara bersamaan menjauhkan badan, melepas dekapan setelah mendengar panggilan ko-pilot. Elly begitu tersipu setelah menghabiskan menit-menit singkat untuk mencumbu Will, kepalanya tertunduk, hendak menyembunyikan wajah memerah dari Will. Sementara Will merangkak di atas brankar, meraih radio genggam dari tangan ko-pilot lalu mendekatkannya ke mulut. "Ya, Pascal? Ada apa?" tanya Will. "Ah! Wilfred. Kau sudah bangun ternyata. Baru saja aku ingin menanyakan keadanmu pada Dame Eleanor. Kau sudah merasa lebih baik sekarang?""Begitulah. Dada dan perutku masih terasa berdenyut, sesekali aku juga kesulitan bernafas. Tapi selebihnya, tubuhku sudah mulai bisa digerakkan seperti sedia kala," ujar Will, seraya meregangkan ba

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXVII. For The Greater Good

    "Nyonya R. Nyonya R. Bangunlah. Aku butuh bantuanmu."Greta yang tadinya terlelap kini berubah tak tenang, ia yang mendudukkan badan di atas matras putih, kini sedang mengguncang pelan tubuh Revna, yang terlelap bersama Greta di matras yang sama, tidur dengan posisi membelakangi gadis kecil itu. Setelah beberapa kali tubuhnya diguncang oleh tangan mungil Greta, Revna yang semula tertidur nyenyak kini memicing mata, guncangan pelan Greta seketika menarik kembali kesadarannya. Revna meregangkan badan seraya mengusap mata sayup setelah terbangun, sebelum kemudian ia mendudukkan badan perlahan, lalu berbalik menghadap Greta, yang terlihat memasang wajah murung. Sadar Greta telah terbangun, Revna lekas menangkup pipi kiri Greta seraya mengusap lembut dengan jemari. "Ada apa, Greta? Mengapa kau terlihat gelisah sekali?" tanya Revna lemas. "Anu. Apa perbanku sudah boleh dibuka, Nyonya R? Ini terasa sangat gatal. Aku tidak tahan," pinta Greta lirih, seraya memangku kepal kedua tangan, yang

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXVI. Who Deserve The Most

    Malam semakin larut, para pengungsi lanjut beristirahat setelah menikmati kari daging sederhana, kemah pengungsian sudah tak se-riuh sebelumnya, para pengungsi termasuk Greta telah kembali ke tenda masing-masing, menyudahi hari untuk menyambut hari berikutnya, sambil terus berharap agar situasi berat ini segera usai.Di saat semua pengungsi beristirahat, lain halnya di tenda utama. Diaz dan Andrew berjongkok di samping kiri dan kanan Clansman PRC-320, memperhatikan seorang lansia yang tengah fokus memutar tuas bundar frekuensi, pria tua berpakaian kemeja putih lengan panjang terbalut mantel wol abu, serta memiliki rambut pendek serba putih, yang tak lain adalah Pak Tua Sam. "Padahal sudah dari tadi sore kau kusuruh memanggil Pak Tua Sam, kenapa kau baru membawanya setelah makan malam, Diaz!?" sungun Andrew kesal. "Si Tua ini tidur di tendanya! Kau tahu sendiri jika dia sudah tidur akan sesulit apa dibangunkan! Dia hanya akan bangun jika mendengar suara baku tembak!" timpal Diaz. "L

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXV. Similar, But Different

    Lembayung senja berganti menjadi rembang petang, langit berangsur temaram, menandakan hari hampir menyambut malam. Rembang petang menjadi pertanda datangnya waktu makan malam bagi para pengungsi Armargh, dimana kini puluhan pengungsi berbondong-bondong mendatangi pelataran tenda hijau. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, bahkan juga lansia, membawa masing-masing piring, berkerumun mengelilingi kuali besar yang dipanaskan oleh kayu bakar, menunggu Kari matang. Petinggi Maze seperti Lloyd, Andrew dan Peter bertugas mengatur kerumunan pengungsi, agar tak berada terlalu dekat dengan kuali selama Revna, Elly serta beberapa pengungsi wanita yang tengah menyiapkan makan malam.Sebuah meja panjang kayu berdiri di samping kuali, tempat Revna, Elly serta dua orang pengungsi wanita tengah sibuk meracik bahan-bahan Kari. Revna dan satu pengungsi wanita terlihat tengah memarinasi daging di dalam sebuah loyang besar, mengaduk dan memijat lembut potongan-potongan daging agar bumbu seperti gara

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXIV. The Involvement of Another Nation

    "Kalian boleh buka lagi catatanku dan jurnal Ayah. Aku ingat sekali sempat beberapa kali menulis kata Magna Graecia saat tengah menyalin," pinta Elly. Mendengar Elly, Revna kembali membuka dua jurnal milik Johan, meletaknya secara bersamping-sampingan seraya membalikkan halaman dengan seksama, mencari kata Magna Graecia di dalam jurnal untuk memastikan prakiraan putrinya. Sama halnya dengan Andrew, ia kembali membuka catatan Elly, juga mencari kata Magna Graecia. Setelah beberapa saat membalik susun halaman serta memindai catatan, baik Revna dan Andrew berhasil menemukan kata Magna Graecia di jurnal Johan dan catatan Elly, tersemat diantara beberapa baris paragraf. "Tahun Tujuh Ratus Lima Puluh Delapan. Kapal besar yang membawa rombongan Misionaris Magna Graecia tiba di Pulau Iona. Kedatangan mereka tak disambut baik karena ajaran yang dibawa berlawanan dengan paham Gereja Iona," Andrew membacakan salah satu paragraf di catatan Elly, seraya mengernyit heran karena penjelasan paragr

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXIII. New Hint From The Begining

    Diaz bergegas keluar dari tenda, berniat memanggil Pak Tua Sam untuk membantu pencarian sinya komunikasi tepat terhadap militer Britania. Namun sesaat setelah ia melewati pintu tirai, Diaz mendapati Lloyd di pelataran tenda, yang tengah duduk merebah diatas sebuah kursi malas, memandang murung semburat kemerahan mentari sembari meneguk sebotol bir.Menyadari kedatangan Diaz, Lloyd mengambil satu botor bir yang terletak di samping kursi malas, lalu menyodorkannya pada Diaz, namun tatapannya masih terarah pada angkasa. "Kalau aku jadi kau, takkan kupenuhi permintaan gadis muda itu untuk menghubungi MI5 dan MI6. We've through a lot in here. Mayoritas pengungsi adalah warga Irlandia. Kau tak ingin mengubah kemah pengungsian yang tenang ini menjadi ricuh saat para cecunguk Kerajaan itu datang, bukan?" himbau Lloyd. Tidaknya menerima tawaran bir dari Lloyd, Diaz malah melipat tangan, mengabaikan sodoran bir. Ia sadar bahwa Lloyd sedari tadi mendengar perbincangan di dalam tenda. "What's wr

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status