Share

IV. The Re-Research

Sementara itu di luar ruang makan, Hana mondar mandir di koridor, khawatir akan hal buruk terjadi pada temannya yang sedang berbincang dengan Sir Edric. Will juga sedang jongkok di pinggir koridor sembari menekuri ponselnya, menunggu kesempatan untuk berbicara dengan Sir Edric. Salah satu pelayan sedang berjaga didepan pintu masuk ruang makan, mencegah orang lain masuk dan mengganggu perbincangan Elly dan Sir Edric, juga mencegah agar Will dan Hana bertengkar lagi.

"Temanmu disetubuhi!" ledek Will yang masih sibuk dengan ponselnya.

Hana terbelalak, wajahnya berubah berang setelah mendengar hinaan Will pada temannya. "Apa maksud perkataan menjijikkanmu itu!" sergah Hana yang seketika berhenti mondar – mandir.

"Setiap orang punya cara sendiri untuk berdamai, dan mungkin ayahku memilih berdamai dengan cara menggagahi temanmu. Konglomerat biasa begitu," duga Will asal - asalan.

Muak dengan perlakuan Will di Houndshill dan perkataannya saat ini terhadap Elly, Hana menderap kehadapan Will, berdiri tepat di hadapan sembari menatapnya nanar. "Sahabatku masih terlalu suci untuk mengamini perkataan dari mulut sampahmu itu! Lebih baik kau pergi dan benahi perusahaan ayahmu!" cerca Hana sekaligus meledeknya.

Will yang tidak mau kalah berdiri dari jongkoknya, berhadapan dengan Hana dengan tatapan penuh nanar dan penuh akan amarah. "Yang kau maksud adalah perusahaanku! Berani - beraninya orang sepertimu berbicara tidak sopan padaku! Orang yang cocok jadi pembersih toilet tidak pantas berbicara seperti itu!" cerca balik Will dengan lantang.

Melihat tingkah kekanak - kanakan Will dan Hana, pelayan yang menjaga pintu dengan cepat mengambil inisiatif menengahi keduanya. "Tuan dan Nona! Maaf jika lancang, namun pertemuan  Sir Edric bisa terganggu karena suara pertikaian kalian. Akhiri pertengkaran kalian atau aku terpaksa mengambil tindakan tegas!" ancam si pelayan, membuat keduanya terdiam meski masih saling bertukar pandangan tajam.

Tak lama pintu ruang makan terbuka, di tengah konflik antara Hana dan Will, Sir Edric keluar dari ruang makan diikuti oleh Elly yang berjalan sembari meraba sekitar dengan Tongkat tunanetra-nya,.

"Kau sudah selesai pak tua?" tanya Will.

Sir Edric menghela napas mendengar putranya meledek. "Kata tepat yang kau maksud mungkin 'ayah', Wilfred. Dan aku ingin berbicara empat mata denganmu,” tegasnya. “David! antar nona - nona ini pulang, urusanku dengan mereka sudah selesai, untuk hari ini" perintahnya pada pelayannya.

"Umm! Eh! Maaf! Jangan pakai helikopter lagi ya kalau bisa, Tuan," imbuh Hana yang tidak mau Elly panik lagi.

"Kami permisi dulu, Sir Edric, terima kasih atas jamuannya hari ini," pamit Elly sopan.

Pelayan yang menjaga pintu tadi menuntun Elly dan Hana meninggalkan Mansion, menyisakan Sir Edric dan Will di depan pintu masuk ruang makan.  "Sudah? Begitu saja? Kau biarkan mereka pulang setelah apa yang terjadi pada perusahaanku!?" sergah Will berang.

"Seluruh anak perusahaan masih dibawah kekuasaan Thorn Enterprise, yang artinya masih akulah yang memegang kendali atas semua aset yang kau punya, tidak terkecuali perusahaanmu. Eleanor dan temannya berada di dalam pengawasanku. Maka, kau sebaiknya tinggalkan mereka dan mulai perbaiki kesalahan yang kau buat. Bukan kau yang bicara di hadapan media, bukan?" tandas Sir Edric yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Will dengan wajah masam tidak terima.

***

Dua hari setelah pertemuannya dengan Sir Edric, Elly lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam apartemen kecil tempat tinggalnya. Tanktop abu dan celana pendeknya terlihat begitu lusuh akan noda keringat, pertanda Elly belum sekalipun keluar dari kamarnya.

Elly duduk bersila, menekuri laptop yang menjadi satu- satunya sumber cahaya di kamarnya. Ditemani dengan banyak buku terbuka dan kertas - kertas berserakan di sekitar tempat tidur, kertas-kertas yang tak lain adalah dokumen pemberian Sir Edric, yang terus di raba dengan jemari tonjolan tulisan braile-nya.

Laptop yang di gunakan Elly sudah dilengkapi dengan pembaca layar, memudahkan ia yang tidak bisa melihat untuk mendengarkan apa yang ia ketikkan serta apa yang ditampilkan pada layar laptopnya. Lima belas kaleng kopi kosong di atas nakas dan di bawah kasur menjadi tanda lamanya waktu yang dihabiskan Elly untuk tetap terjaga mempelajari berkas pemberian Sir Edric.

"Peperangan antara kerajaan Dal Riata dari bangsa Gael dengan kerajaan bangsa Pict menemui akhir pada abad ke-sembilan. Baik bangsa Gael dan Pict menyepakati bahwa kesatuan kekuasaan setelah perdamaian kedua bangsa berdiri di bawah naungan Raja Caustantin dari bangsa Pict. Bersatunya dua bangsa ini membantuk negara baru yang hingga saat ini dikenal sebagai Skotlandia."

Dengan seksama, Elly meraba jemari pada salah satu lembar kertas di genggamannya, sembari mendengarkan informasi ensiklopedia digital yang dipaparkan melalui suara pembaca layarnya. Haus, Elly meraba ke arah nakas untuk meneguk kopi kalengan, namun tidak ada satu kalengpun yang berisi.

Tidak lama berselang, terdengar suara ketukan dari arah pintu masuk apartemen Elly. "Hey Siri, pukul berapa sekarang?" tanya Elly pada Homepod di nakasnya. 

"Sekarang sudah pukul 08:00 malam waktu setempat."

Elly tertunduk dan mengernyitkan dahi mendengar informasi yang disampaikan dari Homepod-nya, tersadar akan berapa lama waktu yang di habiskan hanya di dalam kamar apartemen. "Bloody hell," umpat Elly.

Suara ketukan pintu terdengar berulang - ulang, memaksa Elly menghentikan aktifitasnya untuk sementara.  Elly turun dari kasur dan tidak sengaja menendang kaleng - kaleng kosong. Dengan sempoyongan ia berjalan keluar kamar, sembari meraba dinding yang menuntun langkahnya menuju pintu masuk apartemennya.  Ketika Elly berhasil sampai di pintu masuk, ia membuka pintu, dimana seorang wanita tua sudah berdiri tepat di depan apartemennya, dengan wajah yang menggurat risau.

"Selamat malam, Elly," sapa wanita tua.

"Halo, Nyonya Margaret," sambut Elly yang mengenal suara wanita itu.

Lamat-lamat wanita tua itu memandangi sekujur tubuh Elly, hingga ia di kagetkan oleh betapa memprihatinkan kondisi gadis di hadapannya. "Oh! My! Apa yang terjadi padamu anakku?"  tanya si wanita tua kaget melihat wajah pucat Elly.

"Aku ... tidak apa, Nyonya, hanya sedikit tidak enak badan," kilah Elly berusaha menahan lelah.

"Tidak! Bibirmu pucat dan kau terlihat seperti mendiang suamiku di pemakamannya! Kapan terakhir kali kau makan Elly? Tidak! Kapan terakhir kali kau tidur? Kau terlihat begitu mengkhawatirkan, Nak," tanya Margaret khawatir.

"A-Aku ... ba-baik-baik sa-saja... ha-hanya bu-butuh se-sedikit."

Suara Elly bahkan terdengar parau serta napasnya sudah terkesan berat. Karena kehabisan tenaga, Elly terkulai lemas tidak sadarkan diri di hadapan Margaret, membuatnya terkaget histeris melihat Elly terbaring tiba-tiba.

"Oh! Lord!" seru Margaret.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status