Home / Historical / NOISES : Treasure of North Britain / III. Rough Task Along With Fine Dining

Share

III. Rough Task Along With Fine Dining

last update Last Updated: 2024-02-06 21:15:11

Meski sudah diberi headset untuk meredam suara mesin helikopter di tengah penerbangan, Elly masih gemetaran sambil memeluk erat Hana. Hana yang melihat temannya panik tidak bisa berhenti khawatir, terus mengelus kepala Elly untuk menenangkannya.

"Elly? Elly? Hei kau dengar aku?" tanya Hana yang memastikan komunikasi antar headset dengan Elly berjalan baik.

"Ke-ke-kecilkan suaramu, Hana," rintih Elly gemetar.

Awak helikopter yang menjemput mereka tadi terheran melihat Elly yang begitu paniknya hanya karena mendengar suara mesin helikopter. "Maaf jika lancang, boleh aku tahu apa yang terjadi pada teman anda?" tanyanya.

"Pendengarannya sensitif, ia sering panik ketika mendengar suara - suara keras," jelas Hana. Mendengar penjelasan Hana, si awak hanya mengangguk paham tanpa bertanya lebih lanjut, takut salah bicara.

Setelah menjalani sekitar dua puluh menit penerbangan, akhirnya tujuan pendaratan helikopter sudah mulai terlihat. "Bersiaplah, Nona-nona, sebentar lagi kita akan mendarat," ujar orang suruhan Sir Edric sembari melihat kedepan, memastikan lokasi pendaratan.

Sebuah Mansion megah berlantai tiga serta halaman yang lebih luas dari ukuran Mansion itu sendiri sudah terlihat. Taman bunga besar memenuhi area samping halaman dan air mancur raksasa berdiri anggun nan megah di tengah halaman.

Helikopter yang membawa Hana dan Elly bersiap mendarat di landasan pesawat pribadi, yang terletak di balik dinding pembatas beton di belakang Mansion menghadap lautan, dimana terlihat empat helikopter dan dua jet pribadi terparkir rapi.

Helikopter berhasil mendarat, dengan berhati hati awak helikopter memandu Hana dan Elly turun dari helikopter. Tak jauh dari lokasi pendaratan sudah ada mobil Mercedes Benz lengkap dengan supirnya. "Orang kaya tidak tahu apa itu 'berjalan' ya?" dengus Hana.

"Sudahlah nikmati saja, jarang - jarang begini kan?" ujar Elly.

Hana menggandeng tangan Elly menuntun memasuki mobil, lalu diantar berkendara menuju Mansion yang jaraknya lumayan jauh dari lokasi pendaratan.

Setelah berkendara beberapa menit, bak tamu kehormatan Hana dan Elly disambut sopan oleh seorang pelayan wanita di pintu belakang Mansion setelah keduanya menuruni mobil. "Selamat datang di Mansion Arathorn, Tuan Besar menanti kedangan anda," sambut sopan si pelayan seraya mengangguk lembut.

Setelah menyambut Hana dan Elly, si pelayan memandu dengan berjalan paling depan diikuti oleh Hana dan Elly yang berjalan sambil meraba sekitar dengan White Cane nya. Tibanya didalam Mansion mereka disambut dengan ruangan luas yang tersambung ke pintu masuk dihiasi barang - barang klasik dan lukisan yang terlihat mahal dari abad pertengahan.

"Tiga puluh, tiga puluh satu, tiga puluh dua, tiga puluh tiga," gumam Elly seiring berjalan menyusuri Mansion.

"Elly kau sedang apa?" tanya Hana heran.

"tiga puluh lima, tiga puluh enam. Menghitung langkah, kebiasaan jika tiba ditempat baru. Wajar bukan untuk orang buta sepertiku? Empat puluh satu, empat puluh dua," jawab Elly melanjutkan sembari fokus merabakan tongkat tunanetra ke sekitarnya.

Si pelayan berjalan kearah tangga, menaiki tangga yang menuju lantai dua, kemudian berjalan lagi ke salah satu pintu di koridor dan memasukinya. Di dalam ruangan itu terlihat empat pelayan pria berdiri disisi kanan dan kiri Sir Edric Arathorn yang duduk diujung meja makan besar.

Meja makan diisi oleh hidangan yang amat menggugah, bistik panggang dengan balutan saus spesial berwarna hijau kemerahan serta hiasan wortel disamping dan parsley diatasnya, sepiring besar kalkun panggangdisertai potongan limun yang ikut terpanggang di sampingnya dan tiga gelas jus jeruk tertuang rapi dalam gelas wine, lengkap dengan sedotan besi berkilauan. Semuanya adalah hidangan yang hanya bisa dibuat oleh koki kelas atas.

"Ah, datang juga tamuku, silahkan silahkan, anggap saja rumah sendiri. Kujamin, daging kalkun kami sangatlah nikmat," sambut Sir Edric ramah.

"Aku harap, ini rumahku sendiri," celetuk pelan Hana yang kaget mendapat pelayanan bak jamuan restoran bintang lima. 

Aroma masakan menyeruak, seketika merangsang indera penciuman Elly. "Aromanya enak," ujar Elly seraya mengendus lembut. 

Dua pelayan pria menarik kursi di sisi kanan meja makan, mempersilahkan Hana dan Elly untuk duduk dan menikmati jamuan. Tidak lupa kedua pelayan itu mengambil piring, garpu dan pisau bistik dari troli makanan lalu diletakkan rapi di hadapan Sir Edric dan tamunya. Selanjutnya, kedua pelayan itu mengambil pisau dapur dan garpu, dengan cekatan memotong kalkun dan bistik lalu ditaruh rapi diatas piring ketiganya.

"Terima kasih banyak, Pak," ujar Hana canggung pada pelayan yang barusan menaruh daging sapi dan kalkun di piringnya.

"Sudah tugasku, Nona," jawab pelayan sopan.

Sir Edric nampak sangat menikmati hidangannya, terutama saat menyantap daging dada kalkun diatas piringnya. Elly menyayat lembut daging sapi yang dihidangkan dan melahapnya perlahan, mencermati rasa makanan yang belum pernah ia rasa sebelumnya. Meski heran dan ingin menanyakan maksud undangan jamuan ini, Hana tetap dengan santai menikmati hidangan seperti yang lainnya, tidak ingin merusak suasana hangat jamuan.

"Semuanya sesuai selera anda Nona?" tanya pelayan pria pada Elly sembari membungkuk sopan.

"Owh! Ya!" jawab Elly tersentak.  "Emm, saus apa yang digunakan pada daging ini?" lanjutnya bertanya Elly.

"Salsa Verde dengan rebusan Penfold Grange Hermitage tahun 1951 dan Tiram Osaka yang dibakar bersama Truffle, Nona. Kami bisa ganti pakai saus lain jika anda tidak suka," jawab pelayan merinci.

"Oh tidak-tidak. Ini sempurna, terima kasih," sergah Elly menolak tawaran si pelayan.

"Aku baru tahu kalau Wine bisa dijadikan bahan masakan. Dan yang digunakan adalah yang tua. Sepiring makanan ini pasti lebih mahal dari uang sewa apartemenku 10 tahun,"  timpal Hana sembari melahap Bistik.

"Hari berat terasa lebih baik jika ditutup dengan hidangan nikmat, bukan begitu? Hahaha," celetuk Sir Edric, membuat Elly tersentak kecil mendengarnya, mengingat hari berat Sir Edric disebabkan olehnya.

Disaat semuanya tengah santai menikmati hidangan, Will mendorong kasar pintu masuk ruang makan dan berjalan dengan raut wajah marah, masih dengan pakaian dipenuhi noda Frappucino. "Apa maksudnya ini pak tua! Kenapa kau mengganggu pekerjaanku!?," tukas Will emosi.

"Pekerjaanmu? Kau keracunan apa Wilfred?" celetuk Sir Edric santai.

"Perempuan buta itu mengacaukan bisnisku! Harusnya aku yang selesaikan sendiri! Tidak perlu bantuanmu!" tukas Will lagi menunjuk Elly.

Hana berdiri mendengar kalimat tidak sopan Will terhadap Elly. "Hei jaga ucapanmu! Hargai keterbatasan temanku!" maki balik Hana.

Will berjalan berhadap muka dengan Hana. "Akan kubuat kau dan teman butamu itu menjilati sepatuku karena ulah kalian hari ini!" ancam WIll.

PLAKK!

Hana tertegun melihat Elly sudah berada disampingnya dan melayangkan tamparan keras kewajah Will. "Aku benci suara keras, terutama dari teriakan yang menyela temanku!" sergah Elly kesal.

"BAJINGAN!"

Will yang hendak menyerang balik Elly terhalang oleh salah satu pelayan yang dengan sigap menghadangnya menjauhi Elly.  "Awas kau! Tunggu aku diluar! Biar tahu kau siapa aku!" maki  Will meledak - ledak, meski tengah diseret paksa oleh pelayan untuk keluar.

Merasa jamuan yang digelarnya sudah tidak mengenakkan akibat kedatangan Will, Sir Edric berdiri dan menepuk tangan dua kali. Mendengarnya, dengan sigap pelayannya membereskan meja makan, mengangkat semua hidangan beserta peralatan makan ke troli makanan.

"Meski belum pasti, tapi biar kutebak, semua ini ada hubungan dengan tulisanku mengenai anak perusahaanmu bukan, Sir?" terka Elly.

"Lebih dari itu," jawab Sir Edric.  "Izinkan aku berbicara berdua dengannya, apa kau keberatan?" tanya Sir Edric pada Hana.

Hana yang merasa keberatan mendengar permintaan Sir Edric hanya diam tanpa bisa berkata, disisi lain ia merasa tidak enak menolak permintaan orang berpengaruh di Inggris itu, namun disisi lain, ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Elly.

Elly merasakan kebimbangan Hana karena tidak menjawab pertanyaan Sir Edric. Ia meraba udara hingga tangannya berhasil meraih tangan Hana. "Its all okay. Sir Edric orang baik, kok. Buktinya, kita disambut seperti bangsawan. Tunggu aku diluar, oke?" ujar Elly.

Mendengar ucapan Elly, Hana hanya bisa memercayakan semuanya pada temannya. Ia mengangguk lalu memeluk Elly. Sebelum para pelayan meninggalkan ruang makan, Sir Edric menghampiri salah satu pelayannya dan membisik sesuatu padanya. Usai berbisik, pelayan itu menyusul pelayan lain meninggalkan ruang makan.

"Shall we?" tanya Sir Edric mempersilahkan Elly kembali duduk di kursinya.

"Sir, aku ingin meminta maaf jika tulisanku sudah membuatmu kerepotan hari ini. Aku juga ingin meminta maaf karena berapapun yang ingin kau bayar, aku tidak akan menarik tulisan yang sudah kubuat," tegas Elly.

"Aku sudah tahu kau akan berkata demikian. Ayolah, aku tengah berhadapan dengan Ether, seorang wartawan lepas yang sudah banyak mengirim tulisan artikel untuk media - media kenamaan Inggris. Namamu santer terdengar dikalangan jurnalis, apalagi setelah kau menolak tawaran menjadi wartawan tetap BBC," puji Sir Edric.

"Tolong jangan terlalu meninggikan, tapi aku cukup kagum mendengar kau tahu banyak informasi mengenaiku. Bisa tidak kita bicara tentang tujuanmu membawaku kesini?" tanya Elly.

"Berjumpa denganmu ibarat menemukan mutiara dikedalaman laut. Karena aku kagum dengan semua hasil tulisanmu, terutama yang kau kirim ke Fox dan CNN, lets make a deal," tawar Sir Edric.

Ditengah perbincangan pelayan yang tadi berbisik dengan Sir Edric kembali memasuki ruang makan dengan membawa sebuah map. Pelayan itu menaruh map yang dibawanya diatas meja makan dihadapan Elly dengan sopan.  "Ada tugas khusus yang ingin kuberikan padamu. Silahkan buka map dihadapanmu untuk mengetahuinya lebih lanjut," papar Sir Edric.

Elly meraba meja makan hingga tangannya berhasil meraih map. Ia kemudiam membuka map berisi puluhan lembaran kertas yang ditulis dengan huruf braile.

"Northern Union Loot? Disini tertulis bahwa dokumen ini milik The Council for British Archeology  atau CBA. Apa yang harus kulakukan dengan ini hingga kau cetak dokumen - dokumen ini menggunakan braile?"  tanya Elly heran setelah membaca salah satu kertas lembar didalam map.

"Northern Union Loot, harta jarahan pasca peperangan abad ke-sembilan diwilayah Utara Britania. Digadang - gadang akan menjadi temuan paling bersejarah karena perkiraan jumlah harta yang melimpah seiring dengan berlangsungnya peperangan lintas abad.  Namun dengan alasan yang tidak bisa diberitahukan, pencarian dihentikan. But lucky me, aku bertemu dengan orang yang bisa menyelesaikan pencarian ini, dihadapanku," papar Sir Edric.

"Sir, kau nampaknya terlalu optimis. Ini penelitian arkelogis CBA. Pasti butuh pakar professional untuk menjalankan pencarian ini.  Juga, disini tertulis bahwa pencarian dihentikan 19 tahun yang lalu.  Dan sekarang kau menugaskan jurnalis antah berantah? Yang melihat saja aku tidak bisa? Aku khawatir pencarian belum tentu selesai di dekade selanjutnya," terang Elly berkilah.

"Jurnalis antah berantah yang berhasil mengusut skandal rasisme kepolisian Westminster dan penyalahgunaan kuasa walikota Liverpool, tentu saja. Temuan artefak dan laporan vital pasca penelitian sudah didapatkan. Aku sempat berinvestasi pada pencarian ini, namun CBA nampaknya tidak tertarik melanjutkan pencarian meski aku yang memintanya. Yang harus kau lakukan adalah baca semua berkas itu dan susun kepingan Puzzlenya," imbuh Sir Edric.

"Kau orang yang penuh kejutan, Sir Edric. Pastinya ada imbalan tersendiri jika Northern Union Loot ditemukan bukan? Dan mengingat fakta bahwa tugas ini diberikan setelah berita tentang Thorn Construction disiarkan, bukankah ini terkesan seperti suap, Sir? Bagaimana jika aku menolak?" tantang Elly.

"Tulisanmu mengenai Thorn Construction membuat penurunan saham perusahaan utama sebesar 21%. Aku mau kau gantikan setiap penny kerugianku. Siapa yang salah dan siapa yang benar bisa dengan mudah kuatur. Jadi, terima tawaranku atau ganti kerugianku, Eleanor Aetherelt? Waktumu dua minggu," balas Sir Edric mengintimidasi. 

Elly tersentak dan terdiam tidak bisa membalas mendengar perkataan Sir Edric. Ia juga terkejut mengetahui fakta bahwa Sir Edric sudah tahu sejauh itu mengenal dirinya.

~TO BE CONTINUED~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXXI. Buried Unity [END]

    Sejatinya, perjalanan dari Roma menuju Sirakusa terbilang sangat jauh jika mengambil jalur darat. Ada empat kota yang harus dilewati sebelum mencapai Sirakusa, yakni Napoli, Benevento dan Catania. Membuat waktu perjalanan dapat diperkirakan menjadi 10 jam lamanya. Namun, berkat helikopter MI5, rombongan Pascal hanya perlu menempuh waktu 1 jam perjalanan, hanya butuh terbang dengan memotong jalur melewati garis Laut Tirenia. Katakomba San Giovanni. Sebuah kapel bersejarah yang terbangun diantara susunan batu alam. Kesan kuno serta dilengkapi ukiran-ukiran fresko yang semakin memudar, merupakan pelengkap setiap dinding-dinding dan pilar-pilar fondasi area pemakaman. Tampak luarnya tak beda dengan arsitektur kapel dan gereja pada umumnya, hanya kesan kuno serta sarat sejarah yang membedakannya. Setidaknya, itulah tampak sekilas dari atas tanah. Terkesan tak begitu mencolok sebagai salah satu situs bersejarah, bahkan disekitaran area kapel masih dapat dijumpai bengunan-bangunan pemukiman

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXX. The Chronicles of Magna Graecia

    Vilfredo membawa rombongan Pascal ke ruang kerja pribadinya, yang terletak di lantai dua Museum Capitolini. Tak seperti ruang kerja pribadi pada umumnya, terdapat bentang tiga rak melengkun setinggi dua meter di belakang meja kerja Vilfredo. Tak hanya itu beberapa sisi ruangan juga dipenuhi beragam pajangan artefak-artefak bersejarah. Seperti lukisan langka milik Caravaggio, Titian serta pahatan patung dari Praksiteles dan Skopas. Seluruh rombongan Pascal menyusuri ruang kerja seluas 30 meter persegi itu. Dona mengambil salah satu buku dari rak lengkung dan memperhatikan sampul beserta isinya, membaca buku berjudul 'The Romans: From Village to Empire' karya Mary T. Boatwright. Pascal tengah memperhatikan salah satu lukisan yang terpanjang di dinding, lamat-lamat memandangi karya berjudul Assumption of the Virgin oleh Carvaggio, lukisan yang menggambarkan Kenaikan Perawan Maria ke Surga, dengan komposisi yang dramatis dan penggunaan warna yang luar biasa. Sementara Hana bergedik jiji

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXIX. The Eternal City

    Karena memutuskan untuk menuruti permintaan Elly, penerbangan yang seharusnya hanya memakan waktu 1 jam saja menuju london kini berlangsung lebih lama. Deru mesin helikopter yang begitu bising berangsur memudar seiring berjalannya waktu penerbangan, terkesan lebih menenangkan. Elly bahkan sampai tertidur, duduk di bangku panjang helikopter namun kepalanya bersandar di atas brankar, tepatnya menyandari perut Will yang juga sudah terlelap di atas tempat tidurnya. Will tertidur nyenyak, dengan posisi tangan kanan yang menapak di atas kepala Elly. Begitu juga dengan Hana, hanyut terbawa kantuk setelah penerbangan hampir berlangsung selama dua jam. Terlelap begitu nyenyak dengan berbaring di atas bangku panjang helikopter. Berbeda halnya dengan Pascal dan Dona yang masih terjaga, di bangku panjang seberang Hana, keduanya tengah fokus memperhatikan tampilan satelit peta digital di layar tablet pintar. Seraya berdiskusi untuk mempersiapkan lokasi pendaratan. "Hmmm.. Susunan komplek museum

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXVIII. To Get One Step Ahead

    Sayang, momen-momen meramu asmara dalam cumbuan terpaksa berhenti, tatkala ko-pilot helikopter menjulurkan radio genggam ke belakang. "Sir Wilfred, Dame Eleanor. Letnan Pascal ingin bicara dengan kalian," potongnya. Sontak, Will dan Elly yang tadinya hanyut dalam pagutan secara bersamaan menjauhkan badan, melepas dekapan setelah mendengar panggilan ko-pilot. Elly begitu tersipu setelah menghabiskan menit-menit singkat untuk mencumbu Will, kepalanya tertunduk, hendak menyembunyikan wajah memerah dari Will. Sementara Will merangkak di atas brankar, meraih radio genggam dari tangan ko-pilot lalu mendekatkannya ke mulut. "Ya, Pascal? Ada apa?" tanya Will. "Ah! Wilfred. Kau sudah bangun ternyata. Baru saja aku ingin menanyakan keadanmu pada Dame Eleanor. Kau sudah merasa lebih baik sekarang?""Begitulah. Dada dan perutku masih terasa berdenyut, sesekali aku juga kesulitan bernafas. Tapi selebihnya, tubuhku sudah mulai bisa digerakkan seperti sedia kala," ujar Will, seraya meregangkan ba

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXVII. For The Greater Good

    "Nyonya R. Nyonya R. Bangunlah. Aku butuh bantuanmu."Greta yang tadinya terlelap kini berubah tak tenang, ia yang mendudukkan badan di atas matras putih, kini sedang mengguncang pelan tubuh Revna, yang terlelap bersama Greta di matras yang sama, tidur dengan posisi membelakangi gadis kecil itu. Setelah beberapa kali tubuhnya diguncang oleh tangan mungil Greta, Revna yang semula tertidur nyenyak kini memicing mata, guncangan pelan Greta seketika menarik kembali kesadarannya. Revna meregangkan badan seraya mengusap mata sayup setelah terbangun, sebelum kemudian ia mendudukkan badan perlahan, lalu berbalik menghadap Greta, yang terlihat memasang wajah murung. Sadar Greta telah terbangun, Revna lekas menangkup pipi kiri Greta seraya mengusap lembut dengan jemari. "Ada apa, Greta? Mengapa kau terlihat gelisah sekali?" tanya Revna lemas. "Anu. Apa perbanku sudah boleh dibuka, Nyonya R? Ini terasa sangat gatal. Aku tidak tahan," pinta Greta lirih, seraya memangku kepal kedua tangan, yang

  • NOISES : Treasure of North Britain   LXXVI. Who Deserve The Most

    Malam semakin larut, para pengungsi lanjut beristirahat setelah menikmati kari daging sederhana, kemah pengungsian sudah tak se-riuh sebelumnya, para pengungsi termasuk Greta telah kembali ke tenda masing-masing, menyudahi hari untuk menyambut hari berikutnya, sambil terus berharap agar situasi berat ini segera usai.Di saat semua pengungsi beristirahat, lain halnya di tenda utama. Diaz dan Andrew berjongkok di samping kiri dan kanan Clansman PRC-320, memperhatikan seorang lansia yang tengah fokus memutar tuas bundar frekuensi, pria tua berpakaian kemeja putih lengan panjang terbalut mantel wol abu, serta memiliki rambut pendek serba putih, yang tak lain adalah Pak Tua Sam. "Padahal sudah dari tadi sore kau kusuruh memanggil Pak Tua Sam, kenapa kau baru membawanya setelah makan malam, Diaz!?" sungun Andrew kesal. "Si Tua ini tidur di tendanya! Kau tahu sendiri jika dia sudah tidur akan sesulit apa dibangunkan! Dia hanya akan bangun jika mendengar suara baku tembak!" timpal Diaz. "L

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status