Mulutmu Suci!!! begitu lihai menghina dan meremehkan orang lain. Kudiamkan dia berceloreh tak henti. Kuputuskan untuk tak meladeni wanita seperti dia.
Baru saja aku beranjak ingin menghindar darinya. Tiba-tiba dia memanggilku dengan nada tinggi.
"Soraya!" Seketika hening.
Lalu wanita gila itu melanjutkan pembicaraannya. Ya, aku memanggilnya wanita gila. Karena tak ada wanita waras yang menyuruh suaminya menikah lagi dan...aahgrhhh...
"Hmmh, mana wanita cerdas itu? Katanya cerdas, tapi begitu mudah kau dibohongi Sora, andai saja Kang Yana tidak menikahimu kau akan abadi menjadi perawan tua. Seharusnya kau bersyukur dan berterima kasih padaku."
Mendengarnya berbicara sambil berteriak, membuatku ingin menjotos wajahnya. Kukepalkan tangan. Kugertakkan gigi. Kali ini aku tak bisa diam membiarkan mulut berbisa itu, aku mendekat memelototinya, lalu kutampar pipinya yang putih itu, hingga dia tersungkur. Tiang infus ikut terjatuh bersamanya.
Aku harus melawan rasa sakit hatiku yang kedua kali.
"Hentikan Suci! Aku tak ingin berdebat lagi denganmu!" Ambil saja Kang Yana, lagi pula aku tak mencintainya. Jadi salah, kalau kamu mengira aku akan menangis memohon padamu agar Kang Yana tetap disisiku! Pikirkan saja anak dan suamimu"
Terpaksa aku berbicara keras melawannya. Suster pun berlari mendekati kami. Mungkin dia faham isi hatiku, sehingga tak ada yang berbicara apapun pada kami. Tak ada yang berusaha menyalahkanku atau membela Suci. Dia hanya menolong si Suci yang tak suci dimataku.
Allah ampuni hamba. Bukan aku tak kasihan melihat wanita yang sedang hamil. Tapi aku tak rida berbagi suami dengan dia.
Aku memutuskan untuk pulang. Biarkan Kang Yana dan Suci berdua saja di rumah sakit. Tak peduli apa yang terjadi pada mereka. Toh mereka juga tak pernah peduli bagaimana perasaanku.
Tiba di dekat pintu keluar rumah sakit, aku berpapasan dengan Shena. Dia berjalan tergesa-gesa menghampiriku.
"Bagaimana keadaan suamimu?" Tanyanya dengan muka penuh khawatir sambil memegang bahuku.
"Mati, dia sudah mati Shena. Ayo kita pulang." Aku menarik tangannya untuk keluar lagi.
"Sora, aku serius!"
"Aku juga serius, ayo kita pulang. Berlama lama disini bisa membuatku ikut mati." Ketusku. Rasa kesalku masih belum hilang.
"Hmmh, yasudah kalau itu memang benar. Tapi setidaknya kamu melihat jenazahnya mengantarkannya sampai pulang."
"Tidak Shena, ada si Suci disana."
"Suci?"
"Iya" Aku mengangguk.
"Maksudmu, Suci kita?"
"Apa? Suci kita kamu bilang?" aku memelototi Shena.
"Serius Soraya!"
"Aku serius Shena, kalau kamu nggak percaya, sana temenin suci! Aku mau pulang."
Ku tinggalkan Shena yang mematung. Tak lama kemudian aku mendengar ria memanggilku dari belakang sambil berlari kecil untuk mengejarku.
"Maaf Shena, aku tak mau bicara sekarang, Nanti pasti aku jelasin. Untuk sekarang, ku mohon jangan banyak bertanya dulu, aku cape Shen."
Shena mengusap-ngusap punggungku dan menggandengku pergi ke parkiran.
Tiba di paarkiran. Saat aku berniat menghubungi Ibu. Aku baru sadar tak ada tas yang selalu setia kusoren.
"Ah, sial tasku ketinggalan di kamar Kang Yana." Terpksa aku harus kembali mengambilnya. Termasuk tas yang berisi barang bukti. Aku segera berbalik dan berlari. Berharap barang bukti masih tersimpan ditempat yang sama.
Jika tidak. Suci akan membawa dan menyimpan bukti itu. Bukti untukku yang sangat akurat jika menggugat ceria nanti. Shena sahabatku setia berlari beriringan mengejarku. Mungkin orang yang kenyaksikan kami seperti orang yang dikejar maling. Menurutku juga begitu. Anggap saja Suci sebagai maling skenario kehidupanku.
Ketika sampai, aku langsung membuka pintu, ku lihat Suci sedang mencium kening Kang Yana. Dia mengelus-ngelus wajahnya. Mencium-cium tangannya, meski dia sendiri masih terlihat lemah dengan infusan yang masih menempel ditangannya. Sebegitukah dia mencintai Kang Yana?
"Ekhmmm..." Dehemku.
Aku masuk tanpa bicara. Untung saja Suci tak sadar ada dua tas dimeja dekat kasur Kang Yana. Langsung saja kuambil tanpa basa-basi. Tanpa menoleh Mereka berdua aku berjalan lagi. Shena telah menunggu di ambang pintu yang terbuka.
"Neng...neng...neng..." Suara parau yang tak asing ditelingaku memanggil. Aku menoleh kearah Kang Yana.
Kang Yana memanggilku? Dia sadar?
"Iya Kang, Neng disini! " Lagi-lagi si Suci itu mendekati wajah Kang Yana. Tak kusangka Kang Yana memanggil Suci dengan panggilan Neng juga. Ku hembuskan nafas panjang dan berjalan lagi aku menatap Shena. Dan Shena mengangguk seperti mengisyaratkan aku harus segera meninggalkan mereka dan memeluk Shena.
"Neng, jangan pergi!" suara itu berkata lagi. Suaranya lemah.
"Jangan pergi neng temenin Aa!"
Langkahku terhenti, aku masih ragu apa iya Kang Yana memanggilku?
"Jangan pergi N... e...!" Suaranya menghilang. Sontak aku berbalik menyingkirkan Suci. Shena dengan sigap menarik Suci agar bergeser menjauh dariku.
"Aa.. Aa.. Ini Neng..." Tapi matanya tak mau terbuka. Hanya air mata yang menetes dari kelopak mata yang masih tertutup rapat.Kupencet bel darurat pasien. Hingga suster datang memeriksa Kang Yana.
Ah aku tersadar kembali, kenapa aku harus berbalik. Kulepaskan tangan Kang Yana dan mundur. Tapi, kenapa Kang Yana menangis? Apa dia sadar akan perlakuannya padaku? Ah, aku tak mau lagi menerka-nerka.
"Suci, kamu jangan khawatir aku akan segera mengurus surat perceraian." Ku bisikkan kata itu ditelinga kanan Suci. Lalu ku tarik Shena yang melongo melihat menyaksikan kami.
Akhirnya aku pulang kerumah ibu diantar oleh Shena. Karena bagaimanapun aku harus berbicara tentang kecelakaan ini pada Ibu, terutama tentang Suci. Aku harus menceritakan semuanya.
Ibu harus tau bahwa Suci yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. Suci yang ia cari-cari selama beberapa tahun ini, ialah Suci istrinya Kang Yana. Aku menyebutnya Istri rahasia Kang Yana.
Mungkin ibu sudah tahu lebih awal dari gosip tetangga yang sudah menyebar tentang kecelakan Kang Yana bersama seorang wanita. Dugaanku benar. Ibu menceritakannya dengan detail padaku.
"Jadi Ibu sudah tahu, Kalau wanita itu adalah Suci?" Tanyaku pada Ibu, setelah ibu mengatakan semua peristiwa yang ia dengar dari tetangga yang berkunjung ke warungnya.
Ibu pun mengangguk sambil menangis.
Aku tercengang mendengar seluruh penjelasan ibu. Terkadang gosip yang keluar dari mulut emak-emak itu lebih kejam daripada pembunuhan.
Pov Suci Rahma DhanyDi Rumah Sakit Dewi HusadaKutatap wajah lelakiku yang terkulai lemah. Aku tertawa menyaksikannya yang terbaring. Sedih? Tidak. Tidak ada kesedihan sama sekali dalam hatiku. Justru sebaliknya kebencian sudah mengerak menahun dalam dada.Bertahun-tahun seluruh perhatian kucurahkan padamu Adhyana! Tapi kau selalu menampilkan sikap cuekmu padaku. Dan...kau malah memilih meminang Soraya. Jelas, hatiku marah besar.Sungguh tampan memang wajah lelaki ini. Kuelus pipinya yang sedikit berjenggot. Kucubit hidungnya meski dia tak merespon. Wajah ini selalu mengingatkanku pada kekasih sejatiku yang telah pergi tujuh tahun yang lalu."Kali ini, aku takkan membiarkanmu jatuh pada lubang yang sama Yana." Kubisikkan pada lelakiku.
Pov Suci Rahma Dhany "Yanu?" Aku terkejut, saat kulihat lelaki dengan pakaian batik berwarna navy turun dari mobil. Ku kerjapkan mata tak percaya kalau itu Yanu. Segera kudekati jendela mengintip dibalik tirai, benar ternyata itu Yanu. Brengsek!!! Jadi kau Yanu, yang mau melamar Soraya? Jadi Soraya yang kau cintai selama ini? tidak, itu tidak mungkin. Jangan sampai ini terjadi, tidak. Aku tidak rela. Perasaan gelisah dan marah berkecamuk dalam dada. Bagaimana bisa dia menyukai Soraya? Bahkan aku tak pernah memperkenalkan mereka. Kapan mereka bertemu? Degup jantungku semakin tak teratur. Saking terlalu kencang, rasanya seperti tiba-tiba ingin berhenti saja. Dengan semua s
Pov Soraya AlmahyraTujuh tahun yang lalu, seseorang mengkhitbahku. Cincinpun melingkar dijari manis kiriku. Kebahagiaan mulai menyelimuti keluargaku. Ketika karir sudah kugapai umur dua enam merupakan waktu yang tepat untuk membina rumah tangga.Adhyanuarta Nama lelaki yang selalu memujiku disetiap kita bertemu.ah, bukan setiap bertemu. Karena kami hanya beberapa kali bertemu sampai memantapkan untuk ke jenjang serius.Setelah dua hari acara khitbah, dia meminta izin padaku untuk pulang sementara ke Bandung mengurus seluruh perusahaan peninggalan ayahnya, serta menjemput sang adik yang tinggal di luar negeri.Hingga satu minggu kepergiannya tak memberi kabar padaku. Namun aku selalu yakin akan janjinya yang akan me
Pov Soraya Almahyra"Ingat jangan mencariku lagi! Aku tak sudi melihat kamu Kang. Dan kamu! Kamu juga Suci, sudah ku berikan Kang Yana padamu. Jadi jangan ganggu kehidupanku lagi."Hmmh...terkadang aku tertawa sendiri, mengingat kata-kata yang kuluncurkan untuk dua makhluk tak berakhlak itu.Memang, mulutku bisa berkata seperti itu, tapi hatiku tidak. Justru Hatiku hancur saat mengatakannya pada mereka. Sebenarnya mereka penting bagiku, tapi rasa kecewaku terhadap mereka sudah terlanjur menggunung. Kesalahan mereka tak bisa dimaafkan.Suci si wanita pengambil Adhyanuarta dariku. Tapi ibu selalu saja mengingatkanku mungkin dia bukan jodohku, mungkin takdirku lebih baik. Mungkin dan mungkin.Lantas, apa kali ini juga takdirku? Umur pernikah
Pov Adhyana"Oke aku akan mengabulkan permintaanmu, Soraya Almahyra." Kubisikkan perkataan itu tepat di telinga Soraya istriku. Kuberikan surat perceraian sesuai permintaannya.Namun, sebenarnya aku tidak membubuhkan tanda tangan persetujuan pada surat itu. Karena sampai kapanpun aku akan menjadi suaminya. Hingga ajal menjemput aku akan tetap menghormatinya sebagai istriku.***Flashback"Cep, itu siapa ya yang sedang tilawah?" Tanyaku pada lelaki yang menyambutku, saat datang memenuhi undangan pengajian di Gedung Ukhuwah."Itu namanya Soraya Almahyra Kang." Jawab lelaki itu sembari membungkukkan badannya."Oh,,," Aku ha
Fitnah kejam itu mulai merusak kehidupanku."Adhyana!! "Teriakan wanita itu menyadarkanku. Apa aku harus menendangnya dengan kakiku sendiri?"Apa ini yang kamu lakukan pada kakak iparmu?" Teriaknya sambil menangis histeris didepan para tamu.Mendengar perkataannya, sungguh aku menyesal membantunya. Kuusap dada berusaha menangkan hati sendiri."Dia yang menggoda dan merayuku!" Aku berusaha membela diri dengan tenang."Bohong! Ini buktinya."Astagfirullahapa niat wanita itu? Dia memperlihatkan baju yang sobek dibagian dada.Segera kututup mata. Yang benar saja, tak pernah kusangka istri dari seorang Adhyanuarta yang paling kuhormati dan
Soraya almahyra"Oke aku akan mengabulkan permintaanmu, Soraya Almahyra." Kang yana membisikkan itu tepat ditelinga kananku. Lantas dia memberikan surat perceraian itu dan berbalik meninggalkanku yang terpaku.Kubuka amplop itu. Sial Kang Yana..... Kuhentakkan kaki dan berusaha menyusulnya. Namun dia berjalan begitu cepat menaiki mobil. Kulihat sekeliling memperhatikanku yang bertingkah seperti wanita diputusin pacarnya mungkin. Ah, aku lupa, mengapa aku memintanya menemuiku ditempat umum seperti ini. Situasi menghimpitku dalam kebingungan."Kang Yana!" kukepalkan tanganku. Sekarang kebencianku sudah benar-benar menggunung. Kegertakkan gigi."Kamu pikir kehidupanku akan buruk kalau tak bersamamu lagi?" Gerutuku sambil berjalan meninggalkan taman hendak kembali ke kantor.
Entah dimana letak puncak kesetiaan seorang suami terhadap istri, begitupun sebaliknya.Tapi, bagaimanapun agama memang memperbolehkan berpoligami, lantas bagaimana pula jika hati ini tak rida berbagi suami dengan wanita lain? Bukan, bukan aku tak memimpikan surga. Tapi hatiku berkata, ada jalan lain menuju surga selain berbagi suami dengan wanita lain.Dulu, tak pernah terbayangkan skenario hidupku akan terjebak dalam kemalangan, dan kesedihan. Sebelum ada sosok tampan yang melengkapi kehidupanku.Kang Yana bagiku adalah sosok tampan yang berwibawa. Namun kecacatan dirinya telah membagi perasaan, membuat mata dan hatiku tertutup akan hal itu.Awalnya dia menyelamatkanku dari kemalangan, lalu menjatuhkanku lagi pada jurang kemalangan yang lebih dalam.