Kudekati pasien wanita yang terbaring itu. Kuamati wajahnya, seperti tak asing dimata.
"Suci?" Gumamku. Aku semakin mendekat tak percaya.
"Suci?" Sekali lagi aku meyakinkan.
Kutarik nafas, dan menghembuskannya kasar. Kuusap wajahku yang tak berkeringat.
Ya allah
"Bu,"
"I... Iya sus. Gimana, gimana kondisinya?"
"Tidak ada luka yang terlalu parah bu. Tapi, sepertinya pasien sedang hamil. Bersyukur janinnya masih bisa diselamatkan. Untuk memastikan umur janinnya nanti akan ada dokter kandungan visit kesini ya bu, Sementara sudah kusuntikan antibiotik kedalam infusan. Mohon tanda tangan disini untuk persetujuan pemberian obatnya." Penjelasan suster membuatku syok. Tanganku gemetar memegang pulpen yang diberikannya.
Suci hamil? Dan aku harus menandatangani persetujuan pemeriksaan wanita dan anaknya Kang Yana?
Sebenarnya, hati ini menolak untuk percaya bahwa yang terbaring dan menjadi korban kecelakaan tunggal adalah Kang Yana dan seorang wanita. Yang membuatku tak habis pikir wanita itu adalah Suci. Seorang wanita yang pernah aku kenal ketika. Ya, aku sangat mengenalnya.
Keraguan masih terpatri dalam hati, ragu bahwa wanita itu adalah benar-benar Suci. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku, mungkin ada tanda pengenal milik Suci. Aku segera berlari ke kamar rawat Kang Yana. Membuka tas berisi barang-barang bukti kecelakaan yang tadi kusimpan di meja dekat kasur Kang Yana.
Kutumpahkan seluruh isi barang bukti itu. Ku periksa satu-persatu. Akhirnya, aku menemukan sebuah dompet. Dompet wanita berwarna merah sama seperti warna pakaian Suci dan niqab yang aku temukan di jok mobil Kang Yana.
Kubuka dompet itu dengan cepat.
Suci Rahma Dhany tertera jelas di dalam ktp milik wanita itu. Status menikah.
Dugaanku benar-benar tak ada yang salah. Allah Maha Baik, Dia membukakan satu persatu bukti rahasia Kang Yana. Sejak kapan Kang Yana dan Suci menikah? Ah, entahlah.
"Kang Yana." Geramanku semakin menjadi.
Dibohongi oleh Kang Yana sudah membekaskan luka yang tak mungkin kulupakan. Luka kedua yang kuterima setelah tujuh tahun luka itu berlalu dan terkubur.
Dan... Sekarang, Kenapa harus Suci yang menjadi istrinya Kang Yana? Kenapa tidak wanita lain saja. Aku menangis sedikit menjerit.
Lantas kuhampairi Kang Yana yang masih terpaku. Kupukul-pukul tubuhnya. Kugoyang-goyangkan tubuh Kang Yana yang masih tertidur lelap. peralatan infus menempel ditubuhnya. Mata teduh itu sekarang hanya terpejam.
"Sebenarnya apa tujuannmu menikahiku Kang? Apa? Ternyata penilaianku salah terhadapmu Kang, ku kira lelaki saleh sepertimu hanya setia pada satu wanita. Tapi ternyata. Ahhh." Ku remas selimut yang menutupi badan Kang Yana.
"Aku bersumpah setelah kau sadar, akan kugugat cerai kamu Kang. Aku tak mau jadi benalu dalam rumah tangga kalian. Cukup sampai sini aku tahu kebohonganmu padaku."
Segera kuusap air mataku. Pergi keluar rasanya akan melepaskan rasa penatku akibat mengerjakan segala sesuatunya sendirian. Tanpa melibatkan orang tua. Tanpa melibatkan Bapak Mertua. Ya, aku disini sendirian. Menahan amarah dan sedih yang berbaur menjadi satu.
Aku berjalan menelusuri lorong-lorong rumah sakit. Kuhentakkan langkahku penuh emosi yang tak tertahankan. Baru saja aku berniat memaafkan Kang Yana. Baru saja aku simpati pada Kang Yana. Kukira dia kecelakaan akibat mengejarku, setelah Aku pergi dari rumah. Tapi ternyata Kang Yana malah pergi bersama Suci Istri rahasianya itu.
Astagfirullah rahasia apalagi yang disembunyikan Kang Yana? terlalu banyak teka-teki dalam kehidupannya.
***
[Sora, Kamu dimana? kenapa kamu pergi tiba-tiba?] Pesan Shena masuk. Aku hampir lupa mengabarinya, kalau aku sudah berdiam di rumah sakit beberapa jam yang lalu.
[Yaa allah, maaf Shena aku ke rumah sakit nggak bilang dulu. Kang Yana kecelakaan. Sekarang dia dirawat du Rumah Sakit Dewi Husada. Kamu kesini ya! ada yang mau aku tunjukkin Shena.] ku balas pesannya dengan cepat. Aku tak tahan melihat kejadian ini sendirian.
Setelah kubalas pesan Shena kusandarkan tubuhku dikursi tunggu depan kamar. Lelah rasanya menghadapi semua teka-teki Kang Yana.
Jika aku diberikan pilihan sebelumnya, jika Tuhan memberitahuku kalau aku akan melewati jalan terjal seperti ini, aku ingin memilih hidup sendiri tanpa mengenal orang lain. Hidup mulus berbahagia sendiri bersama ibu bapak dan Kakak laki-lakiku.
Seandainya Kang Yana merasakan bagaimana perihnya hati seorang wanita jika dibohongi.
Rasa perih ini masih membekas dalam dada, sekarang aku harus menerima kenyataan bahwa Suci adalah istri Kang Yana. Meski tak tahu Suci istri keberapanya Kang Yana. Entahlah, Sebenarnya Kang Yana mempunyai istri berapa.
Aku merasa kaget saat melihat Suci berjalan keluar dari kamar. Dia meringis seperti kesakitan. Tangan kananya memegang dinding, tangan kirinya memegang perut yang terlihat agak buncit. Tapi Suci yang saat ini kulihat berbeda dengan Suci yang dulu. Dia terlihat lebih syar'i dengan balutan gamis lebar. Mungkin Suci berubah sejak menikah dengan Kang Yana.
"Suci!"
Kupanggil dia dengan nada sedikit meninggi. Aku tak mau memperlihatkan rasa peduliku padanya. Meski sebenarnya aku kasihan melihat dia meringis kesakitan.
"Ah, Kamu Sora. Ngapain kamu disni? Ngapain kamu muncul didepanku lagi?" Sial dia tak berubah, justru dia lebih sinis dari yang kubayangkan.
Dasar tak tahu terima kasih. Masih mending kutemui dia dan kutanda tangani pengobatannya. kalau tidak, mau siapa lagi yang membantunya. Sedangkan Kang Yana saja masih tak sadarkan diri.
Aku kira dia berubah lebih anggun dan baik setelah menikah dengan ustadz seperti Kang Yana. Tapi nyatanya? Dia masih tetap Suci yang dulu.
"Apa kamu pura-pura tidak tahu, Kenapa aku ada disini?" Aku mulai berdiri mendekatinya.
Ah aku harus lebih sadar, karena dia yang lebih awal menjadi istri Kang Yana. Apalagi sekarang sedang mengandung darah daging Kang Yana. Sedangkan aku, aku siapa? aku tak pernah melakukan hubungan sedikitpun dengan Kang Yana, bagaiaman aku bisa hamil dan mengandung anak Kang Yana?
Sudah pasti aku akan kalah dari sudut manapun. Aku bukan istri pertama. Aku belum pernah menunaikan kewajiban sebagai seorang istri. Dan, aku pun bukan wanita diposisi nomor satu dalam hati Kang Yana. Itu sudah jelas.
"Oh iya...ya aku lupa kamu adalah istri Kang Yana. Istri yang tak dianggap.. Hahah!!
Suci tertawa sinis, bisa-bisanya dia tertawa setelah mengalami kecelakaan.
"Aw..aw..." suci meringis memegang perut bagian bawahnya. Rasanya ingin ku pencet perutnya yang buncit itu.
Apa ini bagian dari rencana Suci? Apa Suci yang menyuruh Kang Yana menikahiku dan tidak memberitahu bahwa sudah memiliki Suci ? Tapi untuk apa? Semua pertanyaan berlari-lari dalam pikiranku.
"Dasar perempuan jalang, sekarang kamu mau merebut ayah dari anak yang aku kandung ini? Tidak sora aku tak akan membiarkannmu merebutnya."
Tangan kananku sudah gatal, ingin menampar pipi mulusnya itu. Tapi bukan, itu bukan pribadiku yang menggunakan tangan untuk membalas rasa sakitku. Kutahan sekuat mungkin agar tak meluapkan emosi.
"Hmmh,,, malang sekali nasibmu Sora!!"
Mulutnya begitu lihai menghina orang lain. Kudiamkan dia berceloteh tak henti. Kuputuskan untuk tak meladeni wanita seperti dia.
"Sora, Soraya, Tolong!"Samar, seperti suara seorang wanita berteriak dari luar. Mataku mendelik, keningku mengerut. Kutajamkan runguku agar bisa mendengar dengan jelas. Namun, sedetik kemudian, hening, teriakan itu tak lagi terdengar.Ah, mungkin ini hanya halusinasiku. Mana ada, sepagi ini ada orang berteriak meminta tolong di depan ruamah. Sedangkan, gerbang depan saja masih jauh dari pintu rumah. Ditambah lagi, masih digembok. Mana mungkin ada orang menerobos masuk.Aku menggeleng, berusaha menepis prasangka yang sekelabat menghantui pikiran. Tentang masa lalu yang membuat rumah tanggaku diambang kehancuran. Tentang wanita misterius yang selalu datang tiba-tiba dan membuat hidupku dihantui rasa khawatir, curiga dan merasa sangat terancam.Tidak, tidak mungkin. Lagi pula wanita itu sudah jelas adanya, dan mengaku semua kesalahan yang dia perbuat. Wanita itu sudah bertaubat di depan umum. Dia sudah mengakui segala per
Tibalah malam, malam yang selalu dinanti setiap pasangan pengantin. Ah, pengantin kadaluwarsa. Ya, aku dengan Kang Yana sudah lama menikah, tapi ini adalah kali pertama dia menyentuhku sedekat ini.Saat ini, ku tidak bisa menyembunyikan perasaanku yang berdebar hebat, sama seperti pertama kali Kang Yana mendekatiku. Sentuhan lembut tangannya membuat hati ini berdesir hebat, hingga menembus jantungku yang terasa semakin berdegup kencang. Napasku sungguh tak terkontrol."Sudah siap, Neng?" Kang Yana mendekatiku, lalu wajahnya hampir menempel dengan wajahku. Hidungnya yang bangir nyaris menyentuh hidungku. Tak ada sekat diantara kami. Kedua tangannya melingkar di pinggangku. Dia mendorongku pelan dan menempelkan bibirnya pada bibirku. Kami mengukir cinta yang abadi, di kamar indah yang penuh keromantisan. Memadu kasih dalam balutan kenikmatan surgawi. M
Malam pertama"Bidadari Aa, mau konsep bagaimana?"Kang Yana tiba-tiba memelukku dari belakang. Spontan, tanganku berhenti mengaduk bubur yang sedang kumasak untuknya. Dadaku berdesir. Nafasku kembang kempis. Bagaimana tidak? setelah dua bulan Kang Yana harusbed rest, inilah kali pertama dia menyentuhku sedekat ini. Hembusan nafasnya menembus jilbab menusuk telinga kananku hingga romaku berdiri.Jeda beberapa detik terdiam, jujur tak pernah terpikir olehku konsep seperti apa yang kuinginkan untuk acara resepsi pernikahan. Bagiku, kembali bersama Kang Yana sudah merasa sangat bahagia."Neng mah ikut Aa aja, kalau menurut Aa konsepnya bagus, Neng juga pasti suka."Aku Kembali mengaduk bubur
"Neng, ana uhibbuki fillah." Kang Yana menggenggam tanganku.Malu untuk menjawabnya, aku pun tersenyum membalasnya."Neng juga sayang Aa."______________________________________Brak!!!suara pintu terbuka menghentikan tanganku yang hendak menyuapi Kang Yana lagi.Sontak, kepalaku menoleh kearah pintu. Dan,,, spontan kakiku berdiri saat melihat sesosok perempuan diseret oleh Bradley masuk kedalam ruangan Kang Yana."Suci?" Akupun terkaget.Bradley mencengkram tangannya.Entah apa yang terjadi pada mereka, sampai-sampai Bradley memegang tangan Suci sebegitu eratnya."Ada apa Bradley? Kenapa kamu memegang tangannya seperti itu?"
Suci Rahma DhanySuci Rahma Dhani, ya itu memang namaku. Entah kenapa orang tuaku memberi nama itu untukku. Tapi nama itu telah mengutukku dalam guratan nasib kehidupan. Kehidupanku yang tidak seperti dongeng cinderella atau putri salju yang indah dikemudian hari.Sungguh tragis, semua yang kualami selalu berujung air mata. Dulu Adhyanuarta tidak pernah menyisakan hatinya setitikpun untukku. Dia malah membiarkanku terperosok dalam kesengsaraan batin.Ditambah lagi Kang Yana, hmmh Kang Yana? Geli rasanya mendengar panggilan itu dari mulut Soraya. Yah, Adhyana Afradhy. Memang dia adalah orang yang membuatku tergila-gila karena cinta.Memang, sebelumnya hatiku terkunci oleh Adhyanuarta alias kakaknya. Kakakmya yamg telah pergi membekaskan dendam dalam diri ini. Ya, awalnya aku hanya i
Seperti yang sudah-sudah, Bradley selalu menawarkan bantuan untukku. Meski dia pernah mengatakan perkataan yang konyol, tapi kuakui, pemuda itu termasuk salah satu tipe lelaki yang bertanggung jawab. Buktinya dari awal berangkat, hingga sampai akhirnya terdampar di klinik, dia masih terjaga disni. Mungkin dia juga merasa bersalah atas tertabraknya Suci."Sorry!! Aku tidak tahu, ternyata kamu sangat terpukul dengan kondisi wanita yang kutabrak tadi. Aku jadi merasa bersalah."Sesalnya sambil menundukkan kepala, seperti anak kecil yang meminta maaf pada ibunya ketika melakukan kesalahan."Tidak Bradley, kamu tidak perlu merasa bersalah! Semua sudah jadi jalan takdirNya. By the way, makasih udah jagain Suci tadi." Akupun tersenyum simpatik. Ternyata dia tak seburuk yang kukira. Dan aku berhar