Mobil Jack berhenti tepat di depan sebuah butik mewah. Jack melompat turun dari mobil, disusul Zeta yang ikut turun dan menggiring kakinya memasuki butik tersebut.
Zeta menyempatkan diri sebentar untuk membaca tulisan besar yang terpampang di atas pintu masuk butik. Kesukaannya dalam dunia fashion membuatnya terkagum-kagum dengan bangunan di depannya itu. Ia bergumam pelan, "Butik Eldora. Nama yang indah."
Zeta ingin sekali bisa memiliki butik yang dipenuhi oleh pakaian hasil desainnya. Namun, ia harus mengubur mimpinya itu dalam-dalam karena ia tak memiliki uang yang cukup untuk biaya sekolah jurusan fashion desaigner. Bisa lulus sekolah menengah atas saja ia sudah sangat bersyukur.
Zeta melangkahkan kakinya kembali, melewati pintu masuk. Matanya langsung melebar demi menangkap seorang perempuan paruh baya dengan tampilan stylist yang sedang bercakap-cakap bersama Jack. Tentu Zeta tahu siapa perempuan itu. Semua penduduk Chicago pasti mengenal fashion desaigner
Hari mulai gelap. Setelah Jack membawa Zeta untuk membelikan perempuan itu segala yang diperlukannya. Selanjutnya ia mengajak Zeta pergi ke restoran bintang lima dengan dekorasi mewah dan elegan. Ia memesan makanan secara acak, tak ada satu pun makanan yang benar-benar ia suka. Ia meletakkan kembali buku menu setelah menyebutkan pesanannya kepada seorang pelayan.Sementara itu, Zeta terpekur dengan buku menu di tangannya. Harga setiap makanan di buku tersebut sangat di luar nalar. Sepotong daging saja bisa sampai seratus dolar. Bisa-bisa ia jatuh miskin kalau sering makan di restoran ini. Ah... Zeta lupa, ia kan memang tak memiliki sepeser pun uang dan hidupnya kini bergantung kepada pria di depannya. Ia melirik Jack sekilas, namun tatapannya malah berserobok dengan mata biru Jack, maka ia melempar pandangannya dengan cepat ke arah lain."Mau sampai kapan kau memelototi bukunya dan tidak segera memesan makanan, huh?" Jack mendesah malas."Eum..." Zeta kemb
"Jack," panggil Zeta menyadarkan Jack, pasalnya pria itu mencengkeram perutnya sangat kencang sambil sesekali merintih."Kau kenapa?" Zeta berusaha melepas kedua tangan kekar Jack dari perutnya agar ia bisa berbalik dan melihat apa yang telah terjadi kepada Jack. Sepertinya bermimpi buruk, pikirnya.Zeta berhasil. Tangan Jack melonggar, ia pakai kesempatan itu untuk berguling menghadap pria itu. Ia tak bisa melihat jelas wajah Jack karena pencahayaan minim di dalam kamar. Ia hanya bisa mendengar napas Jack yang tersengal-sengal seakan baru saja berlari jauh. Zeta ulurkan sebelah tangan untuk membelai kepala Jack. "Kau kenapa?"Zeta terdiam, ia bisa menangkap pergerakan Jack yang mencondongkan kepala ke dada Zeta, sangat dekat. Ia merasa tidak nyaman dengan posisi Jack yang kini menenggelamkan kepala ke dua gundukannya."Jack..." Suara Zeta terpotong oleh desahan Jack."Begini. Sebentar saja." Jack memejamkan mata erat, mengusir bayangan menyeramkan
Zeta menghentikan langkahnya. Ia tangkup dadanya yang terasa sakit. Ia tak bisa menahan lajur air mata yang terus mengalir deras di kedua pipinya. Ia menggerakkan kakinya kembali seraya mengusap air mata. Tatapannya kemudian terpaku kepada seorang pria yang tengah berjalan ke arahnya. Max.Max sempat terkejut ketika hampir berpapasan dengan Zeta, namun ia bisa menetralkan ekspresinya dengan cepat. Ia melangkah lebar menghampiri Zeta. Terlihat perempuan itu berkali-kali mengusap kelopak matanya, kemudian tersenyum kepada Max, seakan mengatakan tak apa-apa meski Max belum bertanya.Zeta menyerahkan kotak bekal yang awalnya ia buat untuk Jack kepada Max ketika ia sudah berhadapan dengan pria itu. Tanpa berkata ia juga menyodorkan jam tangan milik Jack."Apa ini?" Max menerima sodoran dari Zeta. Ia menaikkan kedua alisnya tak paham dengan perlakuan yang ia terima secara tiba-tiba ini. "Ini untukku?""Iya. Dan, jam tangannya milik Jack. Aku minta tolong
"Tuan, Nona Zeta sedang berada di rumah sahabatnya. Saya sudah mencari tahu semua tentang sahabat Nona Zeta yang bernama Sena itu. Dan, pacarnya Sena adalah lelaki yang pernah melecehkan Nona," tutur Aiden dari seberang telepon."Awasi Zeta terus, jangan sampai lengah," balas Jack dengan mata menggelap.Jack menghempaskan ponselnya ke meja setelah menutup sambungan telepon dari Aiden. Ia beranjak dari kursi, berjalan mondar-mandir tak tenang.Tak ada tanda-tanda keberadaan Camelia di ruangan Jack, karena perempuan itu telah Jack pecat. Camelia sempat melakukan perlawanan hingga akhirnya dia diusir paksa oleh petugas keamanan. Jack sudah kehabisan kesabarannya untuk Camelia.Jack meraih ponselnya kembali, merenung dengan wajah sendu. Ia tak akan membiarkan Zeta, miliknya berada jauh darinya. Ia akan segera membawa Zeta kembali ke rumahnya. Secepatnya.Ponsel Jack berderit kembali, menunjukkan nama Aiden tertera jelas di layarnya. Jack segera menerim
Jack duduk di kursi penunggu dengan jengah, sementara Aiden tetap berdiri setia di sampingnya."Ini sudah satu setengah jam lebih, Aiden. Mau sampai kapan kita tetap menunggu di sini, huh?" Jack nyaris beranjak dari kursi, jika Aiden tak mencegahnya."Sebentar lagi, Tuan. Nona Fay mungkin masih mengantre untuk mengambil..." Belum juga Aiden melanjutkan ucapannya itu, Fay sudah muncul dengan menggiring trolley berisi koper dan barangnya yang lain. "Tuan, Nona Fay" sambung Jack menunjuk ke arah Fay yang tengah celingukan, sepertinya sedang mencari keberadaan Jack.Namun, Jack hanya merespon dengan memutar tatapannya menuju Fay. Ia sebelumnya tak pernah bertemu langsung dengan perempuan itu. Jack dan Fay memang tak pernah bertemu, mereka hanya bertukar foto dan saling berbalas pesan.Jack menatap Fay penuh kritik. Layaknya model yang berlenggak-lenggok di karpet fashion show yang pernah Jack lihat, Fay juga seperti mereka, sangat kurus. Melihat Fay, me
Jack menatapi langit-langit kamarnya yang dihiasi lampu yang berpedar temaram, tersorot juga cahaya matahari yang menerobos dari celah tirai yang tersingkap sedikit.Semalaman Jack tak bisa tidur. Meski, sudah meminum banyak pil obat tidur, tak kunjung membuatnya merasa mengantuk. Kebiasaannya yang sering bergadang dulu ketika ia bekerja keras untuk posisi CEO di Baron group dan tekanan dari ayahnya memberikan efek bagi Jack sampai sekarang. Jack terkena insomnia akut. Ia akan kesulitan tidur tanpa bantuan obat tidur. Bahkan kini lebih parah, obat tidur yang memiliki dosis tinggi pun tak memberikan efek seperti yang Jack inginkan.Jack mendorong keras napas dari hidungnya. Ia menegakkan tubuhnya hingga posisinya sekarang duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Lalu, dengan tak bersemangat ia melempar pandangannya ke jam di dinding. Sudah waktunya Jack bersiap.Ia gerakkan tubuhnya pelan namun pasti memasuki kamar mandi. Ia segera mengguyur tubuhnya den
Jack berhenti sebelum mencapai pintu masuk toko khusus pakaian dalam wanita. Ia berdehem canggung. Jack sebelumnya tidak pernah pergi ke tempat seperti ini, dan tatapan orang-orang yang berlalu begitu mengusiknya."Tuan, ada yang bisa saya bantu," tanya si pelayan toko menghampiri Jack.Jack sempat tersentak beberapa detik, ia lalu memasang wajah dingin dan garang. Harga diri Jack tercoreng sudah. "Aku ingin beli... Bra dan celana dalam perempuan. Ini ukurannya." Jack berucap lirih nyaris berbisik, seraya menaruh secarik kertas kecil kepada si pelayan."Untuk warnanya, Tuan?" Si pelayan tak berkedip melihat Jack. Ia tahu siapa pria di depannya itu. Meski yang dilakukan Jack ini sedikit memalukan jika dilakukan oleh seorang pria, tapi si pelayan sama sekali tak memedulikan hal itu. Ia juga akan merahasiakannya tanpa Jack minta. Si pelayan rela melakukan apa saja untuk Jack. Tentu, ia merasa sangat beruntung karena bisa bertatap muka langsung dengan pria itu.
Jack turun dari mobil menatapi gedung apartemen mewah di depannya. Lalu, disusul Aiden dengan membawa kantong belanja di kedua tangan.Jack menoleh ke arah Aiden. "Aku bawakan satu kantongnya." Ia menyambar satu kantong belanja dari tangan Aiden.Aiden hanya mengangguk, kemudian mereka berdua berjalan beriringan menuju ke tempat Fay. Mereka melewati beberapa lantai sampai akhirnya mereka sudah berada di depan apartemen yang ditinggali oleh Fay.Jack tak sabar menekan bel sambil mengentak-entakkan sebelah kaki ke lantai untuk menetralisir emosinya.Tak lama kemudian, Fay membuka pintu dan mendongak. "Maaf telah merepotkanmu, Jack."Jack memutar mata malas. "Sangat merepotkan."Fay menahan diri. Ia tetap memaksakan diri agar bibirnya terus melengkung ke atas."Ini semuanya untukku?" Fay terkesiap dengan semua belanjaan yang dibawa Jack dan Aiden. Tak terhitung banyaknya."Jangan banyak tanya. Izinkan aku dan Aiden mas