"Bertahanlah, bertahanlah sayangku, bertahanlah Nadira, bertahanlah." Hatice, matanya tertutup kain merah sementara Nadira terbaring di pangkuannya. Ibrahim sengaja menutup mata Hatice karena jika Hatice pergi dengan mata yang terbuka maka dia akan menghafal dan dengan mudah mengingat tempat penyekapan yang dilakukan Ibrahim pada mereka berdua. Raut wajah Hatice betul-betul terlihat sangat-sangat cemas dan kedua tangannya terikat dan juga kakinya. Kedua tangan Hatice bergetar dan lama kemudian akhirnya dia sampai tepat di rumah sakit kota. Penutup matanya kini terbuka dan dia bersama dengan Nadira langsung dilempar keluar dari mobil yang ditumpanginya, dan setelah itu mobil hitam mengkilat tanpa plat nomor ini langsung melajukan mobilnya dengan sangat kencang. Dalam hitungan detik orang-orang di sana langsung mendatangi mereka dan memberi bantuan, kamera ada di mana-mana dan Hatice juga Nadira langsung ditangani. Penutup mata Hatice kini dilepas dan dia di bawa masuk lalu diobati di
Martin menatap dengan tatapan mata yang berkaca-kaca dan akan jatuh padanya air mata tak terbendung. kini semuanya semakin jauh, permainan yang dilakukan oleh pria yang tak pernah diduganya kini semakin parah, hari ini adalah putrinya, besok mungkin seluruh keluarganya dan dia akan hidup dalam penyesalan. Dalam benaknya dia berpikir kenapa bukan dirinya yang disekap, kenapa bukan dirinya yang mati saja dan membayar semua hal yang terjadi di masa lalu. Dia kehilangan keseimbangan tubuhnya saat melihat putrinya terbaring di atas tempat tidur kurus rumah sakit. Dia berlutut di lantai dan bersedih. Air matanya kini mengalir begitu deras dan tatapan basahnya mengarah pada istrinya yang terus menangis luar biasa sementara Hatice muncul di ambang pintu dan berjalan pelan ke arah Martin. Dia menguatkan kakaknya dan memeluknya dengan pelukan hangat dan menemaninya untuk menangis. "Apa salahku Hati? Apa salahku sehingga aku harus menjadi orang tua yang harus mengubur anak sendiri? Apa salahk
Darah masih mengalir di wajah tampannya dan dia terlihat tidak baik-baik saja. Wajahnya dialiri dengan banyak darah dari bekas pukulan dan matanya berusaha untuk terbuka namun dia seolah tak memiliki kekuatan lagi. Dia terbaring di atas lantai dingin dengan tubuh tak berdaya, dia bahkan bekum memakan makanannya yang sudah disiapkan untuknya sejak lama. Kedua tangannya terikat di belakang dan dia yang kini berusaha untuk membuka matanya dan tetap kuat untuk bisa bergerak. Namun tak kunjung dia bisa menyelamatkan tubuhnya sendiri, pintu ruangan terbuka. "Kau masih punya nyali untuk kabur," kata dari seorang yang muncul dari luar. Raisi kini tak lagi menggerakkan tubuhnya dan hanya diam saja di tempatnya. Dia pesuruh dari Nigel muncul dan mengangkat tubuh Raisi lalu mengembalikan tubuh itu untuk duduk di kursi lalu kembali mengikatnya. Raisi tak kuat lagi untuk melawan, bahkan bernafas pun sudah sangat kesulitan untuknya. "Kau bersyukur bahwa kau masih bisa bertahan." Tangan dari
Setelah hari-hari malang yang dilalui keluarga Dailuna, Martin memutuskan untuk meninggalkan perusahaannya dan dikelolah oleh beberapa orang terpercayanya. Dia bukan hanya meninggalkan perusahaannya namun juga meninggalkan rumah besarnya. Untuk sejenak, setelah dia memecat semua pekerja rumahnya, kini dia sendiri yang meninggalkan rumah besarnya, terkunci rapat, dan dengan gerbang yang tertutup begitu rapat. Dia membawa semua yang dibutuhkannya dan mencoba untuk memberi pelajaran pada para bajingan yang telah bermacam-macam padanya. Dia tidak lagi tahu apa yang harus dia lakukan selain melakukan perjalanannya sendiri, dan hanya akan mempercayai satu orang yang bisa dia percayai. Martin yang sibuk berkendara kini menatap lurus ke depan dan beberapa saat kemudian meminggirkan mobilnya dan berhenti tepat di hadapan dua orang pria yang berdiri di pinggir jalan. Kedua pria itu masuk ke dalam mobil dan satunya duduk tepat di samping Martin, yang satunya lagi, yang tak lain adalah Syarif d
FLASHBACK DUA HARI SEBELUM NADIRA KE RUMAH SAKIT "Bagaimana ini Tuan? Kita harus membawanya ke rumah sakit atau kita akan kehilangan mereka," salah satu anak buah Ibrahim terlihat cemas. "Kau pikir aku bodoh, aku sudah menghubungi dokter terpercayaku untuk datang kemari, jika kita membawa mereka ke rumah sakit pusat kota, maka dengan mudah lokasi kita akan diketahui," kata Ibrahim. Tak lama kemudian dokter yang dipanggil Ibrahim datang dan para penjaga di sana membawa Hatice dan juga Nadira yang sudah pingsan, sengaja dibius agar mereka tak tahu apa yang terjadi. "Gadis ini tidak bisa bertahan lama hanya dengan bantuan ku," kata si dokter. "Apa yang harus dilakukan?" tanya Ibrahim. "Dia harus segera ke rumah sakit, di sana lebih banyak peralatan dan bantuan medis," jawab dokter, dengan cemas menatap Ibrahim. "Baiklah, mereka akan ke rumah sakit, namun tidak di kota ini." Ibrahim dengan tegas lalu berkata lagi, "Siapkan kapal untuk ibu kota, bius mereka hingga sampai di rumah
"Aku tidak tahu takdir apa yang akan datang di hadapanku, namun aku pasrah bersamanya, aku pasrah bersama takdir yang kubawa, dan kemana kah aku akan melangkah lagi."Martin menatap ke arah Tom yang terlihat mengisap cerutu di tangannya, dia dengan tongkat yang membantu kaki miliknya berjalan, kini melangkah ke arah Martin"Kau ini tokoh ekonomis atau penyusun kata?" Tom melepas cerutunya dan menghirup udara segar saat mereka berhenti di pinggir lapangan saat akan menuju pelabuhan. "Berhentilah berpuitis, namun ingat ini, aku hanya akan membawamu ke tempat persembunyian mereka, setelah itu aku akan pergi. Dan kesalahanku padamu, atau hutang keluargaku, aku tidak ingin mengingatnya lagi." "Kalau begitu bagus, jika kau hanya ingin mengantarku, aku tidak perlu mengantar kamu balik," balas Martin. "Itu jika kau bisa lolos dari perangkap Nigel." Tom dengan kekehan gurih, dan dia berkata lagi, "Serif, aduh, atau siapapun namamu. Mari lanjutkan perjalanan." Dan mereka pun kemudian melanju
"Ada kabar tentang Martin?" Nigel duduk di halaman tempat persembunyian darinya dengan bibir yang menikmati susu putih yang selalu menjadi kesukaannya. "Masih belum didapatkan, dia sudah menghilang tiga hari, dan tidak tahu entah kemana." Ibrahim yang duduk di samping Nigel. "Mungkin dia sudah mencari persembunyian kita." lan"Jika dia hanya mencari di ibu kota maka dia tidak akan menemukan kita walau hingga kiamat!" Nigel menaruh segelas susu miliknya dan berdiri. "Jadi apa yang harus kita lakukan?" Ibrahim mendongak menatap Nigel yang kini mondar-mandir dan berpikir. "Berikan dia sesuatu untuk menemukan kita. Jika kita tidak tahu kemana ini akan berkahir maka ini sama saja seperti sesuatu yang kosong," katanya. "Karena itulah aku bertanya Nigel Dailuna, kemana selanjutnya?!" Ibrahim berdiri dan menghentikan Nigel dari mondar-mandirnya. "Dia tidak tahu persembunyian kita, dan aku ingin dia dipermainkan sebelum itu, namun! Yang menjadi masalah di sini adalah kita kehilangan jeja
Andira terus saja memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya, apa rencana Ibrahim, dan Nigel, juga apa yang terjadi pada adiknya, Sabina. Dia tidak tahu apa-apa tentang keadaan di luar, karena saat ini dia hanya duduk di atas pinggir ranjangnya dan terkurung di dalam ruangan yang dirinya bahkan tidak tahu dia berada di kota mana. Dia menggigit dengan lembut bibirnya, berdiri dari duduknya dan mondar-mandir dengan kepala yang sangat penat, dan tubuh yang jenuh, dia rindu dunia luar dan memikirkan bagaimana dia bisa keluar dan terlepas dari permainan Ibrahim dan misi balas dendamnya. Terbersit di kepalanya sesuatu yang bisa membahayakan dirinya namun bisa juga menyelamatkannya. Yang dia bisa lakukan hanya satu, dia akan memecahkan vas bunga yang ada di ata laci dekat ranjangnya. Pyuar! Suara kaca yang pecah, sebuah vas bunga transparan berada di lantai. Beling yang bisa digunakan olehnya. Dia meraih beling yang terpecah dan menaruhnya di atas urat nadinya, di pergelangan tangann