Share

Bertahan

Puluhan hari sudah terlewati, waktu berlalu menyisakan rindu, betapa keindahan dunia fana ini menyilaukan mata, tak ingin para pecintanya meninggalkan kesenangan ini.

Apakah begitu kiranya? Tak merasakan berlalunya hari dan waktu, karena terlalu menikmati hidup di atas bumi ini. Dunia semakin tua. Perputaran waktu semakin cepat. Perasaan masih pagi, tahunya sudah malam. Begitu pula sebaliknya.

Namun tidak bagi Laila, ia merasa waktu hanya berjalan seperti jarum pendek pada jam dinding di dalam kosannya, atau seperti lansia yang sedang meniti anak tangga, lambat!

Itu tak lain, karena ia memendam rindu. Serasa ingin segera merengkuh wanita yang sudah melahirkannya, ingin bersimpuh di pangkuannya, ingin dibelai, ingin dipeluk karena sentuhannya adalah kekuatan. Sosok wajah sendu, bersahaja dan penuh kerutan itu tak lekang dari ingatannya. Ia sungguh merindu.

Laila patut bersyukur bisa berhasil melalui hari-harinya ini walau tidak mudah. Pekerjaannya sangat berat dan melelahkan. Beban dan tekanannya tak sedikit, walaupun ia hanya cleaning service, itu karena ia sering mendapat omelan dan bentakan.

Arsen, atasannya selalu mencari gara-gara dengannya. Hukuman demi hukuman Laila terima dengan penuh kesabaran, dari mulai membuatkan Arsen kopi setiap hari, membawakan barang-barang dari kantor ke mobilnya, disuruh membelikan makananlah, minumanlah, obatlah dan seabreg hukuman lainnya.

Laila berusaha ikhlas menjalani smeuanya. Tak sedikit pun Laila mengeluh, bahkan ia pernah disuruh membeli makanan sampai ke Jakarta naik ojek. Ia tetap melakukannya dengan tegar.

Padahal Arsen adalah orang nomor satu di perusahaan tempatnya bekerja, ia heran mengapa dirinya yang cuma cleaning service diperlakukan 'spesial' seperti tak ada kesibukan lain saja.

Namun, Laila tetap bersyukur dengan kondisinya sekarang, walaupun sering mendapat tekanan, ia memiliki gaji. Setengahnya ia kirimkan ke kampung, Rosma sudah bisa diandalkan, ia yang bertugas mengambil uang dari ATM.

Sisanya ia pergunakan untuk bayar kosan, listrik, makan dan transportasi, jika ada sisa ia sisihkan untuk menabung.

Laila terpikir untuk mencari kerja sampingan, tak ada salahnya jika ia menerima cuci gosok, tapi mungkin ia akan terkena bayaran tambahan untuk listrik. Otaknya berputar, bagimana caranya bisa menambah penghasilan tanpa keluar modal.

Laila dapat ide, ia menjual jasa cuci dan setrika. Siapa yang ingin dicucikan pakaiannya, atau disetrikakan pakaiannya ia siap mengerjakan, cukup memberinya upah yang layak. Jadi ia tak perlu keluar modal untuk beli sabun dan bayar tambahan untuk listrik. Semuanya ditanggung pelanggan.

Pelanggan pertama tentu saja Yani, dengan senang hati Laila mengerjakan cuci gosok dengan sepenuh hati, hasilnya cepat dan rapi, boleh dikatakan ia adalah masternya mencuci baju. Wajar jika ia terampil mengerjakan semua itu, karena sejak kecil, mulai dari  bangku Sekolah Dasar Laila sudah pandai membantu ibunya.

Profesi Laila sebagai tukang laundry menyebar cepat ke seluruh penghuni kos, dari mulai penghuni kos-kosan murah seperti dirinya hingga penghuni kos-kosan elit di sebrang bangunan kosannya. Hasil cucian Laila terkenal bersih dan rapi. Pelanggannya merasa puas akan hasil kinerjanya.

Namun, karena Laila mencuci manual ia sempat kewalahan. Ia harus membagi waktu antara mengerjakan cuci gosok dan pekerjaannya sebagai cleaning service.

Keuntungan dari mencuci, seimbang dengan sebulan gajinya. Sangat lumayan sekali, tapi konsekuensinya ia harus kehilangan sebagian waktu istirahatnya. Tidurnya tak lebih dari tiga jam setiap harinya. Ingin mengeluh dan berkeluh kesah, tapi ia malu pada Allah. Baru sedikit saja ujian yang ditimpakan, ia sudah protes dan tak terima. Jika, rasa lelah dan suntuk datang, bahkan perasaan ingin menyerah, Laila menghadirkan wajah ibu dan adik-adiknya agar semangat kembali.

Laila membuka buku catatan keinginannya. Banyak sekali wishing list yang ia buat, di antaranya membeli sepeda motor bekas, agar bisa menghemat anggaran transportasi.

Laila ingin membeli sepeda untuk adiknya, mesin cuci untuk ibunya, dan di urutan terbawah yang Laila tulis, ia ingin kuliah. Nulis aja dulu, bermimpi saja dulu. Kedepanya mau seperti apa, biar Allah yang menentukan.

"Alfu Lailaa ... sini!" Arsen yang sedang duduk menumpangkan kaki di atas kursi kebesarannya, memanggil Laila.

Laila yang sedang sibuk membersihkan kaca menoleh, menghentikan sejenak tangannya yang bergerak ke kanan ke kiri memegang lap. Dengan malas ia berjalan mendekati Arsen.

"Ada apa, Pak Arsen?" tanyanya sedikit kaku, ia masih sering ketakutan menghadapi sikap galak Arsen.

"Mejanya lap lagi! Masih ada debunya." Tanganya mengusap meja dan menunjukkan pada Laila, padahal mejanya bersih, sudah dua kali dilap.

“Sudah saya lap dua kali, Pak.”

“Tapi masih kotor. Ini buktinya!” Arsen memperlihatkan telapak tangannya yang bersih, setelah mengusap mejanya.

Laila mendengkus kesal, tapi berusaha menyembunyikannya. Mau tidak mau, Laila mengelap meja yang ditunjukan Arsen. Dalam hatinya terus bertanya-tanya. Kenapa sikap Arsen begitu menyebalkan padanya.

Arsen meminta pada Teguh agar Laila yang khusus bertugas membersihkan ruangannya, disamping kinerjanya bagus, rapi dan bersih, juga ada kesenangan tersendiri bagi Arsen untuk mengganggu Laila.

Menyuruh ini dan itu, salah sedikit saja langsung dibentak. Ia suka melihat wajah ketakutan Laila. Namun herannya, Arsen tak pernah mengeluh. Laila bagai batu karang, tak sedikit pun ia menampakan rasa kesalnya. Senyum selalu menghiasi bibir tipisnya. Padahal air mata mengalir di hatinya. Ia pandai menyembunyikan perasaan dan gejolak jiwanya.

Ia selalu ingat pesan ibunya, orang miskin itu dilarang sakit hati, jika sering makan hati siap-siap saja tak bisa makan nasi.

Apapun itu, hinaan, cercaan dan makian. Baginya adalah senandung indah penghantar langkah demi langkahnya dalam meniti tangga kebahagiaan dan kesuksesan kelak.

"Pulang nanti, antar saya mencari sesuatu ke mall." Arsen kembali menggunakan kekuasaannya untuk berlaku semena-mena.

"Tapi, Pak? Itu bukan pekerjaan saya. Ma'af saya tidak bisa," tolak Laila.

Hal ini yang Arsen sukai dari Laila, ia gadis yang memiliki prinsip dan bisa bersikap tegas, sisi lainnya ia memiliki sifat lemah lembut, jarang membantah jika itu menyangkut kewajibannya, tapi jika sesuatu di luar pekerjaannya dan di luar tanggung jawabnya, maka ia dengan tegas akan menolak.

Padahal gadis-gadis lain berebut agar dapat mencuri perhatian Arsen. Sikut kanan dan kiri, saling menjatuhkan, demi mendapat perhatian lebih, pria tampan yang kaya raya itu.

"Pokoknya kamu harus antar saya, jika tidak ... siap-siap, kamu saya cepat." Jurus andalan yaitu ancaman.

Hati Laila dongkol tiada terkira, terbayang cucian dan gosokan yang menumpuk di kosannya. Bibirnya mengerucut, dan tanganya mengepal menahan marah.

Ternyata ada yang lebih Laila takuti, mall di Tangerang sangat besar-besar, ia tak pernah pergi ke tempat seperti itu, gadis itu sadar jika dirinya udik dan kampungan, ia takut menaiki tangga berjalan, habislah ia! dicaci maki dan dihina dina oleh Arsen.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status