Share

Part 2

Suaminya masih loading. Dia masih tak paham siapa yang dimaksud. Pasalnya di kampung ini ada beberapa wanita janda. Dan hampir semua selalu cari perhatian dengannya. Sampai dia pun tak paham apa yang membuat para wanita janda itu selalu mendekatinya meski Irwan tak pernah menggubris mereka.

Melihat respon suaminya yang tak paham, Rani semakin bete.

"Ih, mentang-mentang jadi rebutan janda di kampung sini, sampai nggak paham aku lagi ngomongin siapa!" ucapnya ketus.

Irwan segera membujuk istrinya. "Sayang, kok ngomongnya gitu sih? Maafin, Mas! Emangnya siapa sih yang udah bikin istri Mas yang cantik ini jadi bete?"

Mendengar rayuan suaminya membuat Rani tersenyum tetapi berusaha dia tahan.

"Itu, Mas! Si Bu Tut. Aku baru datang langsung aja jadi bahan ghibahan. Kalau saja nggak pengen masak buat sarapan, ogah banget nyamperin Kang Parto di pengkolan sana!"

"Padahal aku nggak pernah loh cari masalah sama mereka," tambahnya.

"Ya, udah lah, Yank! Nggak usah diladenin kalau ketemu. Orang tua emang gitu."

"Didiemin makin ngelunjak, Mas."

"Kalau kamu ladenin, nanti malah jatuhnya kamu yang dianggap nggak sopan." Irwan mencoba menasehati istrinya.

"Aku kesel, Mas! Selama ini aku diam aja, nggak pernah membalas setiap kali dighibahin. Sejak anaknya si Ratih godain Mas aja, bawaannya kesel kalau ketemu sepasang ibu dan anak itu."

Irwan paham dengan perasaan istrinya. Dia memeluk Rania. Selama ini dia selalu menjaga perasaan istrinya. Makanya setiap ada wanita yang meminta tolong, Irwan akan berusaha menolak. Kejadian waktu itu terjadi sebab Bu Tut memaksanya untuk membantu anaknya-- Ratih membetulkan bola lampu di rumahnya. Kebetulan saat itu suaminya Bu Tut sedang tidak ada di rumah. Katanya sedang kerja keluar kota, 3 hari lagi baru pulang.

"Masa, Ratih nunggu sampai bapaknya pulang baru pake lampu? Nggak, kan?" ucap Bu Tut waktu itu.

Beralasan sibuk pun tidak mungkin, sebab itu hari libur Irwan bekerja, karena dipaksa terus menerus, dengan sangat terpaksa Irwan membantu. Dia mengajak Rani untuk ikut ke rumah Ratih.

Sesampainya di rumah Ratih, terlihat dia cemberut saat melihat Rina ikut bersama suaminya.

Awalnya tidak terjadi apa-apa, tapi saat Irwan membetulkan lampu di area dapur dan kebetulan sekali Rina sedang berada di WC, tiba-tiba Ratih mendekati Irwan. Dia dengan berani menggoda Irwan bahkan saat Rani sedang berada di dalam toilet.

"Makasih loh, Mas, udah mau nolongin Ratih," ujarnya dengan nada dibuat manja.

Irwan yang menyadari nada suara Ratih yang dibuat-buat tak terlalu menggubris. Dia masih asyik mengutak-atik bola lampu itu.

Melihat respon Irwan yang dingin, Ratih tidak kehabisan akal. "Sebagai ucapan terimakasih, aku buatin Mas minum, ya? Mas mau minum apa? Kopi, teh atau jus? Atau kopi s*su? S*sunya spesial punyaku juga boleh, Mas!" godanya.

Irwan terkejut mendengar ucapan Ratih. Jujur, bukannya tergoda, dia lebih merasa jijik saat Ratih berkata begitu.

Dia masih tak merespon. Irwan menulikan telinganya. Dia berharap Rani segera keluar dari toilet.

Sementara itu di dalam toilet, Rani menguping pembicaraan mereka. Sebenarnya dia sudah selesai sejak tadi. Semenjak sampai di rumah ini, ia menyadari bahwa Ratih berusaha ingin menggoda suaminya. Dia ingin mendengar apa respon suaminya saat digoda wanita sesexy Ratih.

Saat mendengar tawaran Ratih kepada suaminya tadi, Rani sangat geram. Dia ingin sekali menjambak rambut wanita itu. Tetapi, ia berusaha menahan, ingin melihat sejauh mana wanita itu berani menggoda suaminya.

Rani terkejut saat tiba-tiba mendengar suaminya berteriak. "Kamu jangan berani macam-macam, ya, Ratih. Saya bukannya tergoda mendengar ajakanmu tapi malah jijik."

"Mas, jangan jual mahal deh! Sebenarnya, Mas juga pengen, kan? Tapi karena ada Rani, makanya Mas pura-pura nolak aku!"

Rani segera keluar dari WC, ia penasaran apa sebenarnya yang dilakukan Ratih kepada suaminya, sampai Mas Irwan berteriak seperti itu.

Panas sekali dada Rani ketika melihat pakaian Ratih. Dia memakai piyama tidur yang sangat ketat. Ratih mulai playing victim, dia berusaha membuat bahwa Irwan lah yang menggodanya, tapi Rani sudah tau apa yang terjadi.

Dia menjambak rambut Ratih dan mendorongnya ke tembok. Mencengkram mulut wanita itu kemudian menampar wajahnya. Beruntungnya tamparan Rani tidak terlalu keras. Hanya sedikit meninggalkan luka di bibir Ratih, seperti orang yang tak sengaja menggigit bibirnya.

"Heh, janda gatel! Kalau lagi gatel itu jangan godain suami orang supaya digarukin! Noh, pergi ke kebun Pak Somad sana! Di sana sabut kelapa banyak," umpat Rani.

Irwan tidak melerai. Dia malah berbalik badan ketika istrinya memojokkan Ratih ke tembok.

"Ayo, Yank, kita pulang aja," ajaknya.

"Sekali lagi berani godain suami saya, saya pastikan satu kampung bakal tau kejadian ini," ancam Rani.

Ratih hanya bisa terdiam. Dia tidak dapat melepaskan cengkraman Rani yang begitu kuat di rahangnya.

"Mas keluar duluan aja! Aku mau kasih perhitungan dulu sama si janda gatel ini."

Ratih ketakutan. Dia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Rani kepada dirinya.

Irwan yang tau istrinya sedang diliputi emosi tak berbicara apa-apa, ia hanya berpesan untuk jangan terlalu berlebihan.

"Hemm.." Rani menjawab dengan deheman.

Ketika Rani melihat suaminya menuju keluar, ia menyeret Ratih dan mendudukkannya di kursi meja makan.

Kemudian Rani mengambil sebilah spatula penggorengan dan mengacungkannya di hadapan Ratih.

Ratih gemetar melihat ekspresi Rani. Dipikirannya sudah membayangkan hal yang tidak-tidak.

"Eh, ulat bulu! Kamu tau ini apa?" tanya Rani.

Ratih hanya terdiam, tak mampu menjawab. Ia berusaha menelan salivanya. Takut Rani melakukan hal yang nekat kepada dirinya.

"Ckek..ckek..ckek.., dengan ini saja kamu tidak tau. Kalau kamu tidak tau, ini namanya spatula penggorengan."

"Kamu mau tau apa yang ingin saya lakukan dengan ini?" tanyanya lagi.

"Saat kamu menggoda Mas Irwan tadi, sepertinya punyamu gatal sekali, ya? Apa sekarang masih gatal? Kalau masih gatal, saya mau mencoba menolong garukin pake ini," ucap Rani sambil mengacungkan spatula tadi.

Tubuh Ratih gemetar. Bayangan apa yang akan dilakukan Rani dipikirannya tadi seakan nampak di depan matanya.

Ratih mencoba melawan tetapi Rani kembali mengancam. "Berani kamu lari atau melawan, maka akan tau akibatnya." Rani mengancam dengan wajah bengisnya membuat Ratih kembali tak berkutik.

"Berani lagi kamu nekat godain Mas Irwan seperti tadi, siap-siap saja, yang lebih besar dari ini akan saya tancapkan di lubang buayamu yang gatal itu." Rani menakuti-nakuti Ratih.

Ratih mengangguk. Dia ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat mendengar ancaman Rani.

Ratih lega ketika mendengar langkah kaki seseorang. Merasa ada pertolongan, ia sedikit mengeraskan suaranya.

"Auu.. sakit!" Suaranya terdengar sampai ke depan rumah.

Tiba-tiba orang itu berteriak.

Bersambung.

Ayo kira-kira siapa yang masuk?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status