Share

Part 3

Author: Pena_ baru
last update Last Updated: 2023-09-20 12:52:50

Tiba-tiba langkah yang tadi terdengar dari luar semakin mendekat.

"Hey..., Kamu apakan anak saya?" Ternyata suara langkah kaki tadi berasal dari Bu Tut.

Rani yang melihat Bu Tut mendekat, segera mendorong kursi itu ke arahnya.

Bugh...

Ratih terjatuh ke lantai. Melihat keadaan anaknya yang babak belur membuat Bu Tut khawatir.

"Eh, Rani, kamu apakan anak saya? Kenapa sampai berdarah-darah seperti ini?" Suara Bu Tut histeris, Ratih menangis di pelukan ibunya.

"Awas ya, kamu, Rani! Akan saya tuntut kamu karena sudah menganiaya anak saya." Rani yang mendengar ancaman Bu Tut tidak terlihat takut sama sekali.

Rani melempar spatula yang ada di tangannya tadi ke arah kaki mereka. "Silahkan, laporkan saja, kalau mau anakmu menanggung malu seumur hidup."

Bu Tut tidak mengerti maksud Rani.

"Apa maksud kamu? Memangnya apa yang anak saya lakukan? Justru seharusnya kamu lah yang akan saya buat malu," ketus Bu Tut.

"Selain sombong ternyata kamu itu suka menganiaya orang, ya?" sindirnya lagi.

Rani menarik sudut bibirnya. "Silahkan kalau Bu Tut mau menyebarkannya ke semua orang. Tapi sebelum itu terjadi, saya akan mengatakan duluan bahwa anak Bu Tut ini..." Dia menunjuk wajah Ratih. "Pelakor gatel," sambungnya.

"Heh... Jaga mulut kamu, ya Rani! teriak Bu Tut.

"Bu, jangan teriak-teriak. Ibu nggak mau 'kan warga ke sini dan melihat apa yang tengah terjadi? Kemudian saya katakan yang sebenarnya kepada mereka apa yang tengah dilakukan Ratih tadi kepada suami saya?"

Bu Tut memandang Ratih meminta penjelasan dan Ratih hanya bisa terdiam.

"Sini, Bu biar saya beritahu apa yang dilakukan Ratih kepada Mas Irwan. Saat saya di dalam toilet dengan berani dan murahannya anak ibu menggoda suami saya. Bahkan sampai menawarkan diri padahal ada istrinya loh, lagi di dalam toilet."

Bu Tut melihat ke arah Ratih. Tubuhnya gemetar tak berani mengatakan apa-apa.

"Jangan asal ngomong kamu, Rani," bela Bu Tut.

"Bu, lihat aja itu pakaian anak ibu. Ini kan siang hari? Ngapain dia pake baju piyama sexy gitu? Apalagi dia tau ada lelaki yang bukan suaminya. Apa coba namanya kalau bukan mau menggoda? Untung suami saya kuat iman."

Ratih yang takut ibunya marah, berusaha mengelak ucapan Rani. "Bohong, Bu! Mana buktinya kalau saya godain Mas Irwan? Dia cemburu, Bu, karena Mas Irwan nolongin, Ratih. Makanya dia nampar Ratih." ucapnya dengan suara gemetar.

Rani yang baru sadar tidak ingat merekam suara Ratih saat menggoda suaminya tadi, merutuk dalam hati.

"Kenapa pula lupa ngerekam tadi, ya? Padahal suara Ratih dan Mas Irwan tadi jelas banget,"batinnya. "Ini hp juga ada di tangan. Tenang Rani, tenang. Cari akal, sebelum pasangan Mak Lampir ini tau bahwa kamu tidak ada bukti."

Rani terdiam. Wajahnya biasa aja, tak menimbulkan raut panik. Tiba-tiba muncul sebuah ide, dia tersenyum.

"Wah, berani berbohong kamu, ya? Apa kamu tak takut kalau sampai rekaman ini..." Dia menenteng hape-nya. "Saya sebarkan di grub kampung? Apalagi Mas Irwan sebagai saksi, loh." Ratih gemetar. Dia takut kalau warga tau kelakuan murahannya ketika menggoda suami Rani tadi.

"Akan seru sekali nanti. Mereka akan menyebutmu apa, ya?" Rani mengetuk-ngetuk dahinya seperti orang yang sedang berpikir.

"Ulat bulu? Pelakor? Atau janda gatel? Oh..atau, bisa jadi mereka memanggilmu pelakor gatel si ulat bulu?" timpalnya.

"Saya jadi penasaran bagaimana respon mereka saat rekaman ini tersebar. Apalagi ibu-ibu di kampung ini paling anti banget sama yang namanya pelakor. Menurut mereka, pelakor itu seperti hama yang pantas dibasmi." Bu Tut merasa tertampar saat Rani mengatakan itu sambil melihat ke arahnya.

"Bahkan Ibumu ini, Ratih! Paling benci sama pelakor. Katanya kalau ada pelakor di kampung ini dan sampai ketahuan akan dimasukin cabe ke dalam 'itunya'." Rani berpura-pura bergidik membuat Ratih yang mendengar juga bergidik ngeri.

"Kan, nggak lucu kalau ibunya benci pelakor malah tau-tau anaknya yang jadi pelakor," tambahnya lagi.

"Jadi, gimana? Mau saya sebarkan? Biar warga pada tau kelakuanmu, Ratih?" Tatapnya penuh intimidasi.

Ratih menggeleng. "Bagus! Kalau begitu katakan yang sebenarnya kepada ibumu, Si Bu Tut yang terhormat."

Ratih terdiam sejenak. Melihat anaknya seperti itu Bu Tut sudah paham bahwa apa yang dikatakan Rani memang benar.

"Gimana? Masih mau menuntut saya, Bu Tut yang terhormat?" Bu Tut tak mampu berkata-kata. Dia begitu sangat menyayangi Ratih, dia tak ingin semua warga tau kemudian anaknya dicap sebagai pelakor. Bu Tut tak bisa membayangkan kalau itu benar terjadi.

"Kalau kalian menuntut siap-siap saja merasakan akibatnya," ancam Rani.

"Kalau begitu saya permisi dulu! Dan ingat, Ratih, sekali lagi kamu berani mencoba menggoda Mas Irwan, yang lebih besar dari gagang spatula tadi akan masuk ke 'liang gatalmu'. Assalamualaikum," ucapnya ketus kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.

Ratih ketakutan, sementara Bu Tut merasa kesal. Rani yang selama ini dikenal pendiam, sekarang menjadi lebih bar-bar.

"Ayo, Mas! Kita pergi dari sini," ajaknya kepada Irwan.

Semenjak itu, hubungan Bu Tut dan Rani menjadi semakin panas. Rani yang dulu tidak pernah terpancing meskipun Bu Tut menggosipkannya secara terang-terangan, sekarang membuat Rani lebih berani membalas.

****

"Sudahlah, nggak usah diladenin lagi, ya, Yank? Biarin aja Bu Tut beserta gengnya. Kan sudah jadi kebiasaan mereka seperti itu. Suka ngomongin orang, jadi kamu anggap biasa aja lah." Irwan kembali membujuk istrinya.

Rani hanya terdiam. Dia heran kenapa gengnya Bu Tut itu seperti benci sekali dengannya. Semenjak pindah ke kampung ini tak pernah sekalipun Bu Tut bersikap ramah kepada Rani, padahal Rani selalu berusaha berbaur dengan warga sini termasuk kepada Bu Tut dan gengnya.

Ia juga selalu berusaha memberikan bantuan kepada siapa saja yang memerlukan bantuan keluarganya.

Sejak dulu kalau ketemu sama Rani, bawaannya sewot mulu. Tapi, kalau dengan suaminya biasa saja.

Manisnya hanya ketika setiap mau minjam duit saja, tapi setelah dikasih pinjam langsung kembali ke mode galak.

Tak jarang Bu Tut dan gengnya menyebarkan berita bohong bahkan sampai memfitnah Rani.

Awalnya bualan Bu Tut hanya sekedar mengatakan Rani penikmat uang suami, tetangga sombong dan sebagainya, tapi setelah itu entah bagaimana ceritanya sampai Rani mendengar desas desus fitnah Rani open BO menjadi wanita panggilan dan memakai pesugihan. Wajah Rani yang memang cantik dari sananya, dikira hasil memakai susuk.

Rani memang tidak pernah menanggapi semua desas desus itu. Dia juga hanya menganggap angin lalu akan rumor itu.

Maka dari itu sekarang Rani tak ingin lagi diam. Kalau dibiarkan akan semakin melunjak.

****

Bu Tut yang masih kesal dengan kejadian di tukang sayur tadi lekas pergi menuju rumahnya. Meletakkan dengan kasar belanjaannya.

"Awas kamu, Rani!" umpatnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nasib Dikelilingi Tetangga Julid   Bab 113 - Akhirnya

    "Kenapa wajah kamu bisa hancur gitu?" Pertanyaan Bu Tut begitu mengintimidasi. Ratih menjadi gugup. "A-anu, Bu... Anu..." Ratih bingung memberikan jawaban. "Anu apa? Kenapa wajah kamu bisa seperti ini?" Melihat luka di wajah Ratih yang sama persis seperti foto pelakor yang ditunjukkan oleh Bu Susi, Bu Tut menjadi yakin kalau wanita itu memang benar anaknya. "A-anu, Bu! Tadi Ratih jatuh waktu di tempat kerja.""Jatuh di mana?""Jatuh dari tangga, Bu!" Ratih tersenyum kikuk. "Kamu naik tangga? Bukannya kamu kerja di perusahaan? Kok, naik tangga? Sekelas mall kecil aja pakai lift, kok, perusahaan tempat kamu bekerja malah nggak ada lift?""Liftnya lagi rusak, Bu! Jadi Ratih pakai tangga."Bu Tut mendekati Ratih dengan pandangan tajam. "Nggak usah bohong kamu! Kamu habis jalan sama om-om 'kan?" Bu Tut langsung berkata ke intinya. "Nggak, kok! Bu! Ratih kerja." Tubuh Ratih sudah mengucur keringat dingin. "Kerja, kerja! Nggak usah bohong kamu! Ibu sudah tau semuanya. Ibu sudah lihat

  • Nasib Dikelilingi Tetangga Julid   Bab 112 - Beritanya Viral

    Bu Susi memperlihatkan video seorang wanita yang digrebek di kamar hotel dan di serang oleh istri sahnya."Sini coba saya lihat!" Bu Tut mengambil ponsel Bu Susi untuk melihat video itu dengan lebih jelas.Awalnya dia biasa saja bahkan ikut geram dan mengumpat sebelum tau bahwa wanita yang jadi pelakor di video itu adalah anaknya."Bagus! Hajar aja! Geram banget sama pelakor dan lakinya ini! Terus, Bu! Jangan kasih ampun!" ujar Bu Tut bersemangat.Bu Susi heran kenapa Bu Tut malah ikutan geram dengan video itu? Bukannya terkejut atau berteriak histeris.Bukan karena hasil videonya yang jelek, tapi Bu Tut tidak mengenali pelakor itu karena wajahnya sudah terdapat luka-luka."Terus! Hajar! Kalau perlu potong aja b*tang suaminya dan kasihin ke binat*ng! Masukin cabe juga ke dalam lub*ng buaya si pelakornya! Dasar bin*t*ng kedua orang itu!" ujarnya mengumpat dengan semangat."Loh, Bu Tut, kok nggak kaget? Malah ikutan mengumpat?" tanya Bu Susi heran."Kenapa kamu heran? Bukannya reaksi sa

  • Nasib Dikelilingi Tetangga Julid   Bab 111 - Digrebek di Kamar Hotel

    "Ma-mamah!" ucap Om Heri terbata-bata. BRAKK... Wanita yang ternyata istri dari Om Heri itu menggebrak pintu. Ratih yang terkejut, menyusul keluar. "Siapa, Om?" tanya Ratih. Dia menutupi dirinya dengan selimut hotel dan berjalan keluar. Ratih tak kalah terkejutnya melihat ramainya orang berada di pintu kamarnya. Istri Om Heri memandang Ratih dari ujung kepala sampai kaki. Menatapnya dengan pandangan tajam. "Jadi ini wanita peliharaanmu?" ujarnya pedas. "Mama ngapain ke sini?""Mama? Apa wanita ini istri Om Heri? Tapi, kata Om kemarin dia seorang duda?" Ratih bertanya dalam hati. "Ngapain katamu?" teriak wanita itu. Teriakannya membuat orang-orang keluar dari kamar mereka dan beramai-ramai melihat. "Puas kamu, ya! Sudah main berapa kali dengan wanita ini?" tunjuk nya pada Ratih. "Dasar laki-laki buaya! Perempuan gatal! Kub*n*h kalian!" Istri Om Heri mencoba meraih Ratih, namun dihalangi oleh Om Heri. "Mah, jangan begini dong! Malu dilihat sama orang!" bisik Om Heri. "Apa?

  • Nasib Dikelilingi Tetangga Julid   Bab 110 - Terungkap

    "Tadi itu aku lihat Ratih loh, Mas!""Ratih siapa? Temen kamu?""Ih, bukan! Itu loh, Ratih anaknya Bu Tut.""Terus kenapa kalau kamu lihat dia? Kayak nggak pernah lihat aja sampai heboh begitu!" Sambil berjalan, sesekali Irwan bercanda dengan anaknya. "Tadi itu dia sama seorang laki-laki, Mas! Om-om gitu! Gandengan pula! Mesra banget.""Kamu yakin kalau itu dia? Jangan asal tuduh loh, Yank!""Iya, Mas! Aku yakin! Aku nggak bakalan lupa sama wajah wanita yang sudah mencoba menggoda suami aku.""Kemarin, Bu Tut bilang kalau Ratih itu kerja sebagai asisten bos. Apa iya, ya Mas? Kok, lebih kayak sugar baby gitu?""Sugar baby? Apa itu, Yank?""Itu loh, Mas! Simpanan om-om!""Astaghfirullah! Hush, udah! Kami nggak usah kepo! Dosa tau mencari aib orang!""Astaghfirullah! Maaf, Mas! Habisnya aku kepo!" ujar Rani sambil nyengir meski suaminya tidak melihat karena tertutup masker."Biarkan saja dia! Kamu nggak usah ikut campur. Meski ibu dan dia pernah membuat kita kesal dan pernah memfitnah k

  • Nasib Dikelilingi Tetangga Julid   Bab 109 - Ratih Kepergok

    "Ah, iya nih, Bu! Bagus nggak?""Wah, bagus Bu Tut. Kayaknya habis dapat rejeki nomplok nih sampai bisa beli cincin.""Iya, Bu! Saya habis dikasih sama Ratih. Kemarin dia habis gajian dan ngasih saya satu juta. Makanya saya bisa beli cincin sebagus ini," ujar Bu Tut."Beruntung banget ya, Bu Tut. Coba saja anak saya bisa ngasih saya uang banyak kayak gitu.""Iya, Bu! Akhirnya Ratih bisa berbakti juga sama orang tua. Semenjak dia cerai bahkan masih sama suaminya saja, kami orang tuanya yang ngasih makan.""Hah, yang bener, Bu?""Iya! Makanya, waktu si Jono terkena kasus, saya suruh cerai aja sekalian. Punya suami nggak bisa diandelin, buat apa?""Bener, Bu! Zaman sekarang makan cinta mah, nggak bakalan kenyang.""Nah, makanya itu. Laki zaman sekarang pengennya punya istri cantik. Padahal dia sendirinya cuma laki-laki kere. Nggak bisa memenuhi keperluan istrinya. Dia kira makan tampang aja kenyang?""Bener tuh, Bu Tut!""Ya, sudah! Saya pulang dulu ya, Bu-ibu!""Iya, Bu!""Enak ya, Bu T

  • Nasib Dikelilingi Tetangga Julid   Bab 108 - Ratih Mulai Tergiur

    "Ma-maksud, Om! Melayani apa? Menyediakan makan minum untuk Om, gitu?""Jangan pura-pura nggak tau, Ratih! Kita sudah sama-sama dewasa. Kamu ngerti apa yang saya maksud!" Om Heri menyesap rok*k yang terjepit di jarinya. "Tapi... Saya..." Ratih seakan ragu. Namun, tak dipungkiri dia sangat tergiur dengan uang itu. "Kalau kamu mau, uang sebesar sepuluh juta yang ada di amplop itu akan menjadi milikmu! Tetapi... Kalau kamu nggak mau, tidak apa-apa! Saya tidak keberatan tapi uang ini saya ambil kembali."Ratih menelan salivanya. Dia bingung dan juga bimbang, antara menerima atau menolak tawaran itu. "Saya tidak akan memberikan tawaran ini dia kali. Dan kalau kamu menolak uang ini, saya rasa kamu akan menjadi orang yang paling rugi." Om Heri mencoba menggoyahkan pertahanan Ratih. "Kamu tau? Sekarang susah untuk mendapatkan pekerjaan mudah dalam waktu yang singkat. Tidak mudah pula mendapatkan uang sebesar ini dalam satu hari. Apa kamu yakin mau menolak tawaran ini?" Lagi, Om Heri semak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status