Para ibu-ibu itu pergi menuju kediaman Bu RT.
"Assalamualaikum, Bu RT.""Wa'alaikumussalam." Dari dalam keluar pasangan suami istri. Mereka berdua heran melihat para ibu-ibu berdatangan."Ada apa ini, Bu?" tanya Pak RT."Iya! Tumben rame banget. Ada apa ini?" sambung Bu RT."Begini, Bu, kami ke sini mau mengadukan perbuatan keluarga Rani," ucap salah seorang diantara mereka."Memangnya apa yang mau kalian semua adukan?" tanya Pak RT."Kami mau mengadukan bahwa keluarga Rani memakai pesugihan," ucap salah seorang warga yang emosi."Loh...loh, berita dari mana itu? Jangan asal bicara kalau tidak ada bukti, jatuhnya fitnah." Suami istri itu mencoba menenangkan kumpulan ibu-ibu yang emosi."Tenang dulu, Ibu-ibu! Jangan gegabah. Siapa orang yang menyebarkan berita ini?" tanya Bu RT."Sudah! Kita usir saja mereka!" teriak Bu Irma memprovokasi."Ayo...! Langsung saja kita labrak rumah mereka."Nanti dulu, Ibu-ibu! Kita cari tau dulu kebenarannya.""Sudah jelas, Pak! Bahkan saya punya buktinya." Bu Tut bersuara.Lalu Bu Tut menunjukkan bukti video rekaman itu kepada Bu RT.Bu RT sempat terkejut dengan video itu. Sebenarnya dia tidak percaya dengan tuduhan warga. Dia kenal betul bahwa Rani dan Irwan orang yang baik. Tak mungkin melakukan hal musyrik seperti itu."Bagaimana? Sudah jelaskan? Kita labrak aja rumah mereka lalu kita usir dari kampung ini!" teriak yang lain.Bu Tut tersenyum sinis."Sebelum melabrak lebih baik kita tanyakan kepada mereka secara baik-baik. Saya rasa tidak mungkin keluarga Mas Irwan dan Mbak Rani berbuat hal seperti itu.""Belum tentu hal yang kalian lihat seperti yang kalian pikirkan. Agar tidak malu seperti kejadian kalian menuduh Mbak Rani waktu itu, lebih baik kita datangi rumah mereka dengan kepala dingin. Tidak perlu melakukan hal yang anarkis."Mendengar nasihat dari Pak RT, mereka semua terdiam."Ya sudah! Kalau begitu kita samperin saja ke rumah mereka."Mereka mendatangi rumah Rani, di pimpin oleh Pak RT."Ingat, ya, Ibu-ibu! Tidak boleh bertindak anarkis!""Iya!" ucap mereka serentak.Dalam hati Bu Tut merasa yakin bahwa Rani melakukan pesugihan."Sebentar lagi, kelakuan kamu yang sebenarnya akan terbongkar, Rani," batinnya."Lihatlah, Rani, sebentar lagi perbuatanmu waktu itu akan padaku akan terbalaskan," batin Ratih.Rani yang sedang duduk di teras rumahnya sambil menulis lanjutan cerita onlinenya terlihat bingung ketika rombongan itu sampai di depan rumahnya."Wah, kebetulan sekali Mbak Rani sedang berada di rumah," ujar Pak RT ramah."Iya, Pak." Rani menjawab sembari tersenyum. "Ini ada apa ya, Pak, Bu, rame-rame ke sini?" tanyanya."Begini, Mbak. Kami ke sini ingin menanyakan kebenaran tentang...." Pak RT sedikit ragu saat mengutarakannya."Tentang apa, Pak?""Tentang... apa benar bahwa kalian berdua..." Ucapannya terputus oleh warga yang tak sabaran."Bahwa kalian memakai pesugihan," teriak yang lain.Rani terkejut mendengarnya. "Siapa yang menyebarkan berita seperti itu? Memang kalian semua ada buktinya?" tantang Rani."Sudahlah Rani, tidak usah merasa sebagai korban." Bu Tut bersuara. "Saya ada buktinya."Rani yang merasa bahwa si penyebar berita adalah Bu Tut segera meminta untuk menunjukkan bukti itu."Kalau begitu mana? Coba tunjukkan."Bu Tut menyenggol Ratih, memberikan isyarat untuk menyerahkan HP-nya.Rani menyaksikan dengan seksama video itu. Dia melihat bahwa rutinitas suaminya tidak ada yang aneh."Tidak terjadi apapun dalam video itu!" ucapnya. "Mas Irwan tidak melakukan hal yang aneh.""Sudahlah, Rani! Tidak usah pura-pura polos. Memangnya untuk apa suamimu menyirami kiosnya dan lagi mulutnya komat-kamit seperti membaca mantra?" cecar Bu Tut. "Kalau bukan sedang melakukan ritual pesugihan?" tambahnya lagi.Rani yang peka kemana arah pikiran mereka langsung tertawa."Hahahaha...." Mereka keheranan tapi tidak dengan Bu Tut."Apa kau tak bisa mengelak lagi, hingga langsung menjadi gila begini?" sinisnya."Maaf...maaf ya, saya tertawa sebab kalian semua ini sangat lucu sekali, terutama anda, Bu Tut."Memangnya apa yang lucu?" Bu Tut merasa terhina."Hahahaha....." Lagi, Rani tertawa."Hanya dengan bukti video ini kalian semua menuduh kami melakukan pesugihan?""Sudah jelaskan, apa yang suamimu lakukan?""Maaf ya, Ibu-ibu! Setiap pagi suami saya memang melakukan itu. Saya rasa tidak ada yang salah dengan menyiram sekeliling kios dengan air.""Terus, kenapa mulut suami kamu terlihat komat-kamit di video itu? Apa dia sedang membaca mantra penglaris?" sambar salah satu seorang Ibu."Iya, memang! Suami saya tengah membaca mantra penglaris, yang ia siramkan itu juga air yang sudah dijampi-jampi.""Sudah terbukti 'kan Pak RT bahwa mereka memakai pesugihan bahkan dia juga mengakuinya, melakukan hal yang musyrik! Usir saja mereka berdua!" teriak Bu Irma."Tenang dulu, Ibu-ibu," ucap Pak RT."Loh..loh, sejak kapan menyiram air Burdah ( air yang dibacakan ayat-ayat Burdah) ke tempat usaha itu perbuatan yang musyrik?"Mereka semua tercengang dengan ucapan Rani barusan."Makanya, Ibu-ibu. Kalau melihat sesuatu yang mencurigakan itu telusuri dulu kebenarannya. Kalau tidak benar 'kan jadi malu! Sudah 2 kali loh saya difitnah seperti ini. Apalagi sekarang sudah ada hukum pidananya menyebarkan berita hoax, bagi yang membuat berita ataupun yang menyebarkan berita."Mendengar ucapan Rani para ibu-ibu tadi terdiam. Mereka takut. Melihat mereka tak berkutik, Bu Tut emosi."Itu hanya akal-akalan dia saja, Ibu-ibu. Dia ini orangnya manipulatif. Supaya kalian takut.""Untuk apa coba air Burdah disiram ke kios?" ucapnya sinis."Supaya usaha lancar, Bu Tut!" jelas Rani. "Jadi nggak ngutang lagi sama tetangga." sindirnya."Kalau kalian tidak percaya bisa periksa rumah saya, ada hal yang mencurigakan apa tidak? Mumpung saya belum beberes."Pak RT, Bu RT dan gengnya Bu Tut beserta beberapa orang warga masuk ke dalam rumah Rani. Mereka tidak menemukan hal yang aneh-aneh. Memang di ruangan musholla rumah Rani ada beberapa botol air yang tersusun di dekat lemari penyimpanan Al Qur'an dan kitab-kitab kecil lainnya."Ini, Pak RT!" Tunjuk Bu Irma kepada semua botol yang berjejer. "Semua ini terlihat mencurigakan.""Botol-botol itu air yang sudah dibacakan ayat-ayat Burdah. Setiap selesai sholat magrib, pulang dari mesjid suami saya selalu membaca Burdah sampai menjelang sholat isya." Rani menjelaskan."Tidak ada yang mencurigakan 'kan, Ibu-ibu? Jadi tuduhan kalian itu tidak benar." ujar sepasang suami istri itu."Kalau air Burdah, kenapa mulut Irwan komat-kamit begitu saat menyiramkan airnya," tanya seibu yang penasaran."Mas Irwan itu tengah membaca surah Al Fatihah setiap kali dia menyiramkan airnya."Setelah kembali ke teras, Pak RT meminta maaf kepada Rani. Dia juga meminta semua ibu-ibu yang menuduh Rani meminta maaf, termasuk gengnya Bu Tut si penyebar berita. Bu Tut merasa malu. Ia tak sudi meminta maaf kepada Rani."Ayo, Bu Tut, minta maaf kepada Mbak Rani. Dan jangan diulangi lagi hal seperti ini. Beruntung Mbak Rani tak marah, " ucap lelaki berkumis tipis itu. "Ayo! Sekarang kalian pulang ke rumah masing-masing." Ibu-ibu yang berkumpul tadi mulai membubarkan diri termasuk Bu Tut. Rani memandang heran dengan warga yang mulai meninggalkan rumahnya. Sebenarnya dia ingin marah, sudah 2 kali dia difitnah seperti ini. Tapi dia yakin kalau suaminya tidak akan suka kalau dia berkata kasar apalagi sampai bertengkar dengan ibu-ibu satu kampung. Ia percaya dengan kinerja Pak RT. Ia mencoba menganggap bahwa kejadian tadi kejadian lucu. Rani kembali duduk di teras menyelesaikan bab cerita novelnya, sesekali ia membalas chat costumernya. ***Rani menceritakan kejadian tadi kepada suaminya. "Kok bisa mereka menuduh begitu, ya?" Irwan merasa heran sekaligus lucu. "Ya, itu karena mereka tak tau dengan pekerjaan aku, Mas. Orang kampung sini kan taunya kalau orang banyak duit itu kerja."Irwan hanya mengan
"Emm..., jujur ya, kalau menurut Mas lebih sexy-an kamu sih!" Walau Yanti hanya wanita simpanannya, Adi tak ingin membuat wanita itu tersinggung. Karena dia sudah sangat cocok dengan Yanti. Sebab, sudah sering ia ke sana kemari menikmati tubuh wanita tapi, pelayanan wanita ini tidak dia dapatkan di tempat lain. Namun setelah melihat foto Rani, tiba-tiba ia berubah pikiran. Lelaki buaya itu berencana melakukan sesuatu dengan memanfaatkan perasaan Yanti terhadap suaminya Rani. Yanti merasa sombong setelah mendengar pendapat Adi. "Bener 'kan? Sudah kuduga. Tapi kenapa Mas Irwan tidak pernah tergoda ketika melihatku ya, Mas?" Yanti berpikir sejenak. "Haa...." Adi terlonjak kaget saat meneliti wajah Rani, ketika Yanti tiba-tiba menepuk punggung tangannya. "Kamu, kenapa sih, Sayang?” Nampak ia terlihat kesal saat konsentrasinya terganggu. " Aku curiga, Mas, apa jangan-jangan....""Jangan-jangan apa?" Adi sedikit penasaran dengan kalimat Yanti yang terpotong. "Jangan-jangan si Rani itu
Mata Yanti membelalak ketika melihat wanita yang sedang bertanya di bagian resepsionis. Sebelum ketahuan, Yanti gegas bersembunyi di balik tembok. "Huh.., untung dia belum liat." Jantungnya berdetak dengan kencang, membuat Yanti gugup. "Kalau sampai ketahuan bisa gagal rencanaku sama Mas Adi."Tiba-tiba Yanti teringin memoto wanita itu. Ia memotret secara diam-diam. Cekrek.. Cekrek.. Beberapa foto berhasil ia ambil. "Kali aja nanti bermanfaat."Sekitar sepuluh menit menunggu, tetapi wanita itu tak kunjung juga menjauh. Seperti tengah menunggu seseorang.""Ada keperluan apa sih, wanita itu di hotel ini? Apa jangan-jangan berita itu benar?" gumamnya. "Kalau benar bisa jadi berita heboh nih! Dan makin mempermudah rencanaku," ucapnya girang. Waktu yang ditunggu Yanti akhirnya tiba. Wanita itu pergi menjauh keluar loby. Gegas dia keluar dengan terburu-buru. Bughh.... "Aww.. " Yanti tak melihat jalan sehingga ia menabrak si wanita yang baru keluar tadi. "Sial! Pengennya sembunyi-semb
Rani heran melihat suaminya terdiam. "Siapa, Mas?" tanyanya dengan mulut yang masih mengubah makanan. "Ibu," jawab Irwan. "Ooh..." Rani hanya ber-oh ria. Klik... "Halo, Bu! Assalamu'alaikum.""................ ""Tumben Ibu mau ke rumah! Ada hal apa?" ".............. ""Bukan begitu, Bu! Biasanya juga kami yang di suruh ke sana nyamperin Ibu!""................. ""Tapi.......!""................... ""Iya, Bu. Wa'alakikumussalam."Tut.. Panggilan itu pun terputus. "Kenapa, Mas?""Ibu mau ke rumah!""Sekarang? Ibu sudah sampai?""Kata Ibu sih, masih di rumah.""Mas sudah kasih tau kalau di rumah nggak ada orang?""Itu dia, Yank. Mas mau ngasih tau, tapi Ibu keburu memotong ucapan Mas."Rani melirik jam. Ternyata sudah pukul dua lewat. "Kalau begitu kita tutup aja sekarang!" Irwan mengangguk. Kemudian mulai menutup pintu rolling agar tak ada lagi orang yang memesan. ****Karena jalanan sempat macet, sekitar pukul 3 sore, Rani beserta suami dan anaknya baru saja sampai di rumah
Bu Husna bersikeras meminta Irwan untuk menasehati istrinya. "Kamu itu apa susahnya sih? Dengerin nasehat Ibu?""Ini lah dulu kenapa Ibu tidak terlalu suka dengan Rani. Wanita itu membuat kamu berubah. Membuat kamu berani membantah Ibu sekarang."Irwan hanya bisa menghela nafas, tapi tidak dengan Rani yang berada di balik tembok sana. Bohong kalau Rani tidak kesal dan marah oleh perkataan mertuanya. "Sudah 4 tahun, Bu, kami berumah tangga, apa rasa tidak suka itu masih melekat di hati Ibu?" Irwan bertanya dengan sendu. "Irwan mengenal Rani dengan baik, Bu! Nggak mungkin dia macam-macam apalagi sampai melakukan hal seperti yang Ibu bilang tadi. Na'uzubillah, Bu!""Terus kenapa kamu nggak bisa jawab? Ke mana Rani pergi saat kamu nggak ada di rumah? Kamu mau menutupi kelakuan dia di belakang Ibu?"Rani yang geram melihat sikap mertuanya langsung keluar, ia berniat mengatakan yang sebenarnya kepada mertuanya."Ehemm..." Bu Husna diam sesaat, namun masih memandang Rani dengan tatapan ane
"Irwan, memang benar apa yang diucapkan Rani?" Bu Husna meminta kepastian anaknya walau sebenarnya itu tak perlu. Karena apa yang diucapkan Rani memang sesuai fakta yang ada. Irwan menjawab dengan anggukan."Berarti kamu itu wanita yang boros. Nggak bisa mengatur keuangan. Kalau kamu pandai mengatur keuangan, tanpa kamu kerja pun kebutuhan keluarga kalian pasti bisa terpenuhi. Apalagi masih punya satu anak.""Maksud Ibu nggak bisa mengatur bagaimana?" Jujur Rani sangat tersinggung ketika Bu Husna mengatakan itu. Dia pikir biaya hidup di zaman sekarang berapa?""Sudahlah, Bu! Rani! Tidak usah berdebat lagi," pinta Irwan. "Istri kamu ini memang keterlaluan Irwan. Masa disuruh berhenti buat jualan online itu saja nggak mau! Malah mau mengurangi jatah bulanan Ibu," ucap Bu Husna kesal. "Ini kan untuk kebaikan kamu juga, Irwan.." Bu Husna sengaja menekan kata-katanya di bagian itu. "Aku bukannya membela Rani, Bu! Tapi memang yang dikatakan dia itu benar. Kalau saja Rani tidak berjualan
Rani dan anaknya Naufal berdiri di teras untuk mengantarkan mertuanya pulang. Walau kesal dengan mertuanya tak sepantasnya diam-diaman, kan. "Mas jalan dulu, ya! Naufal, jaga Mama di rumah ya, Nak?""Beres, Yah!" balas anak kecil berusia 8 tahun itu.Irwan mengusap kepala anaknya."Ayo salim, Nak, sama Nenek!" ujar Rani kepada anaknya. Rani tak ingin anaknya tau perselisihannya dengan neneknya. Rani selalu mengajarkan kepada Naufal, walau neneknya tak pernah mengajaknya bermain atau tak pernah memberikan dia sesuatu jangan pernah sekalipun ada perasaan iri hati.Pernah waktu itu sepupu Naufal yang lain mendapatkan hadiah baju dari Bu Husna, namanya anak kecil pasti ada sedikit rasa iri dan ingin diperlakukan seperti itu juga."Nek, Naufal mau baju juga dong, kaya kakak!" pinta bocah itu dengan polos."Nenek cuma ada 1, Naufal! Naufal, kan nggak ulang tahun jadi kakak dulu, ya yang dapat!"Anak kecil itu terlihat sendu mendapati jawaban seperti itu dari neneknya."Naufal, hari ini 'kan
"Jangan-jangan apa?" Yang lain penasaran dengan ucapan Bu Susi. "Jangan-jangan dia itu kerja yang begitu-begitu." Bu Susi mengangkat jarinya membentuk tanda kutip. "Yang begitu-begitu, gimana maksudnya?!" Bu Rosma tak paham. Memang di dalam gengnya Bu Tut, Bu Rosma orang yang lambat dalam menangkap arah percakapan. "Nggak! Yanti nggak begitu." Tiba-tiba Bu Irma bersuara. Yang lain memandang ke arahnya dengan pandangan meminta penjelasan. "Memang kamu tau dia kerja apa?" tanya Bu Susi. "Saya sih, nggak tau dia kerja apa. Cuma katanya dia kerja di sebuah perusahaan.""Alah... Kerja di perusahaan apa? Wong tiap hari orangnya diam di rumah." Bu Tut langsung menyambar dengan mulut yang masih penuh. "Dia itu katanya anak buah kesayangan bos, makanya dia kerja nggak perlu masuk kantor. Kecuali sesekali. Mungkin tadi dia pergi juga palingan menemui bosnya," Bu Irma kembali berujar. "Hebat banget dia bisa jadi kesayangan bos, ya?" puji Bu Susi. "Iya, makanya saya pengen minta tolong s