Share

Part 5

Bu Tut dan Ratih tercengang saat Irwan menyirami sekeliling kiosnya dengan air di dalam botol bekas minuman kemasan, sambil mulutnya membaca sesuatu.

Ibu dan anak itu saling berpandangan. Seakan paham dengan tatapan mereka satu sama lain, mereka berdua mengangguk.

Ratih mengambil handphonenya kemudian merekam Irwan dari kejauhan.

Antara takut dan penasaran, Ratih berusaha supaya rekaman itu nampak jelas agar warga kampung percaya dengan bukti yang dia tunjukkan.

Kegiatan Irwan yang berlangsung selama enam puluh detik itu berhasil terekam oleh Ratih. Dia bernafas lega kemudian menyimpan handphonenya di saku celana.

"Gimana, Ratih? Videonya jelas nggak?" tanya Bu Tut.

"Sip, Bu! Jelas banget. Cuman suara Mas Irwan nggak kedengaran saat mulutnya komat kamit tadi," jawab Ratih.

"Coba sini, Ibu liat." Bu Tut mengambil hp Ratih.

"Ternyata bener dugaan kita, ya, Bu? Selama ini Mas Irwan memakai pesugihan," celetuk Ratih.

"Iya. Di zaman sekarang mana ada orang nyari duit yang bener-bener halal." 

"Kiosnya aja kecil gitu. Tuh.. lihat! Padahal toko di sebelahnya besar tapi punya Irwan yang banyak di datangi orang. Jomplang banget 'kan? Toko kecil tapi bisa seramai itu apalagi coba? Sudah pasti si Irwan memakai pesugihan," timpalnya lagi.

"Hem.. Hem.." Ratih membenarkan ucapan Ibunya.

Mereka berdua segera pergi dari tempat itu dan menuju pulang ke rumah.

****

Keesokan harinya, Rani heran saat melihat ibu-ibu yang tengah berkumpul di tukang sayur, berbisik-bisik sambil memandang dirinya.

 "Nggak, nyangka ya?" ucap Ibu yang lain.

 

"Iya. Bisa jadi selama ini dia rajin ngasih tetangga makanan itu buat tumbal pesugihannya." 

"Jadi selama ini jilbabnya itu hanya untuk menutupi kelakuannya saja?" tanya yang lainnya.

"Bisa jadi. Supaya yang lain nggak curiga." 

"Eh.. Bu, dengar-dengar dia juga jadi wanita panggilan, loh tanpa sepengetahuan suaminya." Kali ini Bu Irma memperpanas keadaan.

"Eh, yang bener, Bu?" tanya seibu yang lain.

"Iya, Bu. Bener. Saya dikasih tau sama si Yanti."

"Yanti mana, Bu?"

"Itu... Yanti yang rumahnya sampingan sama si Rani."

"Yanti yang sexy itu?"

"Heemm.." Bu Irma mengangguk.

"Masa iya, Bu? Orang Rani-nya aja jarang keluar rumah, gitu! Masa iya jadi wanita panggilan?" Salah satu warga meragukan berita itu.

"Kata siapa si Rani jarang keluar rumah? Ibu aja yang nggak pernah liat," celetuk ibu yang lain. "Bahkan saya sering sekali liat dia keluar kalau suaminya nggak ada di rumah, lama lagi!"

"Wah..., saya kira emang wanita baik-baik makanya jarang keluar rumah. Taunya jadi...."

"Ibu Irma yakin sama ucapan si Yanti?" Lagi, salah satu ibu meragukan ucapan Bu Irma.

"Jangan asal ngomong, Bu, kalau tidak ada buktinya. Nanti jatuhnya fitnah sama seperti kejadian waktu itu, untungnya Rani tidak mempermasalahkan orang-orang yang menuduhnya waktu itu," tegur Bu Wati. Beliau tak percaya dengan berita yang disebarkan Bu Tut dan Bu Irma.

Bu Tut dan Bu Irma mencebikkan bibirnya.

"Bu Wati bicara begitu karena sering dikasih sesuatu sama Rani. Makanya membela banget sama Rani."

"Saya ngomong gini bukan karena sering dikasih Rani sesuatu. Kalau ucapan Ibu-ibu itu tak benar bahkan tidak ada buktinya sama sekali, bisa jadi fitnah loh, Bu!"

"Yeee..., kalau Bu Wati nggak percaya tanya aja sama si Yanti." Bu Irma menggas.

Tak lama wanita yang disebut pun muncul.

"Tuh... orang yang disebut muncul. Eh, Yanti! Sini kamu?" panggil Bu Irma.

Yanti, wanita yang terkenal sexy di kampung itu mendekat. "Ada apa, Bu Irma memanggil saya?"

"Kita mau nanya tentang Rani. Kamu kan tetangga dekatnya Rani. Bahwa Rani itu ternyata wanita panggilan benar 'kan?" tanya Bu Irma memastikan.

Mendengar pertanyaan Bu Irma, Yanti dengan semangat menjawab. "Ah... iya, Bu, bener! Saya sering liat, kalau Mas Irwan nggak ada di rumah dia selalu pergi. Dan pulang membawa banyak sekali belanjaan."

"Ya, bisa jadi dia keluar karena ingin membeli sesuatu 'kan?" Bu Wati menyambar.

Yanti yang cemburu dengan rumah tangga Irwan dan Rani mulai melancarkan aksi fitnahnya. "Kalau keluar hanya untuk membeli sesuatu, masa iya bisa sampai berjam-jam? Trus kenapa keluarnya saat Mas Irwan nggak ada?"

Kumpulan ibu-ibu itu mulai memikirkan ucapan Yanti. Ada yang mulai terhasut, ada juga yang masih meragukan. Melihat reaksi itu Yanti kini mulai menambahkan. "Bahkan saya sering liat semua belanjaan yang dia bawa itu dari restoran mahal. Padahal kalian kan tau bahwa Mas Irwan hanya pedagang kios sembako di pasar. Untuk membeli sesuatu seperti itu saya rasa mustahil," cibirnya.

Salah satu warga yang terpancing tanpa tau kejadian sebenarnya berucap, "Wah, parah banget si Rani ini! Sudahlah memakai pesugihan ditambah jadi wanita panggilan pula. Kita beritahu Bu RT saja buat mengusir keluarganya."

"Iya, betul. Nanti kampung kita kena musibah lagi, gara-gara keluarganya si Rani." Yang lain mengiyakan.

Yanti terkejut dengan tuduhan warga bahwa Rani memakai pesugihan. Melihat situasinya mulai memanas dia kembali menambahkan, "Wah... mereka pakai pesugihan juga, Bu? Pantas saja saya pernah liat waktu terbangun di tengah malam, rumah mereka gelap hanya di dalam kamar mereka aja terlihat seperti tengah menyalakan lilin." 

"Nggak bisa dibiarkan ini. Ayo, kita lapor sama Bu RT." Warga sangat emosi dengan berita tentang Rani yang mereka dengar tanpa tau benar atau tidaknya.

"Eh.... sabar dulu, Bu-ibu. Jangan main hakim sendiri." Bu Wati mencoba menenangkan warga yang termakan hasutan Yanti dan Bu Tut.

"Yanti, emang bener apa yang kamu katakan itu? Kamu ada buktinya nggak?" tanya Bu Wati.

Ditanya seperti itu, Yanti hanya bisa terdiam. Dia tak dapat menunjukkan bukti apapun.

"Kalau kamu tidak ada bukti, jangan menuduh orang yang bukan-bukan. Hanya dengan melihat bukan berarti yang kamu pikirkan itu benar," tegurnya.

Bu Tut memandang Bu Wati dengan sinis ketika mendengar kata-katanya.

Bu Wati kemudian memandang Bu Tut. "Bu Tut juga. Yakin dengan apa yang Bu Tut katakan. Dulu juga pernah Bu Tut menyebarkan rumor tentang pesugihan itu, tapi nyatanya tidak benar 'kan?"

Bu Tut menarik sudut bibirnya. "Iya. Memang! Itu karena saya tidak ada bukti makanya kalian nggak ada yang percaya," ujarnya.

"Saya sudah menduga kalian akan meminta bukti maka dari itu saya sudah menyiapkan buktinya," tambahnya. Dengan percaya diri dia meminta Ratih memutarkan video rekaman kemarin.

Terlihat mereka semua terkejut. Bu Wati pun menjadi ragu setelah melihat video rekaman di handphone Ratih.

Bu Tut dengan pongahnya berkata, "Benar 'kan apa yang saya bilang?" Mereka itu memakai penglaris supaya tokonya rame."

"Kok, bisa ya, mereka berbuat begitu?"

"Ya, bisa dong! Itu karena tuntutan Rani. Dia itu wanita yang boros makanya Irwan nekat melakukan hal seperti itu."

"Ayo, kita tunjukkan bukti ini kepada Bu RT." Mereka semakin geram setelah melihat rekaman itu.

Beberapa warga berbondong-bondong menuju rumah Bu RT.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status