"Ayo, Bu Tut, minta maaf kepada Mbak Rani. Dan jangan diulangi lagi hal seperti ini. Beruntung Mbak Rani tak marah, " ucap lelaki berkumis tipis itu.
"Ayo! Sekarang kalian pulang ke rumah masing-masing." Ibu-ibu yang berkumpul tadi mulai membubarkan diri termasuk Bu Tut.Rani memandang heran dengan warga yang mulai meninggalkan rumahnya. Sebenarnya dia ingin marah, sudah 2 kali dia difitnah seperti ini. Tapi dia yakin kalau suaminya tidak akan suka kalau dia berkata kasar apalagi sampai bertengkar dengan ibu-ibu satu kampung. Ia percaya dengan kinerja Pak RT. Ia mencoba menganggap bahwa kejadian tadi kejadian lucu.Rani kembali duduk di teras menyelesaikan bab cerita novelnya, sesekali ia membalas chat costumernya.***Rani menceritakan kejadian tadi kepada suaminya."Kok bisa mereka menuduh begitu, ya?" Irwan merasa heran sekaligus lucu."Ya, itu karena mereka tak tau dengan pekerjaan aku, Mas. Orang kampung sini kan taunya kalau orang banyak duit itu kerja."Irwan hanya mengangguk. "Mas bersyukur, ternyata kamu mampu menahan emosi." Irwan mendekati istrinya dan mengelus punggung tangannya. "Mas, bangga sama kamu."Rani hanya tersenyum.****Keesokan harinya...Rumor tentang keluarga Rani melakukan pesugihan mulai mereda. Tak ada lagi warga yang berdesas-desus tentang rumor itu."Yank, Mas pergi dulu, ya!" pamit Irwan."Iya, Mas hati-hati!" Rani mencium punggung tangan suaminya."Nanti setelah selesai dan beberes rumah aku nyusul ke kios," tambahnya.Yanti, janda sexy yang terkenal di kampung itu tak sengaja melihat keharmonisan pasangan suami istri itu terlihat bete."Huh..., sok romantis," gumamnya. "Apa sih yang dilihat Mas Irwan dari si Rani itu? Cantikan juga gue."Ting...Ponsel Yanti berdering menandakan ada pesan masuk."Wah, ada job nih!" serunya girang."Siap-siap dandan yang cantik, ah! Supaya Mas Adi nggak bosan makai jasaku."Yanti masuk ke dalam rumah untuk bersiap, kemudian dia memesan taksi online menuju tempat tujuannya.Syuut.. Syuu...Suara siulan pemuda di kampung terdengar riuh saat Yanti melewati mereka."Wah, Neng Yanti mau ke mana nih?" goda mereka.Yanti sempat melihat ke arah mereka, tapi karena diantara mereka tak ada yang sesuai seleranya, ia mengacuhkannya."Neng Yanti makin cantik aja, nih!" Lagi mereka berusaha mendapatkan respon Yanti.Namun, masih sama Yanti tak menggubris mereka. Dengan pakaian dres selutut yang membentuk badan, wanita itu berjalan dengan lenggokan yang dibuat-buat.Sesampainya di depan gang, Yanti segera membuka pintu mobil dan masuk."Sesuai aplikasi ya, Mba?" ucap si driver ramah."Iya, Mas."Lima belas menit perjalanan barulah mereka sampai di tempat tujuan.Bukk...Setelah menutup pintu mobil dia bergegas masuk ke dalam hotel itu.Ting...Bunyi pesan masuk ke handphone-nya.[ Masih lama, kah?][Ini sudah sampai, masih di loby][Cepetan ya, Mas udah nggak tahan.] Bertabur emoticon bermata love.[Iya sayang.][Langsung ke kamar 305]Yanti bergegas mencari kamar nomor 305. Setelah dapat, kemudian dia mengetuk pintu kamar itu.Tokk... Tokk... Tokk..Kreett....Seorang pria membukakan pintu kamar, Yanti segera masuk.Baru saja menutup pintu pria itu langsung menerjang Yanti. Ia menciumi dan mengecup b*bir Yanti dengan rakus, seperti orang yang tengah kelaparan."Ih, Mas, sabar dong!" ucap Yanti sok malu-malu."Mas udah nggak tahan, Sayang! Mas rindu banget sama kamu."Yanti tersenyum. Ia sudah menduga bahwa tak ada seorang pria pun yang mampu menahan godaan darinya."Ih..., Mas bisa aja!" balas Yanti tersipu malu."Ayo, Sayang! Kita langsung mulai aja, ya?" ajak si pria."Ih..., Mas! Aku juga baru sampai!" Yanti mencubit pelan lengan si pria yang bernama Adi tersebut. "Santai dulu lah!""Habisnya, Mas sudah sangat rindu banget sama kamu! Apalagi beberapa hari ini jarang komunikasi sama kamu, biasalah istri Mas sepertinya mulai mencurigai Mas.""Ya, kalau istri Mas curiga chat sama aku tinggal bilang aja cuma temen. Beres, kan?""Tapi masalahnya tidak segampang itu, Sayang!" ucap Adi.Kini Yanti berada di atas ranjang bersama Adi. Lelaki itu terus saja membelai dan mengelus-ngelus paha Yanti sambil sesekali mencium leher dan mengecup bibirnya.Nafsu kedua orang itu tak lagi dapat di bendung, hingga terjadi lah pergulatan yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami istri.*****Selesai melampiaskan nafsunya, mereka masih terlihat berbaring di ranjang dengan hanya tubuh ditutupi selimut putih khas hotel.Yanti menceritakan kekesalannya terhadap tetangganya yang di matanya nampak telihat selalu memamerkan kemesraan padahal sebenarnya itu hanya terlihat di matanya saja yang mempunyai perasaan iri dengki terhadap mereka, siapa lagi kalau bukan Rani dan Irwan-- suaminya."Mas, ini denger nggak sih, aku ngomong?" bentaknya kesal."Iya! Mas, dengar kok, Sayang!" Melihat Yanti yang cemberut dengan memoncongkan bibirnya, Adi mengecup sekilas dan bertanya kembali."Terus?" Kali ini Adi mendengarkan cerita Yanti dengan serius sambil memainkan rambut perempuan itu.Kemudian Yanti menceritakan panjang lebar tentang pasangan itu. Setelah cukup lama mendengar curhatan Yanti, tentang kekesalaannya kepada Rani dan perasaannya kepada Irwan-- suami Rani, Adi bertanya penasaran. "Memang setampan apa, sih? Namanya si Irwan itu."Yanti menunjukkan sebuah foto pria yang diambilnya secara diam-diam."Pantas Yanti begitu kepincut, orangnya setampan ini," batin Adi.Penasaran dengan wanita yang bernama Rani, Adi kemudian mencoba memancing Yanti untuk menunjukkan fotonya."Hemm...," Dia menelisik foto Irwan, kemudian memandang wajah Yanti, berulang kali dia melakukan hal itu, membuat Yanti heran."Kenapa, Mas?" tanyanya penasaran."Nggak ada apa-apa! Mas hanya heran, kok, ada lelaki yang tak tertarik sama wanita sesexy dan secantik kamu?" Adi mencolek dagu Yanti. Membuat wanita itu tersipu malu mndengar pujian itu."Apalagi, kalau sudah di atas ranjang, kamu semakin sexy dan sudah pasti kamu selalu bisa memuaskan nafsu lelaki." Semakin tersipu lah si Yanti mendengar pujian setinggi itu."Memang secantik apa, sih istrinya itu? Sudah pasti cantikan kamu, kan?""Ya, sudah jelaslah, Mas?" ucap Yanti sombong. "Kebetulan aku juga punya foto istrinya. Kali aja, Mas mau liat. Sekalian nilai cantikan aku atau si rani? Soalnya mata Mas 'kan jeli kalau urusan menilai cewek.""Hemm, kamu bisa aja!"Yanti menunjukkan kembali sebuah foto wanita berjilbab tanpa riasan di ponselnya. Saat melihat foto itu, Adi bergumam dalam hati. "Ya, pantes 'lah jual mahal! Orang istrinya aja secantik ini."Yanti menyenggol tubuh Adi yang terdiam memandang foto Rani."Segitunya ngeliatin fotonya," ketusnya dengan nada sedikit tidak rela kalau Adi juga kepincut. "Gimana, Mas? Cantikan aku 'kan? Jawab yang jujur ya, Mas!""Emmhh..." Adi pura-pura meneliti wajah Yanti dan membandingkannya dengan foto Rani.Kemudian ia mengutarakan pendapatnya.Bersambung.....****Hayo gimana pendapat Adi yang sebenarnya dihadapan Yanti?"Emm..., jujur ya, kalau menurut Mas lebih sexy-an kamu sih!" Walau Yanti hanya wanita simpanannya, Adi tak ingin membuat wanita itu tersinggung. Karena dia sudah sangat cocok dengan Yanti. Sebab, sudah sering ia ke sana kemari menikmati tubuh wanita tapi, pelayanan wanita ini tidak dia dapatkan di tempat lain. Namun setelah melihat foto Rani, tiba-tiba ia berubah pikiran. Lelaki buaya itu berencana melakukan sesuatu dengan memanfaatkan perasaan Yanti terhadap suaminya Rani. Yanti merasa sombong setelah mendengar pendapat Adi. "Bener 'kan? Sudah kuduga. Tapi kenapa Mas Irwan tidak pernah tergoda ketika melihatku ya, Mas?" Yanti berpikir sejenak. "Haa...." Adi terlonjak kaget saat meneliti wajah Rani, ketika Yanti tiba-tiba menepuk punggung tangannya. "Kamu, kenapa sih, Sayang?” Nampak ia terlihat kesal saat konsentrasinya terganggu. " Aku curiga, Mas, apa jangan-jangan....""Jangan-jangan apa?" Adi sedikit penasaran dengan kalimat Yanti yang terpotong. "Jangan-jangan si Rani itu
Mata Yanti membelalak ketika melihat wanita yang sedang bertanya di bagian resepsionis. Sebelum ketahuan, Yanti gegas bersembunyi di balik tembok. "Huh.., untung dia belum liat." Jantungnya berdetak dengan kencang, membuat Yanti gugup. "Kalau sampai ketahuan bisa gagal rencanaku sama Mas Adi."Tiba-tiba Yanti teringin memoto wanita itu. Ia memotret secara diam-diam. Cekrek.. Cekrek.. Beberapa foto berhasil ia ambil. "Kali aja nanti bermanfaat."Sekitar sepuluh menit menunggu, tetapi wanita itu tak kunjung juga menjauh. Seperti tengah menunggu seseorang.""Ada keperluan apa sih, wanita itu di hotel ini? Apa jangan-jangan berita itu benar?" gumamnya. "Kalau benar bisa jadi berita heboh nih! Dan makin mempermudah rencanaku," ucapnya girang. Waktu yang ditunggu Yanti akhirnya tiba. Wanita itu pergi menjauh keluar loby. Gegas dia keluar dengan terburu-buru. Bughh.... "Aww.. " Yanti tak melihat jalan sehingga ia menabrak si wanita yang baru keluar tadi. "Sial! Pengennya sembunyi-semb
Rani heran melihat suaminya terdiam. "Siapa, Mas?" tanyanya dengan mulut yang masih mengubah makanan. "Ibu," jawab Irwan. "Ooh..." Rani hanya ber-oh ria. Klik... "Halo, Bu! Assalamu'alaikum.""................ ""Tumben Ibu mau ke rumah! Ada hal apa?" ".............. ""Bukan begitu, Bu! Biasanya juga kami yang di suruh ke sana nyamperin Ibu!""................. ""Tapi.......!""................... ""Iya, Bu. Wa'alakikumussalam."Tut.. Panggilan itu pun terputus. "Kenapa, Mas?""Ibu mau ke rumah!""Sekarang? Ibu sudah sampai?""Kata Ibu sih, masih di rumah.""Mas sudah kasih tau kalau di rumah nggak ada orang?""Itu dia, Yank. Mas mau ngasih tau, tapi Ibu keburu memotong ucapan Mas."Rani melirik jam. Ternyata sudah pukul dua lewat. "Kalau begitu kita tutup aja sekarang!" Irwan mengangguk. Kemudian mulai menutup pintu rolling agar tak ada lagi orang yang memesan. ****Karena jalanan sempat macet, sekitar pukul 3 sore, Rani beserta suami dan anaknya baru saja sampai di rumah
Bu Husna bersikeras meminta Irwan untuk menasehati istrinya. "Kamu itu apa susahnya sih? Dengerin nasehat Ibu?""Ini lah dulu kenapa Ibu tidak terlalu suka dengan Rani. Wanita itu membuat kamu berubah. Membuat kamu berani membantah Ibu sekarang."Irwan hanya bisa menghela nafas, tapi tidak dengan Rani yang berada di balik tembok sana. Bohong kalau Rani tidak kesal dan marah oleh perkataan mertuanya. "Sudah 4 tahun, Bu, kami berumah tangga, apa rasa tidak suka itu masih melekat di hati Ibu?" Irwan bertanya dengan sendu. "Irwan mengenal Rani dengan baik, Bu! Nggak mungkin dia macam-macam apalagi sampai melakukan hal seperti yang Ibu bilang tadi. Na'uzubillah, Bu!""Terus kenapa kamu nggak bisa jawab? Ke mana Rani pergi saat kamu nggak ada di rumah? Kamu mau menutupi kelakuan dia di belakang Ibu?"Rani yang geram melihat sikap mertuanya langsung keluar, ia berniat mengatakan yang sebenarnya kepada mertuanya."Ehemm..." Bu Husna diam sesaat, namun masih memandang Rani dengan tatapan ane
"Irwan, memang benar apa yang diucapkan Rani?" Bu Husna meminta kepastian anaknya walau sebenarnya itu tak perlu. Karena apa yang diucapkan Rani memang sesuai fakta yang ada. Irwan menjawab dengan anggukan."Berarti kamu itu wanita yang boros. Nggak bisa mengatur keuangan. Kalau kamu pandai mengatur keuangan, tanpa kamu kerja pun kebutuhan keluarga kalian pasti bisa terpenuhi. Apalagi masih punya satu anak.""Maksud Ibu nggak bisa mengatur bagaimana?" Jujur Rani sangat tersinggung ketika Bu Husna mengatakan itu. Dia pikir biaya hidup di zaman sekarang berapa?""Sudahlah, Bu! Rani! Tidak usah berdebat lagi," pinta Irwan. "Istri kamu ini memang keterlaluan Irwan. Masa disuruh berhenti buat jualan online itu saja nggak mau! Malah mau mengurangi jatah bulanan Ibu," ucap Bu Husna kesal. "Ini kan untuk kebaikan kamu juga, Irwan.." Bu Husna sengaja menekan kata-katanya di bagian itu. "Aku bukannya membela Rani, Bu! Tapi memang yang dikatakan dia itu benar. Kalau saja Rani tidak berjualan
Rani dan anaknya Naufal berdiri di teras untuk mengantarkan mertuanya pulang. Walau kesal dengan mertuanya tak sepantasnya diam-diaman, kan. "Mas jalan dulu, ya! Naufal, jaga Mama di rumah ya, Nak?""Beres, Yah!" balas anak kecil berusia 8 tahun itu.Irwan mengusap kepala anaknya."Ayo salim, Nak, sama Nenek!" ujar Rani kepada anaknya. Rani tak ingin anaknya tau perselisihannya dengan neneknya. Rani selalu mengajarkan kepada Naufal, walau neneknya tak pernah mengajaknya bermain atau tak pernah memberikan dia sesuatu jangan pernah sekalipun ada perasaan iri hati.Pernah waktu itu sepupu Naufal yang lain mendapatkan hadiah baju dari Bu Husna, namanya anak kecil pasti ada sedikit rasa iri dan ingin diperlakukan seperti itu juga."Nek, Naufal mau baju juga dong, kaya kakak!" pinta bocah itu dengan polos."Nenek cuma ada 1, Naufal! Naufal, kan nggak ulang tahun jadi kakak dulu, ya yang dapat!"Anak kecil itu terlihat sendu mendapati jawaban seperti itu dari neneknya."Naufal, hari ini 'kan
"Jangan-jangan apa?" Yang lain penasaran dengan ucapan Bu Susi. "Jangan-jangan dia itu kerja yang begitu-begitu." Bu Susi mengangkat jarinya membentuk tanda kutip. "Yang begitu-begitu, gimana maksudnya?!" Bu Rosma tak paham. Memang di dalam gengnya Bu Tut, Bu Rosma orang yang lambat dalam menangkap arah percakapan. "Nggak! Yanti nggak begitu." Tiba-tiba Bu Irma bersuara. Yang lain memandang ke arahnya dengan pandangan meminta penjelasan. "Memang kamu tau dia kerja apa?" tanya Bu Susi. "Saya sih, nggak tau dia kerja apa. Cuma katanya dia kerja di sebuah perusahaan.""Alah... Kerja di perusahaan apa? Wong tiap hari orangnya diam di rumah." Bu Tut langsung menyambar dengan mulut yang masih penuh. "Dia itu katanya anak buah kesayangan bos, makanya dia kerja nggak perlu masuk kantor. Kecuali sesekali. Mungkin tadi dia pergi juga palingan menemui bosnya," Bu Irma kembali berujar. "Hebat banget dia bisa jadi kesayangan bos, ya?" puji Bu Susi. "Iya, makanya saya pengen minta tolong s
Yanti celingak-celinguk melihat keadaan. Saat melihat kios Irwan terlihat sepi, ia mulai melancarkan aksinya apalagi mengetahui Rani akan datang. "Benar-benar kesempatan bagus!" batinnya. Yanti perlahan masuk berpura-pura melihat-lihat rak kebutuhan. Saat menemukan waktu yang pas ia segera melakukan aksinya untuk merayu Irwan. "Mas, tolong ambilkan yang itu, dong!" Ia menunjuk sebuah kotak puding instan di rak paling atas.Irwan mencari kursi untuk mengambilkan barang yang dipinta Yanti. "Mba Yanti bisa geseran sedikit?" tanyanya tanpa menatap Yanti. Yanti menggeser tubuhnya sedikit. Saat Irwan naik ke atas kursi, ia sengaja menggoyang kursi itu sehingga Irwan oleng dan terjatuh menimpa tubuh Yanti. Brugghh..... Suara gedubuk itu sangat kencang, Yanti sampai meringis dibuatnya. Namun, posisinya dengan Irwan sekarang membuatnya senang ditambah lagi saat Rani melihat posisi ini sudah bisa dipastikan ia akan salah paham dan pasangan suami istri itu akan bertengkar. Yanti melihat d