Share

Part 7

"Ayo, Bu Tut, minta maaf kepada Mbak Rani. Dan jangan diulangi lagi hal seperti ini. Beruntung Mbak Rani tak marah, " ucap lelaki berkumis tipis itu.

"Ayo! Sekarang kalian pulang ke rumah masing-masing." Ibu-ibu yang berkumpul tadi mulai membubarkan diri termasuk Bu Tut.

Rani memandang heran dengan warga yang mulai meninggalkan rumahnya. Sebenarnya dia ingin marah, sudah 2 kali dia difitnah seperti ini. Tapi dia yakin kalau suaminya tidak akan suka kalau dia berkata kasar apalagi sampai bertengkar dengan ibu-ibu satu kampung. Ia percaya dengan kinerja Pak RT. Ia mencoba menganggap bahwa kejadian tadi kejadian lucu.

Rani kembali duduk di teras menyelesaikan bab cerita novelnya, sesekali ia membalas chat costumernya.

***

Rani menceritakan kejadian tadi kepada suaminya.

"Kok bisa mereka menuduh begitu, ya?" Irwan merasa heran sekaligus lucu.

"Ya, itu karena mereka tak tau dengan pekerjaan aku, Mas. Orang kampung sini kan taunya kalau orang banyak duit itu kerja."

Irwan hanya mengangguk. "Mas bersyukur, ternyata kamu mampu menahan emosi." Irwan mendekati istrinya dan mengelus punggung tangannya. "Mas, bangga sama kamu."

Rani hanya tersenyum.

****

Keesokan harinya...

Rumor tentang keluarga Rani melakukan pesugihan mulai mereda. Tak ada lagi warga yang berdesas-desus tentang rumor itu.

"Yank, Mas pergi dulu, ya!" pamit Irwan.

"Iya, Mas hati-hati!" Rani mencium punggung tangan suaminya.

"Nanti setelah selesai dan beberes rumah aku nyusul ke kios," tambahnya.

Yanti, janda sexy yang terkenal di kampung itu tak sengaja melihat keharmonisan pasangan suami istri itu terlihat bete.

"Huh..., sok romantis," gumamnya. "Apa sih yang dilihat Mas Irwan dari si Rani itu? Cantikan juga gue."

Ting...

Ponsel Yanti berdering menandakan ada pesan masuk.

"Wah, ada job nih!" serunya girang.

"Siap-siap dandan yang cantik, ah! Supaya Mas Adi nggak bosan makai jasaku."

Yanti masuk ke dalam rumah untuk bersiap, kemudian dia memesan taksi online menuju tempat tujuannya.

Syuut.. Syuu...

Suara siulan pemuda di kampung terdengar riuh saat Yanti melewati mereka.

"Wah, Neng Yanti mau ke mana nih?" goda mereka.

Yanti sempat melihat ke arah mereka, tapi karena diantara mereka tak ada yang sesuai seleranya, ia mengacuhkannya.

"Neng Yanti makin cantik aja, nih!" Lagi mereka berusaha mendapatkan respon Yanti.

Namun, masih sama Yanti tak menggubris mereka. Dengan pakaian dres selutut yang membentuk badan, wanita itu berjalan dengan lenggokan yang dibuat-buat.

Sesampainya di depan gang, Yanti segera membuka pintu mobil dan masuk.

"Sesuai aplikasi ya, Mba?" ucap si driver ramah.

"Iya, Mas."

Lima belas menit perjalanan barulah mereka sampai di tempat tujuan.

Bukk...

Setelah menutup pintu mobil dia bergegas masuk ke dalam hotel itu.

Ting...

Bunyi pesan masuk ke handphone-nya.

[ Masih lama, kah?]

[Ini sudah sampai, masih di loby]

[Cepetan ya, Mas udah nggak tahan.] Bertabur emoticon bermata love.

[Iya sayang.]

[Langsung ke kamar 305]

Yanti bergegas mencari kamar nomor 305. Setelah dapat, kemudian dia mengetuk pintu kamar itu.

Tokk... Tokk... Tokk..

Kreett....

Seorang pria membukakan pintu kamar, Yanti segera masuk.

Baru saja menutup pintu pria itu langsung menerjang Yanti. Ia menciumi dan mengecup b*bir Yanti dengan rakus, seperti orang yang tengah kelaparan.

"Ih, Mas, sabar dong!" ucap Yanti sok malu-malu.

"Mas udah nggak tahan, Sayang! Mas rindu banget sama kamu."

Yanti tersenyum. Ia sudah menduga bahwa tak ada seorang pria pun yang mampu menahan godaan darinya.

"Ih..., Mas bisa aja!" balas Yanti tersipu malu.

"Ayo, Sayang! Kita langsung mulai aja, ya?" ajak si pria.

"Ih..., Mas! Aku juga baru sampai!" Yanti mencubit pelan lengan si pria yang bernama Adi tersebut. "Santai dulu lah!"

"Habisnya, Mas sudah sangat rindu banget sama kamu! Apalagi beberapa hari ini jarang komunikasi sama kamu, biasalah istri Mas sepertinya mulai mencurigai Mas."

"Ya, kalau istri Mas curiga chat sama aku tinggal bilang aja cuma temen. Beres, kan?"

"Tapi masalahnya tidak segampang itu, Sayang!" ucap Adi.

Kini Yanti berada di atas ranjang bersama Adi. Lelaki itu terus saja membelai dan mengelus-ngelus paha Yanti sambil sesekali mencium leher dan mengecup bibirnya.

Nafsu kedua orang itu tak lagi dapat di bendung, hingga terjadi lah pergulatan yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami istri.

*****

Selesai melampiaskan nafsunya, mereka masih terlihat berbaring di ranjang dengan hanya tubuh ditutupi selimut putih khas hotel.

Yanti menceritakan kekesalannya terhadap tetangganya yang di matanya nampak telihat selalu memamerkan kemesraan padahal sebenarnya itu hanya terlihat di matanya saja yang mempunyai perasaan iri dengki terhadap mereka, siapa lagi kalau bukan Rani dan Irwan-- suaminya.

"Mas, ini denger nggak sih, aku ngomong?" bentaknya kesal.

"Iya! Mas, dengar kok, Sayang!" Melihat Yanti yang cemberut dengan memoncongkan bibirnya, Adi mengecup sekilas dan bertanya kembali.

"Terus?" Kali ini Adi mendengarkan cerita Yanti dengan serius sambil memainkan rambut perempuan itu.

Kemudian Yanti menceritakan panjang lebar tentang pasangan itu. Setelah cukup lama mendengar curhatan Yanti, tentang kekesalaannya kepada Rani dan perasaannya kepada Irwan-- suami Rani, Adi bertanya penasaran. "Memang setampan apa, sih? Namanya si Irwan itu."

Yanti menunjukkan sebuah foto pria yang diambilnya secara diam-diam.

"Pantas Yanti begitu kepincut, orangnya setampan ini," batin Adi.

Penasaran dengan wanita yang bernama Rani, Adi kemudian mencoba memancing Yanti untuk menunjukkan fotonya.

"Hemm...," Dia menelisik foto Irwan, kemudian memandang wajah Yanti, berulang kali dia melakukan hal itu, membuat Yanti heran.

"Kenapa, Mas?" tanyanya penasaran.

"Nggak ada apa-apa! Mas hanya heran, kok, ada lelaki yang tak tertarik sama wanita sesexy dan secantik kamu?" Adi mencolek dagu Yanti. Membuat wanita itu tersipu malu mndengar pujian itu.

"Apalagi, kalau sudah di atas ranjang, kamu semakin sexy dan sudah pasti kamu selalu bisa memuaskan nafsu lelaki." Semakin tersipu lah si Yanti mendengar pujian setinggi itu.

"Memang secantik apa, sih istrinya itu? Sudah pasti cantikan kamu, kan?"

"Ya, sudah jelaslah, Mas?" ucap Yanti sombong. "Kebetulan aku juga punya foto istrinya. Kali aja, Mas mau liat. Sekalian nilai cantikan aku atau si rani? Soalnya mata Mas 'kan jeli kalau urusan menilai cewek."

"Hemm, kamu bisa aja!"

Yanti menunjukkan kembali sebuah foto wanita berjilbab tanpa riasan di ponselnya. Saat melihat foto itu, Adi bergumam dalam hati. "Ya, pantes 'lah jual mahal! Orang istrinya aja secantik ini."

Yanti menyenggol tubuh Adi yang terdiam memandang foto Rani.

"Segitunya ngeliatin fotonya," ketusnya dengan nada sedikit tidak rela kalau Adi juga kepincut. "Gimana, Mas? Cantikan aku 'kan? Jawab yang jujur ya, Mas!"

"Emmhh..." Adi pura-pura meneliti wajah Yanti dan membandingkannya dengan foto Rani.

Kemudian ia mengutarakan pendapatnya.

Bersambung.....

****

Hayo gimana pendapat Adi yang sebenarnya dihadapan Yanti?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status