Share

Bab 4. A Threat

Nathan duduk di kursi kebesarannya seraya memijat pelan pelipisnya. Sesaat pria itu memejamkan mata lelah ketika mengingat beberapa hari lalu dirinya baru saja menyetujui perjodohan konyol. Kala itu Nathan terjebak dan tersudut. Dia tidak bisa menolak keinginan kedua orang tuanya yang menjodohkannya pada Aubree. Dan sekarang, kepala Nathan nyaris pecah memikirkan dirinya akan menikahi gadis aneh yang selalu saja mengusik hidupnya itu.

Saat keluarga Aubree mengadakan pesta, Nathan hanya menggantikan orang tuanya yang berhalangan hadir. Andai saja Nathan tahu di pesta yang dia datangi itu akan membuat hidupnya ketimpa kesialan, maka Nathan lebih memilih untuk tidak menghadiri pesta itu.

“Tuan Nathan.” Cedric—asisten Nathan—melangkah masuk ke dalam ruang kerja Nathan seraya membawa dokumen di tangannya.

Nathan menatap dingin Cedric yang ada di hadapannya. “Ada apa, Cedric? Jangan menggangguku,” tukasnya kesal.

“Maaf, Tuan, tapi saya membutuhkan tanda tangan Anda,” ujar Cedric dengan sopan.

“Berikan padaku dokumen itu,” ucap Nathan datar dengan raut wajah yang terlihat jelas tengah memikirkan sesuatu dalam benaknya.

Cedric menurut. Dia langsung menyerahkan dokumen yang ada di tangannya pada Nathan. Pun Nathan segera mengambil, membaca dokumen yang diberikan oleh Cedric. Pria itu memastikan apa isi dokumen tersebut. Dan detik selanjutnya, Nathan segera membubuhkan tanda tangan di dokumen itu ketika dia sudah yakin bahwa isi dari dokumen tersebut benar.

Tampak Nathan masih terdiam kala dirinya sudah selesai tanda tangan. Sesuatu hal muncul dalam benak Nathan. “Cedric,” panggilnya dengan nada dingin.

“Iya, Tuan?” Cedric menjawab dengan sopan.

“Kau sudah tahu kan tentang orang tuaku yang menjodohkanku dengan Aubree Randall?” Nathan mengalihkan pandangannya, menatap Cedric dengan tatapan lekat.

Cedric menganggukkan kepalanya. “Sudah, Tuan. Saya baru saja tahu tadi pagi. Orang tua Anda menjodohkan Anda dengan putri dari Keluarga Randall.”

Nathan terdiam sejenak. Benar dugaannya, Cedric pasti sudah mendapatkan informasi tentang perjodohannya. Dan besar kemungkinan seluruh keluarga besarnya telah mengetahui tentang perjodohan sialan ini.

“Apa yang kau ketahui tentang Aubree Randall?” tanya Nathan dengan nada tegas dan tersirat ingin tahu tentang gadis aneh itu.

“Nona Aubree Randall adalah putri tunggal dari Nyonya Delina dan mendiang Tuan Hoshea Randall. Sebelumnya saya mendapatkan informasi bahwa sejak kepergian Tuan Hoshea Randall lima tahun silam, perusahaan besar Keluarga Randall berada di tangan Nona Aubree. Cantik dan berasal dari keluarga terpandang membuat Nona Aubree banyak disukai rekan bisnis keluarganya. Tapi, Tuan, walau Nona Aubree tampak sempurna, banyak rumor yang mengatakan dia adalah gadis yang aneh. Dia tidak punya banyak teman. Hanya orang-orang tertentu yang bisa dekat dengannya.” Cedric berujar, memberi tahu apa yang dia ketahui tentang Aubree.

Nathan kembali terdiam beberapa saat mendengar apa yang diucapkan oleh Cedric. Pancaran mata Nathan menunjukkan sesuatu hal. Nathan tidak banyak tahu tentang Keluarga Randall. Waktu dirinya menghadiri pesta yang diadakan Keluarga Randall, dia hanya menyapa Delina—ibu Aubree sebentar. Lalu Nathan memilih untuk berbincang dengan para tamu undangan lain. Bisa dikatakan meski Keluarga Randall adalah keluarga terpandang sekalipun, tapi Nathan hanya pernah mendengar nama keluarga itu saja. Lagi pula selama ini Keluarga Randall memiliki kerja sama dengan perusahaan keluarganya yang masih dipimpin oleh ayahnya. Hal itu yang menyebabkan Nathan tidak tahu tentang Keluarga Randall.

Akan tetapi yang ada di dalam benak Nathan saat ini adalah memikirkan ucapan Cedric, yang mengatakan dengan jelas kalau banyak orang yang mengatakan gadis itu aneh. Tak heran jika gadis itu sangat tidak waras. Karena terbukti banyak orang yang menilai gadis itu aneh. Shit! Nathan langsung mengumpat membayangkan gadis aneh itu sebentar lagi akan menjadi istrinya. Sungguh, Nathan tidak menyangka kalau kedua orang tuanya memberikannya gadis yang seharusnya masuk rumah sakit jiwa.

“Cedric, apa kau memiliki solusi bagaimana caraku mencegah pernikahan ini? Apa mungkin aku lebih baik meninggalkan kota ini?” tanya Nathan dengan raut wajah yang mulai frustrasi. Belum menikah saja, dia sudah tahu kalau dirinya bisa-bisa dia ikutan tidak waras kalau sampai menikah dengan gadis gila itu.

Cedric menggaruk tengkuk lehernya tidak gatal kala mendengar pertanyaan Nathan. Sakit di kepalanya tiba-tiba menyerang. Dia dilanda kebingungan bercampur dengan rasa takut.

“Tuan, Anda jelas tahu sifat Tuan Besar Arthur. Beliau akan marah kalau sampai Anda berani melarikan diri. Dan apa Anda tega pada Nyonya Besar Bianca? Ibu Anda pasti akan sangat sedih kalau sampai Anda melarikan diri, Tuan.” Cedric berujar memberikan nasihat pada Nathan.

Nathan mengembuskan napas kasar. Dia memejamkan mata singkat. Dalam benak Nathan bukan memikirkan amarah ayahnya. Dia tahu sifat ayahnya memang keras. Tetapi yang Nathan pikirkan saat ini adalah ibunya. Alasan kuat di mana dirinya menerima perjodohan sialan ini karena dia tidak ingin membuat ibunya bersedih. Ya, Nathan memang seperti berada di tepi jurang. Dirinya tak memiliki pilihan lain.

Suara interkom terdengar membuat Nathan langsung mengalihkan pandangannya ke arah telepon di atas mejanya yang tak henti berdering. Nathan berdecak pelan. Dengan raut wajah kesal, pria itu menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan telepon.

“Ada apa?” tanya Nathan dingin kala panggilan terhubung.

“Tuan Nathan, di depan ada seorang perempuan bernama Nona Aubree Randall yang mengaku sebagai calon istri Anda, ingin bertemu dengan Anda, Tuan,” ujar sang sekretaris dari seberang sana yang langsung membuat Nathan meloloskan umpatan.

“Katakan padanya, aku sibuk. Aku tidak mau diganggu.” Nathan langsung menutup panggilan itu. Raut wajahnya semakin kesal kala mendengar gadis aneh yang selalu mengganggunya itu ada di depan.

Namun, tiba-tiba suara langkah heels memasuki ruangan Nathan disertai dengan pintu yang dipaksa terbuka. Seketika raut wajah Nathan langsung berubah, menjadi terkejut kala melihat Aubree menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya.

“Tuan, maafkan saya, tapi Nona ini memaksa ingin bertemu dengan Anda,” ujar sang sekretaris dengan panik bercampur dengan napas yang memburu karena harus mengejar Aubree yang menerobos masuk ke dalam ruang kerja Nathan.

Aubree berdecak tak suka. “Aku ini datang ingin bertemu dengan calon suamiku! Kenapa kau melarangku?!” serunya dengan nada penuh penekanan pada sekretaris Nathan.

Nathan mengumpat dalam hati. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Kepalanya seakan mau pecah setiap kali bertemu dengan gadis aneh ini.

“Pergilah, tinggalkan aku berdua dengannya,” tukas Nathan dingin pada asisten dan sekretarisnya itu. Pun kini asisten dan sekretaris Nathan segera pamit undur diri dari hadapan Nathan.

Aubree tersenyum kala melihat Nathan sudah mengusir asisten dan sekretarisnya itu. Detik selanjutnya, Aubree melangkahkan kakinya mendekat pada Nathan. Lalu gadis itu menempelkan bokongnya di meja, dan tatapan yang tak henti menatap Nathan yang tengah duduk di kursi kebesaran pria itu. “Apa kau tidak merindukanku? Sejak saat kita bertemu di rumah orang tuamu, kau belum satu kali pun menghubungiku, Nathan,” ucapnya dengan nada yang sensual dan menggoda. 

“Kau tahu dengan jelas kalau aku tidak mau bertemu denganmu. Lebih baik kau segera pulang. Jangan datang lagi ke kantorku,” tukas Nathan dingin dan tegas.

Aubree mengangkat bahunya tak acuh. “Kau tidak lupa ingatan, kan? Kita akan segera menikah. Kenapa kau tega mengusir calon istrimu sendiri?”

Nathan mengatur napasnya. Berusaha meredakan rasa kesal yang terbendung dalam dirinya. “Cepat katakan apa tujuanmu ke sini. Aku tidak memiliki banyak waktu denganmu,” ucapnya yang tak mengindahkan perkataan Aubree sebelumnya.

“Tujuanku ke sini karena aku ingin weekend ini kau menamaniku memilihkan cincin pernikahan untuk kita,” ucap Aubree dengan tatapan yang tak lepas menatap Nathan.

“Aku tidak bisa. Weekend ini aku sibuk,” jawab Nathan singkat, dan terdengar tak peduli.

“Ah, jadi kau sibuk?” Aubree membawa jemari lentiknya hendak menyentuh rahang Nathan, namun dengan cepat Nathan menjauhkan wajahnya dari Aubree persis seolah Aubree adalah makhluk yang paling harus pria itu hindari di dunia. “Ya sudah, kalau kau tidak bisa menemaniku maka aku lebih baik memposting foto kita saja. Anggap saja kita memberi tahu pada semua orang kita adalah pasangan yang tengah berbahagia.”

“Apa maksudmu?” Nathan menautkan alisnya, menatap Aubree dengan tatapan dingin. “Foto apa yang kau maksud?” tanyanya dengan nada yang pelan, namun bermakna menuntut agar Aubree menjawabnya.

Aubree tersenyum penuh arti. Lalu gadis itu mengambil ponselnya dan menunjukkan sebuah foto yang ada di ponselnya itu pada Nathan. “Apa kau mengingat foto kita yang ini, hm?” bisiknya menggoda.

Mata Nathan terbelalak terkejut melihat foto dirinya bersama dengan Aubree. Ya, foto itu adalah foto Nathan yang tengah tertidur dengan kancing kemeja yang terbuka, memperlihatkan jelas dadanya. Tak hanya itu, tapi di foto itu pun Aubree tengah bersandar di dadanya.

“Kau …!” Nathan menggeram. Tangannya terkepal begitu kuat. Beraninya gadis gila ini menjebaknya! Shit! Nathan terus mengumpat dalam hati. Amarahnya seakan ingin meledakkan seisi kantor. “Hapus foto itu, Aubree!” Nathan menghunuskan tatapan tajam dan penuh peringatan pada gadis itu.

“Nathan, sekalipun foto ini aku hapus di ponselku, tapi aku memiliki salinannya. Jadi percuma saja kalau aku hapus.” Aubree berkata dengan nada yang santai.

Nathan nyaris kehilangan kata menghadapi gadis aneh itu. Rasanya di atas kepalanya seperti ada bom yang ingin meledak. Tiap kali bertemu dengan Aubree bukan ketenangan yang didapat, melainkan sakit kepala dam berujung pada stres. “Apa yang kau inginkan, Aubree?” tanyanya dengan nada menahan kesalnya.

“Bukankah tadi aku sudah mengatakan padamu? Aku ingin kau menemaniku memilih cincin pernikahan kita. Ah, ya, bukan hanya menemaniku memilih cincin saja, tapi weekend ini kau harus menghabiskan waktumu bersama denganku,” ujar Aubree dengan senyuman di wajah cantiknya.

Nathan tak henti-henti menyumpahi gadis di hadapannya itu dalam hati. Mulai dari menyumpahi gadis itu lenyap dari dunia. Lalu umpatan kasar bercampur dengan merutuki kesialan dalam hidupnya. “Kenapa ada gadis sepertimu di dunia ini?” geramnya penuh emosi.

Aubree mendekatkan wajahnya pada wajah Nathan. Manik mata mereka saling bertemu. Jika Nathan menatap Aubree dengan tatapan dingin, lain halnya dengan Aubree yang memberikan tatapan penuh memuja di balik wajah angkuh gadis itu.

“Aku ada di dunia ini karena memang ditakdirkan untukmu, Nathan,” bisik Aubree sensual tepat di depan bibir Nathan.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status