Raka membawa motornya dengan perasaan campur aduk, kecewa dan marah yang ia rasakan. Ia melampiaskan kemarahannya dengan kecepatan motornya yang semakin bertambah. Sepanjang jalan, Raka terus terbayangkan Nayla turun dari mobil Raka. Gadis itu memakai jaket Reno. Sungguh, ia benci rasa cemburu itu.
Sadar Raka. Reno anak SMA, hanya pengecut yang berani mukul juniornya.
Raka menghentikan motornya tepat di parkiran Club malam. Ya, dia ingin mencari ketenangan di tempat seperti ini. Berkumpul dan minum bersama kawannya, mungkin bisa mengikis kemarahannya. Pengunjung belum terlalu ramai. Biasanya Doni tidak ingat waktu untuk datang ke tempat seperti ini. Siang, pagi, malam, kalau perlu nginap di club.
Raka mengedarkan pandangannya. Matanya terhenti pada seorang gadis. Tina terlihat cantik dan modis. Gadis itu terlihat berbeda dengan yang dia lihat di Sekolah.
&n
"Ka Raka lagi emosi. dulu--" "Tina menyentuh pundak Raka, terlalu bahaya kalau Raka mulai tidak stabil emosinya. Raka menghempaskan tangan Tina yang ingin menyentuhnya. Gadis itu tercekat. "Apa hubungan mereka?" "Mereka nggak ada hubungan apa-apa.Tapi, emang Nayla yang nggak cinta sama lo." Tina menghela nafas, dia menggigit sudut bibirnya lalu berkata. "Selama ini dia udah berbuat berbagai cara supaya lo ninggalin dia. Lo yang maksa dan pertahankan dia. Nayla nggak cinta sama lo, nggak sama sekali."Raka mengepalkan tangannya, apakah dia termakan ucapan Tina. "Bullshit!" "Gue sama temen Nayla yang lain tau lo maksa dia. Lo ngasih dia waktu sebulan untuk kalian pacaran. Kejadian di kampus lo itu juga sengaja dia lakuin.
Jam sekolah pun berakhir. Nayla berjalan cepat ke basecamp mencari Raka. Terlihat beberapa alumni mereka sudah berada di basecamp. Nayla mengedarkan pandangannya mencari Raka. Dengan adanya Raka bisa mempermudah PA mendapatkan surat izin dari kepsek untuk naik gunung. Mata Nayla berhenti di lapangan, Raka duduk di bawah pohon bersama Doni, Erga, Dimas, Carlos dan Kang Deni sedang bicara.Nayla mendekati mereka. Doni sudah memberi isyarat pada Raka dengan matanya tapi Raka tak menghiraukan. Cewek itu menarik lengan baju Raka dengan lembut. Raka hanya menoleh tanpa ekspresi, seakan tidak terjadi apa-apa. Kenapa lebih sulit mengerti jika orang itu diam saja kalau marah. "Iya kenapa La?" sahut Raka saat lengan bajunya dipegang Nayla.
"Yakin gakpapa?" tanya Beca.Beca tahu gadis itu dari tadi mencuri pandang pada Raka dan Tina. Ia menarik nafas, menatap Tina. Tidak habis pikir. "Iya. Udah gih kalian sana. Lanjutin kerjaan kalian. Bentar lagi kan rapat." usir Nayla. Melihat Reno di dekatnya, Raka bisa semakin marah. Beca dan Reno mengangguk. Mereka meninggalkan Nayla duduk di kursi depan basecamp sendiri.Aduh, malu banget gue jatuh kaya gini. Nayla menoleh ke kanan-kiri mencari sosok pacarnya itu. Kini Raka berada di depan gudang. Ia sedang memberikan perintah kepada junior untuk mengeluarkan tenda-tenda yang akan dibersihkan. "Keluarin aja semua tenda yang di gudang. Biar dibersihin semua. Jadi kita berangkat udah enak tinggal pakek," perintah Raka pada juniornya. "Asep. Lo cek tendanya, ada yang
"Rapat udah mulai, mana Nayla?" tanya Rangga yang sudah duduk di kursi samping Beca. Basecamp sudah dipenuhi anggota. "Tadi dia jatuh dari kursi, mungkin ke UkS dia," jawab Beca setengah berbisik. Di depan Kang Deni sedang membuka acara. "Kualat dia, gue dibohongin. Katanya Abel di gudang. Gue buka tuh gudang yang ada kecoa ngerayap di kaki gue." Rangga berdecak kesal. Hampir saja Beca menjerit, untung tangan Rangga menyumpal mulut Beca.Tok! Tok! Tok! "Maaf saya telat," ucap Nayla. Ia melirik ke arah Raka yang membuang wajahnya. Nayla menarik nafas lalu duduk di samping Beca. Semua yang melihat menggeleng kepala dan melanjutkan ucapan yang sempat tertunda. Nayla menatap Tina dari bangkunya. Gadis itu duduk di depan papan tulis. Tampak sibuk menyusun lembaran kertas. Sekertaris PA
Malam itu Nayla bermalas-malasan di kamar, tidak ada tanda-tanda Raka menelpon ataupun chat untuk memperbaiki hubungan mereka. Kemarin Rangga chat, bilang dia melihat Raka dudukdi club bersama Tina. Entahlah apa yang mereka lakukan di club malam. Isi kepala Nayla rasanya ingin meledek mendengar cerita Rangga, ingatannya kembali pada ucapan Tina. Ingin merebut Raka darinya. Nayla tidak menjawab panggilan dan tidak membalas chat dari Reno. Dia harus keluar dari zona tidak nyaman antara Tina dan Reno. Dalam lubang hati Nayla masih mengharap persahabatannya dengan Tina kembali membaik.Nayla bangkit mencari ponselnya dan memutar lagu, Selena GomezLose You To Love Me - Selena GomezYou promised the world and I fell for itI put you first and you adored itSet fires to my forest
"Write your name," ucap Nayla yang membuat kaget Erick. Cowok berambut brekele itu kepergok Nayla memasukan bunga ke laci meja Beca. "Anjir!" Erick terkejut buru-buru menyembunyikan setangkai bunga mawar ke belakang badannya, tapi sudah terlambat karna Nayla sudah melihat. Pagi itu belum ramai yang dateng ke sekolah. Di kelas yang terlihat hanya Erick dan Nayla. Cewek itu melangkah ke kursinya sambil melihat Erick yang sudah salah tingkah. "Gimana dia bisa tau kalau lo nggak nulis nama lo, Rick. Lo pengen terus jadi misterius?" "Ini bunga terakhir. Gue tau dia udah punya cowok. Karna lo udah liat, nggak jadi gue kasih." Erick keluar dari kelas. Nayla yang tidak enak hati mengikuti Erick. "Kenapa gitu Rick?" tanya Nayla bingung, bukannya lebih baik dia tahu p
Teng! Teng! Murid SMA Budi Mulia berhamburan di koridor sekolah dan parkiran. Beberapa diantara mereka masih ada yang di sekolah karena jadwal ekskul. Anak PA mempersiapkan untuk besok pagi berangkat naik gunung. Terlihat Reno sedang memberikan kordinator untuk tiap kelompok. Ada yang pergi ke sekolah lain untuk meminjam tenda. Bagian perempuan menyiapkan alat dapur yang dibutuhkan untuk memasak di gunung. Nayla duduk dengan malas tidak mau membantu. Kenapa Raka sekejam itu. Dia tidak boleh ikut tanpa alasan. Kalau alasan pribadi mana bisa disebut alasan. "Lo buat cara lo. Gue buat cara gue," gumam Nayla seorang diri. Dia mengambil tasnya hendak meninggalkan basecamp. * Nayla *
Nayla dan Beca diam-diam mengambil motor matic di bagasi rumah. Nayla menggendong tasnya. Beca sudah berganti baju, memakai kaus oblong dan celana training milik Nayla. Padahal dia sudah berdandan dan memakai dress casual untuk pergi dengan Bagas. "Lo liatin Maps, perhatiin bener-bener. Awas salah, bisa nyasar kalau lo salah ngasih petunjuk." Nayla memperingatkan. Dia membawa motor dengan kecepatan 30/km. "La, 50 meter lagi belok kanan." teriak Beca di jalan raya. Nayla mengikuti arahan Beca. Nayla lupa kalau dia itu punya penyakit buta arah. Kanan bisa ke kiri. Kiri bisa ke kanan."Habis lampu merah ini, belok kiri," ucap Beca sambil melihat Maps di handphone. "Okay." Nayla menahan keseimbangan motor dengan kakinya. Sebenarnya