Heri peluk putrinya itu sebelum kembali meninggalkan rumah ini dalam kesepian, ia tahu Meliana berat dan ingin menginap lebih lama.
Tapi, kondisi anaknya yang baru saja diterima oleh Neni membuat Heri tidak bisa mengizinkan mereka semua menginap di sini, kalaupun ingin berziarah ke makam sang ibu, lebih baik mereka kembali lagi besok.
Heri ingin Meliana tidak membuat ibu mertuanya itu salah paham, anaknya itu harus menurut untuk mengambil hati dan menciptakan suasana yang kondusif lebih dulu.
"Ayah tahu dia tidak akan mau menerima salam dari ayah, tapi aku tetap menitipkannya, Nak ... Sampaikan ya," tutur Heri sebelum melepas pelukan itu.
Meliana mengangguk, tanpa Heri meminta pun nanti dia akan tetap berbasa-basi pada ibu mertuanya itu, walau bagaimanapun hubungan Heri dan Neni akan terus berlanjut karena mereka bukan hanya teman saat ini, melainkan besan, hubungan yang sangat dekat dan dituntut untuk saling bekerja sama.
Uhuk, uhuk, uhuk ....Sepertinya ada dua pengantin baru di rumah ini, Rika dan Juna mengedarkan mata yang dirasa jengah karena terlalu banyak kecemburuan di sana.Suasana pagi yang diwarnai dengan senyum hangat kedua orang tua juga kedua pasangan yang memamerkan rambut basah mereka."Apa ada alien yang masuk ke rumah ini sampai mereka semua harus mencuci rambut?" bisik Juna.Rika mengesah pelan, "Alien apa yang kau maksud? Alien tidak punya rambut!" omelnya."Aku merasa sial hari ini," gumam Juna.Kondisi Harto dan Neni sudah lebih baik, mereka tidak menggunakan kursi roda lagi sebagai alat bantu berjalan, begitu juga Arga yang sejal kemarin sudah menyiapkan diri untuk kembali bekerja.Tugas Juna dan Rika selesai sampai di sini, tapi mereka akan tetap melakukan sarapan bersama mengingat ada orang tua yang harus mereka hormati.Walau sebenarnya mereka malas melihat lirikan Neni yang lebih suka hawa sepi,
Hasilnya, baik.Harto perhatikan raut wajah Arga yang tidak bersahabat dengan apa yang baru saja Meliana jelaskan.Bukti-bukti akan hasil pemeriksaan keduanya terpajang nyata di meja, semua sudah melihat, termasuk Neni sendiri memastikan Meliana dan Arga dalam kondisi baik-baik saja juga siap untuk melakukan program kehamilan dibulan berikutnya."Apa yang terjadi?" Juna mewakili semua orang di sana, satu pertanyaan dari empat kepala yang ada.Neni memutar bola matanya pada Meliana, bergantian pada Arga yang kembali menggerutu tidak jelas."Program itu akan kami lakukan bulan depan, tepatnya saat aku selesai datang bulan," ujar Meliana."Lalu, apa masalahnya sampai dia-" Harto melirik dan memberi kode pada Meliana tentang pria yang tengah memberengut di dekatnya itu."Huhh, aku tidak tahu harus seperti apa menjelaskannya, Ayah. Dia tidak terima kalau aku harus melewati dan mengalami siklu
Plak,Terpaksa sudah Neni memukul dan menjitak kepala Arga, ia terlalu gemas karena anaknya itu tidak kunjung mengerti dan sangat keras kepala, sekali ingin akan selamanya ingin dan bisa-bisa membuat Meliana gila.Bagaimana tidak, Arga tidak mau kalau Meliana datang bulan meskipun semalaman Meliana berusaha untuk menjinakkannya, menuruti semua kemauannya.Arga seperti anak muda baru yang tidak tahu sama sekali masalah wanita."Ibu kan tahu kalau Nia tidak pernah datang bulan, kalaupun ada hanya tiga hari paling lama," ungkap Arga.Hah?Astaga, Neni baru sadar setelah Arga berucap seperti itu, pasalnya dia lupa kalau Nia menikah dengan Arga dalam kondisi sudah tidak normal, dan ia tutupi waktu itu.Nia tidak datang bulan rutin, bahkan pernah gadis itu mengaku padanya telat datang bulan selama tiga periode meskipun dia tidak berhubungan dengan laki-laki, itu karena masalah hormonnya yang t
Malu,Satu rasa yang berjuta rasanya karena hari ini Meliana harus tampil aneh bersama suaminya di depan keluarga yang lain.Berulang kali Neni melirik tidak setuju, tapi apa daya kalau dirinya hanya seorang istri.Arga tidak mengizinkannya makan di luar kamar, mereka menikmati sisa waktu hari ini dengan berada terus di dalam kamar.Bahkan untuk pesanan yang sudah masuk di aplikasi belanja online atas namanya dan Rika, harus Rika kerjakan bersama Juna."Arga, mau minum susu dengan roti ini?" tanya Meliana menawarkan sesuatu.Arga mengangguk, "Aku akan setuju asalkan kau ikut memakannya di sini."Baiklah, setelah balada masalah akan kedua mertuanya, kini godaan Meliana ketika sudah menjadi istri Arga adalah kesabaran melawan sifat suaminya yang terlewat manja.Arga dan dirinya sama-sama anak tunggal dalam sebuah keluarga, tapi mungkin selama ini hidup Arga tak sekeras dirinya
Rika meremat jemarinya, ingin sekali ia hubungi Juna untuk memperjelas semuanya, terutama menegur bocah itu agar lebih baik lagi.Menurutnya bertanya kabar lewat Meliana bukanlah hal yang baik bagi seorang pria dewasa, dia seharusnya lebih berani kalau memang mempunyai niat lebih padanya.Dia sendiri sudah lelah hidup sendiri, ingin rasanya seperti Meliana ketika ingin teh susu, dia tinggal meminta tolong pada sang suami untuk membelikannya pulang kerja.Lama-lama dia cemburu dan ingin juga, matanya sedikit melirik ponsel padam itu, senyap tanpa berita hingga dia tidak tahu harus menegur Juna seperti apa."Dah, Arga ... Aku mencintaimu, sayang."Rika melirik jengah Meliana yang menghela nafas setelah melapor pada komandan perangnya."Apa dia juga menyampaikan pesan dari Juna?" tanya Rika.Meliana bergeleng, "Tidak, ada apa?""Tidak ada apa-apa, sudahlah, aku malas membahas pria pe
Arga lipat kedua tangannya, berdecak dan terus mendengus di depan Meliana yang sengaja ia ikat sembari terduduk.Entah hantu apa yang merasuki tubuh istrinya itu hingga dia bertekad untuk menyatukan Rika dan Juna dalam waktu singkat.Meliana cukup merasa di tahu dan kenal baik dengan kedua orang yang terlibat itu, dia sangat berharap dan sudah bermimpi akan keberhasil untuk keduanya."Amel," geram Arga melihat istrinya tidak mau diam.Meliana mengangkat dua jarinya tinggi, "Aku janji akan menurut padamu nanti setelah misi ini selesai dan aku juga bersih, aku bisa kau kuasai di kamar sesuka hati, sungguh!"Kening Arga sontak mengerut, istrinya itu tengah mengajaknya bernegosiasi akan hal yang dirasa menguntungkan kedua belah pihak. Dia dengan malam hangat yang tanpa batas dan Meliana yang nantinya bisa seenak hati selama tujuh hari.Huh,Suka dan setuju, Arga anggukan kepalanya, ia lantas
Meliana Sekar Dewi, wanita itu sudah bergulung di balik selimut tebal karena tahu hawa mencekam yang suaminya bawa.Baru saja ia keringkan rambut yang basah kuyup itu dan aromanya masih berputar di kamar hingga senyum sinis ia dapatkan dari sang suami.Meliana hanya mengintip sedikit saja, ia sudah bisa memastikan kalau pria itu akan membuatnya menjerit tanpa lelah sebagai balasan tujuh hari berlalu yang sudah mereka lewati tanpa sentuhan apapun, bahkan Meliana jauh lebih sibuk dalam urusan Juna dan Rika yang kini tengah dimabuk asmara."Sayang, kau sudah tidur?" tanya Arga bersuara berat, sengaja seperti singat hutan yang endak menerkam mangsanya."Sayang," panggilnya sekali lagi sembari melangkah lebih dekat.Aroma itu? Ah, sudah Meliana duga lagi kalau sebelum masuk ke kamar ini Arga pasti menumpang mandi di kamar mandi Juna.Pria itu benar-benar bersiap untuk menerkamnya malam ini, tidak memberi
Meskipun tak mungkin lagi tuk menjadi pasanganmu, namun ku yakini cinta, kau kekasih hati. Kahitna, soulmate.Entah kenapa lagu itu seolah menjadi penghibur yang paling tepat maam ini, sebelum mereka berangkat ke rumah Heri dan mengulas masa lalu untuk mencari sebuah obat luka di hati."Sayang," sapa Arga sembari menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher Meliana.Mereka tengah tidak kuasa mendengar sebuah kisah masa lalu tentang para orang tua dan cinta yang ada, kisah yang tidak jauh berbeda dari apa yang terjadi hati ini di mana semua cinta jatuh pada tempat yang tepat dan tidak ada sakit hati di sana.Mungkin kisah yang mereka dengar malam ini adalah sebuah kisah yang semestinya terjadi, hanya saja melintas waktu hingga sampai pada masa di mana Arga dan Meliana ada di dunia ini.Rika dan Juna yang sudah bersatu, juga kedua orang tua Arga yang telah menerima kenyataan yang ada meskipun itu pahit.Begi