Angela masuk kedalam kamar hotelnya ia merasa tidak nyaman memakai gaun indah pemberian Verrel. Bagaimanapun baju tidur adalah baju terbaik dan paling nyaman sedunia.
"Tolong bantu aku menurunkan sedikit resleting di punggungku, sedikit saja. Awas kalau berani macam-macam," ancam Angela.
"Ya, elah belum ngapa-ngapain sudah di ancam." Verrel mendekat kearah Angela. Ia menurunkan perlahan resleting gaun Angela. Pikirannya kembali mesum.
"Sudah?" tanya Angela. Ia merasa Verrel sudah selesai tapi kenapa malah hanya berdiri diam di belakangnya.
"Iya, sudah."Lamunan Verrel menjadi buyar. Bayangan pikiran kotornya lenyap seketika, tapi tidak dengan tingkah adik kecilnya di bawah. Justru celananya tiba-tiba makin sesak."Sebentar, aku ke kamar mandi dulu." Verrel buru-buru masuk ke kamar mandi.
Angela bersikap biasa saja ... tidak tahu jika hasrat Verrel meronta ingin di puaskan. Melihat Verrel masuk ke kamar mandi baginya biasa saja. Ia tidak menyangka jika di dalam kamar mandi Verrel berjuang menuntaskan hasratnya.
Guyuran air dingin dari shower cukup membuatnya bisa berpikir agak normal kembali. Ia tidak dapat membayangkan apakah ia bisa melewati malam ini.Verrel keluar dengan lilitan handuk di pinggangnya.Tubuhnya yang sixpack dengan embun air mandi yang masih melekat di tubuhnya membuatnya lebih refresh dan kelihatan menggoda. Jantung Angela berdesir hebat, dalam hatinya ia mengagumi tubuh sempurna suaminya. Tanpa sadar ia menelan salivanya. Tak ingin perasaan kagumnya di ketahui Verrel ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Apa kau mau tidur sekarang? Sayang tidak menikmati momen di hotel ini," kata Verrel seraya berjongkok mengambil bajunya di dalam koper.
"Males, dah capek seharian jalan-jalan."Angela menyibakkan selimutnya ia bermaksud untuk tidur.Tiba-tiba dari luar balkon terdengar suara kembang api yang sangat keras.
DUARRR!!
Angela langsung turun dari ranjang berlari kecil ke arah balkon, di susul Verrel di belakangnya. Masih memakai baju tidur dengan atasan pitama lengan pendek, bawahan celana pendek atas lutut ia berjinjit seraya memegang pinggiran pagar balkon. Matanya menatap takjub ke atas. Kilatan matanya tampak bercahaya berdecak kagum melihat ke arah langit.
Percikan kembang api di udara terbentuk dengan indah. Verrel menatap wajah Angela yang melihat keatas langit. Ia sangat takjub dengan kecantikan Angela malam ini. Kulit wajahnya kelihatan bersinar terang, bibirnya begitu menggoda untuk di cicipi."Lihatlah di sana!" Jari telunjuk Verrel menunjuk ke atas langit.
Kepala Angela mendongak ke atas mengagumi percikan kembang api yang menghiasi langit.
Angela menurunkan kepalanya, tanpa sengaja bibir mereka bertemu. Jarak mereka terlalu dekat, mata Angela membulat sempurna karena terkejut. Sialnya, Verrel merasa sayang melewatkannya. Sudah lama ia merindukannya semenjak malam itu ia selalu merindukan bibir Angela sosok gadis yang tengah berdiri di hadapannya.Verrel menekan pinggang ramping Angela kedalam pelukannya, bermain di dalamnya. Lidah mereka saling bertemu mengisi kekosongan yang selama ini mereka pertahankan.
Angela menatap hidung mancung Verrel."Ya Tuhan, kenapa dia memandangku seperti itu?" Jantung Angela rasanya mau loncat keluar.
Angela berusaha membangun kembali kesadarannya yang hilang. Ia mendorong tubuh Verrel, membuat lelaki itu kaget."Maaf, tidak seharusnya aku," sesal Verrel.
"Emm, tidak. Aku juga ikut andil dalam hal ini, mungkin kita terbawa suasana saja," kata Angela dengan pipi yang memerah. Ia sangat malu kali ini, karena terlihat jelas ia juga menginginkan lelaki yang tengah berdiri di hadapannya.
"Duduklah," ajak Verrel menggeser kursinya yang tersedia di balkon. Verrel menarik tangan Angela mengajaknya untuk duduk. Anehnya Angela menurut saja tanpa pemberontakan.Verrel terlebih dahulu duduk sementara Angela masih berdiri di hadapannya. Lalu Verrel kembali berdiri menarik pinggang Angela merapat ke tubuhnya. Tapi tiba-tiba ponsel Angela berdering sangat keras.
Angela meraih ponselnya lalu melihat ke layar, ternyata panggilan telepon dari Yohan.Verrel juga melihat ke layar ponsel Angela. Melihat nama Yohan tertera di sana. Ia langsung merebut ponsel Angela dan mematikannya."Tidak usah di angkat!" perintah Verrel."Kenapa? Memangnya kamu siapa melarangku untuk menerima telepon dari kekasihku ...." Angela mendengus kesal.
"Aku suamimu! Tidak usah kecentilan dengan pria lain," kata Verrel demgan tatapan marah.
Angela tertawa mendengar perkataan dari Verrel."Cemburu?""Tuan Verrel yang terhormat, pernikahan kita hanya pura-pura. Kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan masing-masing," kata Angela mengingatkan.
"Siapa yang cemburu, mau kamu pacaran dengan banyak pria sekalipun aku tidak akan cemburu," kata Verrel tegas."Benarkah? Kalau begitu berikan ponselku!" Angela berusaha merebut ponselnya dari tangan Verrel. Tapi Verrel tidak mau memberikannya. Ia malah menarik pinggang Angela kembali dan mencium bibir gadis itu sekali lagi. Tangan Verrel menuruni pinggang Angela. Merapatkan tubuhnya lebih dalam.
Angela marah lalu menggigit bibir Verrel. "Aww! Kamu!" tunjuk Verrel seraya melepaskan pagutannya. Angela langsung berlari menuju ke dalam kamar, ia buru-buru naik ke atas ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Jantungnya berdegup kencang seperti genderang yang mau perang.Verrel masuk ke dalam kamar tidur mendapati Angela sudah tertidur membelakangi dirinya. Ia tahu jika gadis itu sedang marah padanya. Saat Verrel naik ke atas ranjang, Angela menggeser tubuhnya agar berjauhan dengan Verrel.
"Aku tahu kau belum tidur ....""Maafkan aku," ucap Verrel.Angela mendengar permintaan maaf Verrel tapi ia memilih untuk pura-pura tidur. Sebenarnya ia tahu kesalahan tidak hanya pada Verel tapi juga dirinya. Harusnya ia bisa menolak lebih awal agar ciuman itu tidak pernah terjadi.
Akhir-akhir ini Angela juga merasa tidak terlalu memikirkan Yohan. Verrel sudah membuat harinya terasa sesak dan padat. Hujan turun mengiringi malam mereka. Tiba-tiba petir menggelegar, kilatan cahaya masuk melalui ventilasi. Angela menggigil ketakutan, ia meringkuk seperti anak kucing. Verrel mendengar suara isak tamfis yang mengganggu tidurnya. Ia baru sadar jika Angela takut dengan bunyi petir. Buru-buru ia segera merengkuh tubuh ramping itu ke dalam pelukannya. Verrel menyandarkan kepala Angela di dada bidangnya."Tenanglah ... ada aku di sini." Verrel mengusap rambut Angela dengan lembut.
"Aku takut ...," kata Angela lirih."Aku bisa mengusir rasa takutmu." Verrel menangkup kedua pipi Angela. Ia memagut bibir gadis itu dengan lembut, memberikan sensasi di dalamnya. Tubuh Angela bergerak-gerak, ia merasa ada sengatan listrik saat Verrel memeluknya lebih erat. Dan benar ia sudah tidak merasa ketakutan lagi dengan petir karena tangan Verrel yang pandai bergerilya mengusap bukit kembar istrinya.
Verrel menambahkan durasi ciumannya mengajarkan Angela gaya lain dalam ciuman yaitu dengan menggunakan lidah mereka. Suara desisan dari Angela membuat gairah Verrel meningkat. Tapi ia malah melepaskan pagutannya karena ingin memberi ruang bagi Angela untuk bernafas.---Bersambung---
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu