Share

Bab 3 : Galau

Penulis: Parikesit70
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-02 20:06:09

Setelah satu jam tak terdengar teriakan dan suara tangis dalam kamar Jessica, asisten rumah tangga yang bernama Wati memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar majikannya. Wati adalah asisten pribadi yang cukup lama ikut pada keluarga Jessica. Terlebih, kedua orang tua Jessica menitipkan putri mereka kepada Wati yang selama ini sangat dipercaya oleh Keluarga Nata Atmaja.

“Nona ... Non Jessi, buka Non ... Kasihanilah Bik Wati. Bagaimana kalau Tuan dan Nyonya besar tanya, hikss...,” tangis Wati di depan pintu kamar Jessica.

Wati sangat cemas dengan kondisi Jessica yang ditakutkan bunuh diri. Walaupun, ia sendiri tidak mengetahui secara jelas duduk perkara yang dihadapi wanita cantik itu. Untuk ketiga kalinya, Wati kembali mengetuk pintu kamar majikannya dengan rasa takut yang teramat sangat, jika terjadi sesuatu dengan Jessica. Maka, Wati dan kedua asisten rumah tangga yang menunggu di depan pintu kamar Jessica pun menangis.

“Nona, tolong buka Non ... Jangan buat Bibik kuatir. Kami semua takut terjadi apa-pa sama Nona. Tolong buka Non Jessi. Bibik takut sekali, Nona tolong buka, hikss...,” tangis Wati dan kedua asisten rumah tangga di depan pintu kamar Jessica kian bertambah keras.

Jessica yang menumpahkan amarahnya pada sosok yang tak dikenalnya dengan mengamuk dan menangis di bawah air shower, akhirnya beranjak dari kamar mandi dengan membersihkan diri serta mengeringkan tubuh dan rambut panjangnya. Kemudian, wanita cantik itu memakai pakaiannya dan memandang kehancuran yang dilakukannya pada kamarnya sendiri.

Kaca panjang di sebelah lemarinya hancur berkeping-keping. Begitu juga dengan meja rias, televisi hingga ponselnya juga hancur. Lalu, dengan menarik napas dan menghembuskannya perlahan, Jessica pun bergumam dalam hatinya.

‘Kebaikanku, emosiku, amarahku menghancurkan semuanya. Kini aku rugi total. Apa aku cari aja pemuda brengsek itu? Tapi ... Untuk apa juga aku bertemu pemuda yang nggak bermoral itu? Nggak ada yang bisa diharapkan. Memang pertanggung jawaban apa yang mau dia kasih ke aku? Minumannya aja aku yang bayar. Sepertinya aku harus buang sial dengan menyantuni anak yatim piatu.’

Wajah cantik Jessica seketika mengeras, saat mengingat seluruh kejadian yang ia pikir hanya mimpi. Kemudian, dengan hati-hati Jessica melangkahkan kakinya berjalan menuju pintu kamar dan membuka pintu kamarnya, usai melewati banyak pecahan kaca yang berserakan dilantai.

“Nona ... Ada apa?!” tanya Wati cemas, memandang wajah sayu Jessica dengan mata indahnya yang sembab.

“Bik Wati, tolong rapikan kamarku sama Mbak Asih dan Kani juga, ya. Sekalian, minta Samsuri sama Sodik untuk buang barang-barang yang rusak. Oh ya, sekarang ambil ponselku yang hancur dekat tempat tidur, aku mau ambil nomor kartunya,” perintah Jessica dengan mata sembab usai menangis histeris di kamar mandi.

“Baik Nona. Ayo Asih, Kani,” ajak Wati pada kedua teman kerjanya.

Masuk ke dalam, Jessica menunjuk ke arah ponselnya yang dibanting untuk mengambil nomor kartu ponselnya. Dan Wati beserta kedua pekerja lain yang masuk ke dalam kamar Jessica, terkejut bukan kepalang melihat pecahan kaca dimana-mana.

“Ya Allah, Non Jessica ... Kenapa sampai seperti ini?” tanya Wati memandang pecahan kaca bertebaran di dalam kamar Jessica dengan bola mata hampir keluar. Begitu juga dengan kedua pekerja lainnya yang melihat keadaan kamar nona majikannya.

“Bik Wati dan semuanya. Tolong jangan cerita apa pun, sama mami dan papiku kalau besok atau lusa mereka kesini. Wati, sepertinya perutku lapar sekali. Tolong, kamu siapkan makanan buat aku,” pinta Jessica.

Mendengar Jessica lapar, Wati keluar dari kamar majikannya dan menyiapkan makanan diikuti oleh Jessica yang berjalan menuju meja makan.

“Non, makanlah ... Bibik mau bantu merapikan kamar dulu,” izin Wati usai menyiapkan makanan.

“Makasih Bik,” jawab Jessica dan menikmati makanannya usai melepaskan emosi di hati dan pikirannya

Sementara itu, Wati bersama pekerja lainnya merapikan kamar Jessica yang sangat berantakan. Dua puluh menit kemudian, Jessica yang telah selesai menikmati makanannya terlihat berjalan menuju ruang santai dan memanggil Samsuri yang tengah mengangkat meja rias di kamarnya bersama tukang kebun rumah mewah itu.

“Bik Wati! Sini dulu...,” panggil Jessica yang tengah duduk diruang keluarga usai menikmati makanannya.

Wati yang masih membersihkan kamar Jessica bersama kedua asisten rumah tangga lainnya, menemui Jessica.

“Ya Non Jessi,” jawabnya saat berada di hadapan Jessica.

“Bik, tolong ambil uang 20 juta di brangkas. Ini nomor kodenya. Caranya masih ingat kan?” tanya Jessica yang pernah mengajari Wati untuk membuka brangkas miliknya.

Wati pun, menganggukkan kepalanya dan masuk ke kamar Jessica untuk menjalankan perintah sang majikan yang sudah sangat percaya padanya.

“Pak Sam! Tolong belikan aku handphone dengan tipe yang sama seperti punyaku. Bawa aja contohnya yang udah rusak, sekalian suruh mereka masukkan nomor kartunya. Minta uangnya ke Wati,” perintah Jessica menunjuk ke arah kamarnya, untuk mengambil ponselnya yang rusak dan meminta uang pada Wati.

“Baik Non,” jawab Samsuri berlalu dari hadapannya, mencari Wati di kamar Jessica yang sedang dibersihkan.

Setelah itu, Jessica pun merebahkan diri pada sofa di ruang keluarga mewah itu dengan sesekali menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan. Saat teringat atas peristiwa yang dipikirnya seperti mimpi, Jessica pun menggerutu dalam hatinya.

‘Sialan! Gara-gara minum tiga gelas Cocktail bikin aku kehilangan harga diri. Sekarang, gimana kasih alasan ke mami untuk tolak perjodohan sama anak temannya? Kayaknya aku harus curhat ke Dewi, deh.’

Jessica yang menyesali semua kejadian yang tak diduga, coba melupakan yang terjadi dengan meraih majalah khusus wanita. Sampai akhirnya, rasa kantuk bergelayut di mata indahnya dan Jessica pun kembali terlelap di sofa pada ruang keluarga.

Dua jam kemudian, saat jam menunjukkan pukul satu siang, Jessica mengeliatkan tubuhnya dan merasakan seluruh tubuhnya terasa lelah. Dengan memicingkan matanya, Jessica memiringkan tubuhnya menghadap ke depan kamarnya.

“Non Jessi udah bangun?” tanya Wati menghampiri Jessica yang tampak lesu.

“Udah, jam berapa Bik?” tanya Jessica bangun dari sofa dan duduk bersandar dengan sesekali menguap.

“Udah jam satu siang. Bentar saya ambilkan ponsel yang baru dibeli,” ujar Wati meninggalkan Jessica di ruang keluarga menuju kamar sang majikan dan kembali ke ruang keluarga.

“Ini Non.” Wati memberikan ponsel dengan tipe yang sama pada Jessica.

“Siang Non Jessica ... Ini ada kiriman bunga,” ucap Kani, salah seorang asisten rumah tangga membawa buket bunga anggrek putih berikut pot keramik berwarna putih.

“Cantiknya, seperti Non Jessica,” sanjung Wati memandang anggrek bulan putih sebanyak tiga batang dengan beberapa rantingnya.

Dengan mengusap wajahnya, Jessica yang hanya menerima buket bunga pada hari-hari tertentu, seperti ulang tahun dan mencapai prestasi atas pendidikan dan karier nya, merasa aneh saja kala ada kiriman buket bunga untuknya.

“Dari siapa?” tanya Jessica sambil membuka ponselnya untuk melihat kembali aplikasi yang sudah ada.

“Ini Non Jessi, ada kartu ucapan di anggreknya,” ucap Wati memberikan sebuah amplop kecil yang ditujukan untuk Jessica.

Jessica menerima amplop berwarna pink dan membuka secarik kertas berwarna pink berisi tulisan tangan seorang lelaki.

[Teruntuk wanita terbaik nan cantik jelita. Jessi, mungkin kamu marah, benci sama aku. Tapi, kapan pun kamu minta aku untuk tanggung jawab sama kamu, pasti aku akan tanggung jawab. Sekali lagi, maafkan aku-Candra Wiguna]

Setelah membaca secarik kertas berwarna pink itu, Jessica kembali termenung dan memikirkan tulisan yang dibuat oleh Candra. Lelaki yang telah merusak dirinya dalam keadaan mabuk. Kemudian, Jessica berkata pada Wati.

“Bik ... Buang aja Anggreknya,” pinta Jessica lesu.

Tanpa berbicara sepatah kata pun, Wati membawa Anggrek yang diletakkan di meja ruang keluarga ke halaman belakang. Dan tanpa sepengetahuan Jessica, Wati tidak menjalankan perintahnya untuk membuang buket bunga Anggrek tersebut. Justru, Wati meletakkan buket bunga itu di meja bulat dekat ayunan yang ada di halaman belakang.

Jessica yang masih berada di ruang keluarga, mempertimbangkan hatinya untuk curhat pada sahabat dekatnya, Dewi. Namun, saat ia mulai menekan tombol hubungi, kembali niat untuk menghubungi sahabatnya diurungkan.

“Sebaiknya aku jangan cerita sama siapa pun. Semua salahku sendiri yang gampang percaya sama lelaki itu. Anggap saja kemarin adalah hari sialku,” ucap Jessica pada dirinya sendiri.

Terdengar dering ponsel yang baru diletakkannya. Tampak dalam layar, nama Monica, mami Jessica menghubunginya dan dengan segera, wanita cantik itu menjawab panggilan dari sang mami.

“Siang Mii, tumben siang-siang telepon. Apa kabar Mami sama papi disana? Kangen...,” sapa Jessica seceria mungkin.

“Eh, siapa bilang siang baru telepon ... Tadi itu, sekitar jam tujuh Mami udah telepon kamu. Tapi, nggak aktif ponselmu. Kok sampai nggak aktif, Jess?” tanya Monica menginterogasi putrinya.

“Iya Mii, ponselnya rusak jatuh ke bathup,” kilah Jessica membohongi Monica.

“Oh begitu. Lain kali kalau lagi berendam di bathup jangan bawa ponsel dong sayang ... Emang untuk apa sih, pakai bawa ponsel ke kamar mandi?” tanya Monica kembali.

“Main game, Mii. Lagi seru dan waktunya udah mau berakhir, jadi sekalian deh, berendam sembari main game, Hehehehehe,” ujar Jessica membela diri.

“Jessica ... Ingat, usiamu udah 35 tahun. Belajarlah menjadi dewasa. Persiapkan dirimu untuk bertemu dengan anak dari teman Mami. Siapa tahu, lelaki itu cocok buat kamu. Jadi, Mami minta persiapkan dirimu dua bulan ini untuk bisa lebih tampil dewasa. Jauhi, game, Night Club dan keluyuran nggak karuan. Zaman hura-hura seperti itu udah lewat waktunya. Sekarang ini, kamu udah 35 tahun. Bukan lagi umur 20 tahun,” nasihat Monica pada putri tunggalnya.

“Iya Mami sayang ... Aman. Jessi pasti akan belajar untuk lebih dewasa. Memang anak lelaki tante Erin, lagi dimana...? Kok harus nunggu dua bulan lagi?” tanya Jessica yang berpikir untuk menerima lelaki itu bila menerima segala kekurangannya.

“Dia masih selesaikan kuliahnya di Munchen, Jerman. Anak lelaki tante Erin, orangnya pintar dan sangat sayang sama mamanya. Apa pun, kata tante Erin, pasti diturutinya. Maka dari itu, Mami pikir untuk menjodohkan kamu dengan lelaki yang sayang sama mamanya. Karena, kalau dia sayang sama mamanya, berarti dia itu lelaki baik,” ungkap Monica panjang lebar.

“Ya Mii, atur saja. Kalau memang cocok, Jessi juga pasti mau kok. Capek juga sendirian lama-lama,” keluh Jessica melankolis.

Monica yang mendengar kata-kata putrinya tertawa bahagia seraya berucap, “Hahahaha, akhirnya ... Anak perempuan Mami akan melepaskan masa lajangnya. Mami bahagia sekali dengarnya. Nanti, kalau Papi pulang dari kebun teh, Mami ceritakan hal ini sama papi kamu. Dia pasti bahagia juga.”

“Ya udahlah, Mii. Salam sama papi. Jessi pamit mau ke Mal dulu sama Dewi,” ucap Jessica untuk memutus sambungan telepon, saat Dewi sahabatnya menyambangi rumahnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Untuk semua pembaca setia Good Novel yang baik hati. Yukk lanjut ke babak selanjutnya di jamin seru. Mohon untuk kasih ulasan di bagian depan dengan bintang 5. Love You Sekebon. Terima kasih banyak(⁠✿⁠ ⁠♡⁠‿⁠♡⁠)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Nikahi AKU Brondong NAKAL !!   THE END

    Langit Ubud pagi itu berwarna jingga lembut, menyapa sawah hijau yang membentang di depan vila kecil Jessica dan Andy. Aroma kopi Bali menguar dari dapur, bercampur dengan tawa riang seorang anak laki-laki yang berlari di halaman. Arjuna, yang kini berusia lima tahun, sedang mengejar kupu-kupu, rambut ikalnya berkibar tertiup angin. Wajahnya, dengan mata besar dan lesung pipi, mengingatkan pada seseorang dari masa lalu—Candra. Tapi bagi Jessica dan Andy, Arjuna adalah milik mereka, titik darah yang mereka rawat dengan cinta tanpa syarat.Jessica berdiri di teras, tangannya meraba perutnya yang kembali membulat. Kehamilan keduanya, kali ini benar-benar anak Andy, membawa kebahagiaan baru dalam hidup mereka. Ia tersenyum melihat Arjuna, yang kini berlari ke arah Andy yang baru keluar dari dapur dengan secangkir kopi di tangan.“Papi! Lihat, kupu-kupu!” seru Arjuna, tangannya menunjuk ke udara dengan penuh semangat.Andy tertawa, mengangkat Arjuna ke pundaknya. “Wah, Ju, kamu mau tangkap

  • Nikahi AKU Brondong NAKAL !!   Rahasia Besar

    Malam di Ubud terasa lebih dingin dari biasanya, meski angin hanya bertiup pelan membawa aroma bunga kamboja. Jessica duduk di tepi ranjang, tangannya meraba perutnya yang semakin membulat. Pikirannya masih dipenuhi bayang-bayang Candra, kata-katanya yang penuh penyesalan, dan tatapan Andy yang teguh melindunginya. Di sisi lain ranjang, Andy sedang membaca dokumen ekspor, kacamatanya sedikit melorot di hidungnya. Ia sesekali melirik Jessica, tahu bahwa istrinya sedang bergulat dengan pikiran yang tak diucapkannya.“Jess, kamu nggak apa-apa?” tanya Andy lembut, meletakkan dokumennya ke meja samping ranjang.Jessica menoleh, tersenyum kecil untuk menenangkan suaminya. “Aku baik-baik aja, Andy. Cuma… aku nggak nyangka Candra bakal dateng ke sini. Aku pikir dia udah lupain aku, lupain semua yang pernah ada di antara kami.”Andy merangkak mendekat, tangannya meraih tangan Jessica, menggenggamnya erat. “Dia nggak punya hak atas kamu, Jess. Nggak atas kamu, nggak atas anak kita. Aku janji, a

  • Nikahi AKU Brondong NAKAL !!   Candra mencari Jessica

    Langit Bali pagi itu cerah, awan tipis berarak pelan di cakrawala. Di vila kecil di pinggir Ubud, Jessica duduk di teras dengan secangkir teh jahe, tangannya sesekali mengusap perutnya yang kian membesar. Andy, yang baru selesai memeriksa dokumen bisnis di ruang kerja, keluar membawa sepiring pisang goreng. Ia meletakkan piring itu di meja kayu, lalu mencium kening Jessica dengan lembut.“Pagi, cantik. Ini camilan buat kamu sama Arjuna,” godanya, matanya berbinar.Jessica tersenyum lebar, memukul lengan Andy pelan. “Bunga, maksud kamu! Belum tentu Arjuna, lho. Eh, makasih, ya, pisangnya kelihatan enak.”Andy tertawa, duduk di samping Jessica sambil mengambil sepotong pisang. “Bunga atau Arjuna, yang penting sehat. Kamu udah ke dokter minggu ini, kan? Apa kata dokter?”“Semuanya baik-baik aja,” jawab Jessica, menyeruput tehnya. “Bayinya aktif, katanya. Mungkin nanti malah jadi penutup sawah kayak bapaknya, suka jalan-jalan di ladang.”Andy terkekeh, tangannya meraih tangan Jessica. “At

  • Nikahi AKU Brondong NAKAL !!   NIKAH!

    Langit Bali di senja hari berwarna jingga keemasan, menyapa Ubud dengan lembut. Angin sepoi-sepoi membelai dedaunan sawah yang mengelilingi vila kecil tempat Jessica berdiri. Wanita itu mengenakan kebaya putih sederhana, rambutnya digelung rapi dengan hiasan bunga melati yang harum. Ia menatap cermin kecil di tangannya, mencoba meyakinkan diri bahwa keputusan ini adalah langkah yang tepat. Di perutnya, anak yang kini berusia lima bulan tumbuh sehat, dan setiap tendangannya mengingatkan Jessica akan kehidupan baru yang menanti. Tapi di hatinya, bayang-bayang Candra masih sesekali muncul, meski kini hanya seperti angin lalu.Di sudut lain vila, Andy sedang mempersiapkan diri. Pria itu mengenakan beskap putih yang serasi dengan kebaya Jessica, wajahnya tenang tapi matanya penuh harap. Ia memandang ke arah sawah, mengingat percakapan panjangnya dengan Jessica tiga bulan lalu, saat ia tiba di Bali dengan hati penuh keberanian. Andy tak pernah membayangkan bahwa Jessica, wanita yang selama

  • Nikahi AKU Brondong NAKAL !!   Andy Meminta Restu

    Langit Bali di pagi hari menyapa Jessica dengan lembut. Cahaya matahari menyelinap melalui celah-celah jendela vila kecil di Ubud, menggambar garis-garis emas di lantai kayu. Jessica duduk di teras, memegang cangkir teh jahe yang masih mengepul, menatap hamparan sawah yang berkilau oleh embun. Udara segar mengisi paru-parunya, dan untuk sesaat, ia merasa damai. Tapi di balik ketenangan itu, pikirannya masih bergulat dengan bayang-bayang Candra, Anjani, dan anak yang kini tumbuh di rahimnya. Ia menyentuh perutnya, berbisik pelan, “Kita bakal baik-baik aja, ya, Nak.”Di Jakarta, suasana berbeda menyelimuti Andy. Pria berusia 40 tahun itu duduk di kantornya yang sederhana, dikelilingi tumpukan dokumen ekspor-impor. Layar laptopnya menampilkan laporan keuangan, tapi matanya kosong, pikirannya melayang ke Jessica. Sudah dua hari sejak pesan singkatnya ke Jessica, dan balasan “Makasih, Andy. Aku bakal kabarin” masih terngiang di kepalanya. Ia tahu Jessica sedang terluka, dan meski ia hanya

  • Nikahi AKU Brondong NAKAL !!   Pergi ke Bali

    Pagi di apartemen Jessica dan Candra terasa seperti ruang tanpa udara. Aroma kopi yang biasanya mengisi ruang tamu kini hilang, digantikan hawa dingin dan sunyi. Jessica duduk di sudut sofa, matanya sembab, menatap koper yang sudah ia siapkan semalam. Keputusannya bulat: ia akan pergi ke Bali, meninggalkan Jakarta, Candra, dan semua luka yang kini menggerogoti hatinya. Di tangannya, ia memegang tiket pesawat yang dipesan secara impulsif tengah malam, ketika air matanya tak lagi bisa dibendung.Berita tentang kehamilan Anjani, ditambah foto kebersamaan Candra dan Anjani yang dikirim Gendis, masih menghantui pikirannya. Jessica mencoba mengalihkan perhatian dengan memeriksa email terkait bisnis ekspor-impornya, tapi setiap kata di layar ponselnya terasa kabur. Pikirannya terus kembali ke Candra—pria yang ia pikir akan menjadi suaminya, tapi kini hanya menyisakan rasa sakit. Yang lebih membebani, Jessica baru saja mengetahui dirinya hamil. Anak Candra. Tapi ia memutuskan untuk merahasiak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status